Selasa, 26 Mei 2015

DESA BESITO_AHMAD RIZAL_PMI 2

NAMA                 : AHMAD RIZAL
NIM                     : 11140540000012
PRODI                 : PMI 2
Sebenarnya nama asli Desa Besito adalah Mbesito yang merupakan singkatan dari "mugo-mugo bisaha eling sakabehane insyaallah tentrem ora ono opo-opo". Kalimat tersebut mempunyai makna bahwa orang yang memberi nama Desa Besito mempunyai harapan agar desa tersebut dapat selalu nyaman dan tentram. Sedangkan sejarahnya sendiri bermula pada zaman keraton Mataram. Zaman dahulu, keraton mataram sedang mengalami suatu permasalahan yang begitu serius. Kemudian raja mataram mengadakan suatu sayembara. Sayembara tersebut mencari orang yang dapat menyelesaikan masalah yang dialami oleh keraton tersebut. Sebagai imbalannya, bagi orang yang dapat menyelesaikan masalah tersebut, maka orang itu akan diangkat sebagai patih di mataram.
Kemudian berita tentang sayembara itu didengar oleh Ki Ageng Selo yang merupakan murid Sunan Kalijaga. Ki Ageng Selo berniat mengikuti sayembara tersebut, akhirnya beliau meminta restu kepada Sunan Kalijaga untuk mengikuti sayembara tersebut.
Setelah mendapat restu dari Sunan Kalijaga, Ki Ageng Selo mengikuti sayembara itu, dan akhirnya beliau memenangkan sayembara tersebut karena dapat menyelesaikan masalah yang ada di keraton mataram. Setelah memenangkan sayembara tersebut, Ki Ageng Selo menagih janji kepada raja mataram yang sebelumnya telah berjanji bahwa siapa saja yang dapat menyelesaikan masalah yang ada di keratonnya, maka orang tersebut akan dijadikan patih di keraton mataram. Namun, ternyata raja keraton mataram mengingkari janji dan tidak mengangkat Ki Ageng Selo menjadi patih. Karena merasa kecewa, kemudian Ki Ageng Selo pergi ke Kadilangu untuk membantu Sunan Kalijaga mengajar mengaji.
Ki Ageng Selo mempunyai dua orang anak, yaitu Suwargi Kerto Gento Kesumo dan Songko Sahilah. Kedua putra Ki Ageng Selo tersebut dimasukkan ke pesantren milik Sunan Muria di Colo. Setelah dewasa, kedua anak tersebut ingin mencari ayahnya yaitu Ki Ageng Selo. Kemudian mereka meminta petunjuk kepada Sunan Muria. Sunan Muria memberi arahan kepada mereka, beliau mengatakan bahwa mereka harus berpisah dan tidak boleh bersama dalam mencari ayahnya. Selain itu, Sunan Muria juga mengatakan bahwa jika mereka menemui jalan buntu, maka mereka harus berhenti dan mendirikan sebuah pesantren di tempat tersebut. Sedangkan jika jalannya tidak buntu, maka mereka harus meneruskannya. Sebagai murid yang berbakti kepada gurunya, mereka pun mengikuti perintah Sunan Muria tersebut. Kemudian mereka berpencar, yang satu ke barat dan yang satu ke timur.
Setelah Mbah Songko Sahilah sampai di Gemiring, ternyata beliau dihadapkan dengan daerah yang berair dan buntu, sehingga sesuai dengan perintah Sunan Muria yang mengatakan bahwa jika mereka menemui jalan buntu, maka mereka harus berhenti dan mendirikan suatu pesantren, maka Mbah Songko Sahilah pun berhenti dan mendirikan pesantren di daerah tersebut yang sekarang menjadi Masjid Gemiring Lor.  Demikian pula dengan Mbah Suwargi Kerto Gento Kesumo, setelah beliau sampai di Besito, ternyata beliau juga dihadapkan dengan jalan buntu dan berair atau yang disebut dengan telogo, kemudian beliau menghentikan perjalananya di daerah tersebut dan mendirikan sebuah pesantren yang sekarang menjadi punden mbah Suwargi Kerto Gento Kesumo atau yang lebih dikenal dengan Mbah Surgi yang terletak di dukuh telogo Desa Besito Kudus.

Di Desa Besito terdapat beberapa mitos yang dipercaya oleh masyarakat setempat. Mitos-mitos tersebut antara lain yaitu, di Desa Besito terdapat sebuah mitos yang mengatakan bahwa warga Desa Besito tidak boleh menikah dengan warga Desa Jurang. Katanya dulu sesepuh Desa Besito yang bernama Mbah Gempur berselisih paham dengan Mbah Wisono yang merupakan sesepuh Desa Jurang. Mereka berselisih paham karena Mbah Wisono cemburu dengan kesuksesan yang diraih Mbah Gempur. Akhirnya mereka berkelahi sejak matahari terbit sampai matahari terbenam. Setelah itu, kerena merasa tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang dan kalaupun pertarungan itu dilanjutkan tidak akan pernah selesai, akhirnya merekapun  menghentikan perkelahian tersebut dan mbah Wisono mengatakan bahwa jangan sampai anak cucunya menikah dengan anak keturunan Mbah Gempur. Demikian pula dengan Mbah Gempur, beliau juga mengatakan bahwa jangan sampai anak cucunya menikah dengan anak cucu mbah Wisono yang ada di Jurang.
Konon jika sumpah dari kedua sesepuh tersebut dilanggar maka akan terjadi musibah yang menimpa rumah tangga pengantin yang menikah tersebut. Seperti salah satu dari pasangan tersebut akan meninggal, rumah tangganya akan berantakan, dan menjadikan rumah tangga pasangan tersebut tidak akan bahagia. Namun, semua hal itu tidak akan terjadi jika pasangan tersebut melaksanakan tulaknya (syaratnya) yaitu dengan menyembelih seekor domba dan dimakan bersama-sama dengan warga sebanyak enam puluh orang atau lebih dan tidak boleh kurang dari jumlah tersebut.
Selain mitos diatas juga terdapat suatu mitos yang mengatakan bahwa di makam Mbah Surgi dulunya terdapat seekor jelmaan harimau dan dua jelmaan ular, dan sampai saat ini katanya harimau tersebut juga masih berada di makam tersebut. Namun konon hanya orang-orang yang mempunyai kemampuan khusus atau indra keenam saja yang dapat melihat harimau tersebut.
Jika ada seseorang yang datang ke makam Mbah Surgi dan mempunyai niatan yang tidak baik, maka konon orang tersebut akan diberi pelajaran oleh harimau yang terdapat di makam Mbah Surgi. Selain terdapat harimau, di makam Mbah Surgi juga terkadang terdapat dua ular yang menampakkan diri. Tidak seperti harimau yang hanya bisa dilihat oleh orang yang mempunyai kemampuan khusus saja, ular ini terkadang bisa menampakkan dirinya dan dapat dilihat oleh orang awam atau orang yang tidak mempunyai kemampuan khusus seperti indra keenam.
Selain itu  menurut narasumber ada juga mitos yang mengatakan bahwa anak cucu keturunan mbah Surgi di desa Mbesito tidak boleh membuat rumah beratapkan genting sampai tujuh keturunan. Namun mitos tersebut sepertinya sudah mulai ditinggalkan oleh para penduduk, karena penduduk asli di Desa Besito sudah dimulai dari keturunan ke delapan dan para penduduk lainya merupakan pendatang.
Dari Mitos di atas kami dapat menyimpulkan bahwa di Desa Besito berkembang suatu Mitos yang mengatakan bahwa warga Desa Besito dilarang menikah dengan warga Desa Jurang. Namun, sekarang ini masyarakat Desa Besito ada yang sudah tidak mempercayai hal tersebut. Karena terbukti dengan adanya warga Desa Besito yang menikah dengan warga Desa Jurang. Selain itu, di Desa Besito juga terdapat kepercayaan yang mengatakan bahwa di makam Mbah Surgi terdapat jelmaan seekor harimau dan dua ekor ular yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan khusus yang menjaga makam mbah Surgi dari perilaku orang-orang yang berniat tidak baik. Adapula mitos yang mengatakan bahwa warga Desa Besito anak cucu keturunan mbah surgi tidak boleh membangun rumah beratapkan genting dari tanah liat, namun mitos tersebut sekarang sudah tidak dipercaya oleh warga sektiar dan tidak ada penjelasan yang jelas mengenai mitos tersebut.
Berikut ini merupakan larangan, hukuman, syarat dan waktu pelaksanaan mitos yang terdapat di Desa Besito:
No.
Larangan
Hukuman
Syarat
Waktu
1.
Warga Desa Besito tidak boleh menikah dengan warga Desa Jurang.
Adanya bala atau musibah yang akan diterima oleh pasangan yang telah menikah.
Adanya ritual dengan cara menyembelih domba yang kemudian dimakan oleh 60 orang.
Pada saat ada warga Desa Besito yang menikah dengan warga Desa Jurang.
2.

Datang ke makam atau punden Mbah Surgi  dengan niatan yang tidak baik.
Akan mendapat bala atau musibah.
-
Ketika ada orang yang datang ke makam Mbah Surgi.
3.
Selama tujuh keturunan anak cucu Mbah Surgi tidak boleh menjadikan genting sebagai atap rumah.
-
Penggunaan genting diganti dengan bahan lain.
Ketika ada yang mendirikan rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini