NAMA : INDAH KURNIAWATI (1112054000028)
IDHA CHUSAINI (1112054000007)
PENGARUH PEMBANGUNAN WADUK JATI GEDE TERHADAP EKOSISTEM GLOBAL DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT CIPAKU, SUMEDANG JAWA BARAT
A. Latar Belakang
Pembangunan Bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang telah direncanakan sejak 50 tahun lalu namun pembangunannya telah berlangsung melalui liku-liku yang tidak selalu sesuai dengan nilai-nilai luhur yang dianut bangsa Indonesia dan tidak sejalan dengan kepentingan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya lokal yang ada di sekitar bendungan. Berbagai keberatan atas proses dan bentuk pembangunan bendungan tersebut sudah banyak disampaikan oleh berbagai pihak, secara terang-terangan maupun tersembunyi. Apabila bendungan Jatigede dioperasikan dan difungsikan sesuai dengan rencana, maka akan terjadi penenggelaman dan penghilangan pusaka warisan budaya bangsa yang tak ternilai harganya yang memiliki potensi dampak besar terhadap kehidupan berbudaya dan spiritualitas bangsa Indonesia. Secara spiritual dan cultural akan menjaga, melestarikan, dan mengkokohkan identitas Kesundaan sebagai salah satu pilar Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kampung adat dan kabuyutan adalah kristalisasi dari rasa dan karsa masyarakat lokal yang menjadi symbol dan identitas batinnya dalam kiprah nyata pergaulan nasional maupun global, oleh karenanya untuk membentengi penetrasi budaya negatif non lokal/ asing, keberadaan kampung adat dan kabuyutan menjadi penting dalam kaitannya dengan Revolusi Mental. Saat ini informasi yang beredar di berbagai media adalah hanya sebatas masalah ganti rugi lahan saja padahal terdapat beberapa masalah yang lebih penting.
Pembangunan Waduk Serbaguna Jatigede untuk irigasi dan pencegah banjir itu akan berdampak buruk terhadap masyarakat di sekitarnya dan ekosistem secara global. Pembangunan proyek ini akan menenggelamkan lima kecamatan dan 30 desa. Dampak pembangunan bendungan itu Pertama, sekitar 70.000 jiwa akan kehilangan tempat tinggal dan lahan garapan, 1.200 hektare hutan milik Perhutani akan lenyap, puluhan situs sejarah akan tersapu, serta hilangnya potensi hasil bumi yang cukup besar.
Kedua, hilangnya lahan subur dan turunnya produksi pertanian. Dampak negatifnya tidak saja menyangkut aspek geologi dengan adanya struktur tanah patahan berpotensi bencana dan rawan gempa, tetapi juga terhadap potensi sumber daya alam, budaya, sosial, dan lainnya.
Ketiga, bendungan itu membutuhkan lahan seluas 4.892 hektare di mana seluas 3.696 hektare merupakan lahan milik penduduk. Dari luas lahan itu hampir 3.200 hektare merupakan lahan subur bagi pertanian, sehingga mengancam produksi beras di Kabupaten Sumedang berkurang sekitar 80.000 ton per tahun.
Keempat, dari luas DAS Cimanuk 360.000 hektare, 47% merupakan lahan kritis yang merupakan daerah hulu Sungai Cimanuk yang menjadi suplai air untuk
bendungan.
Kelima, dampak terhadap lingkungan. Ribuan spesies tumbuhan dan hewan, akan ikut amblas sebelum sempat terinventarisasi. Karakter tanah dan hutan sekitar Jatigede yang unik, tentu menyimpan kekayaan alam berupa flora dan fauna sangat beragam. Bendungan diduga berkokntribusi sebanyak ¼ proses pemanasan global (WCD) karena gas metan dan karbondioksida yang dihasilkan.
Keenam, dampak Sosial. Hilangnya budaya lokal, dan tenggelamnya puluhan situs bersejarah, terutama yang berkaitan dengan sejarah sumedang. Ketujuh, dampak lainnya adalah potensi konflik di daerah relokasi, pelanggaran HAM, masalah pemindahan penduduk. Sejarah proses pemindahan penduduk secara keseluruhan sangat buruk melihat dari kasus bendungan yang lain, contoh kasus di India dimana banyak penduduk berakhir di pemukiman kumuh tanpa mendapatkan kehidupan yang layak. Perubahan budaya, cara hidup termasuk dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup menjadi tidak terjamin. Contoh nyata pemindahan masyarakat pada proyek pembangunan Kedungombo ke tempat yang tidak subur sama sekali membuat petani tidak dapat memenuhi kehidupannya.
B. Metodelogi
Teknik yang saya lakukan adalah dengan cara penelitian kualitatif
1. Wawancara dengan objek yang ada
2. Mengambil data dari studi pustaka
3. Observasi secara langsung
4. Dokumentasi dengan objek
C. Hipotesis Pemandu
Masalah Budaya dan Spiritual akibat pembangunan waduk jadi gede:
1. Lebih dari 25 Situs Cagar Budaya terancam rusak/ ditenggelamkan, Situs melekat pada koordinat tempatnya, tidak bisa direlokasi atau dipindah.
2. Situs- situs Cagar Budaya merupakan bagian dari keyakinan spiritual masyarakat setempat sehingga jangan sampai Tragedi Mbah Priuk terjadi di Jatigede.
3. Tragedi Dam Rasi Salai di Thailand dapat terjadi Jatigede, masyarakat berdiri dihadapan bendungan pada saat peresmian penggenangan sehingga Pemerintah Thailand akhirnya membatalkan penggenangan.
2. Masalah Geologi akibat pembagunan waduk jadi gede :
Lokasi bendungan berada di daerah soft geology yang rawan/ labil karena berada pada lempeng/ sesar aktif Baribis, pergerakan lempengnya setiap saat dapat menyebabkan ambrolnya bendungan. Potensi bencana geologis dengan resiko terbesar dalam sejarah Indonesia harus dipertimbangkan dengan acuan sebagai berikut:
a. Bendungan Jatigede apabila digenangi secara penuh dan ambrol sangat membahayakan, 1 milyar m3 air bisa tumpah dan menimbulkan Tsunami bagi masyarakat di hilir bendungan. Situ Gintung volumenya 1 juta m3 sehingga apabila Jatigede Ambrol dampaknya 1000 kali Jebolnya Situ Gintung.
b. Ambrolnya Bendungan Banqiao di China tahun 1975 telah menewaskan 231.000 Jiwa, jangan sampai kejadian tersebut terjadi di Indonesia.
c. Sudah ada uga/ ramalan dari leluhur bahwa apabila Bendungan Jatigede digenangi sampai menenggelamkan situs- situs cagar budaya maka akan membangunkan "Keuyeup Bodas" yang akan menjebol bendungan. Mithos "Keuyeup Bodas" secara geologi diyakini berkaitan erat dengan Lempeng Aktif Baribis yang secara kasat mata dapat dilihat sangat dekat dengan fisik bendungan Jatigede, masyarakat menyebutnya Bukit Pareugreug.
d. Bencana yang ditimbulkan akibat pergerakan lempeng aktif adalah Tsunami Aceh 26 Desember 2004 dimana Lempeng Hindia bertubrukan dengan Lempeng Burma yang menimbulkan gempa lebih dari 9 skala richter.
3. Masalah Lingkungan ditimbulkan akibat pembangunan waduk jadi gede:
Terdapat 1389 Hektar Hutan Perhutani dihuni oleh sekitar 810.000 pohon dengan berbagai keanekaragaman hayatinya yang terancam akan ditebang karena lokasinya persis di depan fisik bendungan. Sangat ironis membangun bendungan penampung air namun justru akan menebang ratusan ribu pohon yang berfungsi sebagai sumber air. Tidak mengherankan apabila di musim kemarau banyak bendungan yang mengalami kekeringan;
5. Masalah Sumber Daya Alam akibat pembangunan jati gede:
Kekayaan keanekaragaman hayati daerah genangan Jatigede sangat baik terdiri dari pertanian (Sawah Subur minimal dua kali panen, banyak yang tiga kali), peternakan sapi dan domba, perkebunan, tanaman hortikultura, tanaman obat, perikanan air tawar dan lainnya. Kabuyutan Cipaku seharusnya menjadi contoh Desa Mandiri karena merupakan desa agraris yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri / "Self Suistained Village". Jangan sampai menenggelamkan yang sudah baik dan mengejar yang belum tentu baik.
6. .Masalah Sosial yang ditimbulkan akibat pembangunan waduk jati gede:
Bendungan merusak tatanan sosial dan budaya masyarakat yang sudah terbentuk di kampung buhun Kabuyutan Cipaku yang merupakan Desa Mandiri, self sustained village yang seharusnya menjadi contoh desa di Indonesia;
7. Masalah Ekonomi yang ditimbulkan akibat pembangunan waduk jati gede :
Lebih dari 16.000 Kepala Keluarga yang saat ini mendiami daerah genangan bendungan akan kehilangan rumah dan mata pencahariannya sehingga berpotensi menambah kemiskinan di Indonesia;
8. Masalah Sedimentasi :
Saat ini Sungai Cimanuk sedang sakit karena terjadi erosi dibagian hulunya sehingga arus sedimentasi yang sangat tinggi akan memperpendek umur bendungan juga akan memperpendek umur turbin PLTA;
9. Masalah Efektifitas Bendungan:
Lahan pertanian di hilir bendungan semakin berkurang karena alih fungsi Lahan di hilir bendungan yaitu Daerah Pantura telah menjadi kawasan pabrik, industri, perumahan, jalan tol, bandara, dan lainnya;
10. Masalah Konflik Agraria:
Terdapat beberapa konflik agraria yang masih belum terselesaikan diantaranya:
a. Lebih dari 12.000 komplain masyarakat yang teridentifikasi oleh BPKP yang harus diselesaikan oleh Pemerintah dari mulai pembebasan lahan yang salah/ kurang/ belum di bayar, salah klasifikasi lahan, dan lainnya.
b. Pembebasan tanah tahun 1982 – 1986 masyarakat hanya menerima 1/14 dari total pembayaran yang seharusnya karena seharusnya dibayarkan per meter persegi namun yang diterima per bata/ per tumbak (1 bata = 14 m2) sehingga masyarakat menganggap pemerintah baru membayar uang muka sebesar 1/14 atau sekitar 7%, dan setelah 30 tahun tidak ada realisasi maka transaksi batal (banyak masyarakat yang masih menganggap tanah dan rumah adalah milik mereka sendiri sehingga patok atau plang tanah milik negara pun dicabut).
c. Untuk pembebasan tanah dan bangunan setelah tahun 1986 pembayaran telah selesai dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Pemerintah harus menggelontorkan dana APBN yang cukup besar untuk menyelesaikan masalah- masalah tersebut di atas.
e. Tahapan kegiatan praktikum
D. Tahapan kegiatan praktikum
Tahapan praktikum ekologi manusia | Uraian kompentisi |
Tahapan pertama | Melakukan pendekatan serta bersosialisasi dengan warga dan masyrakat setempat serta pendekatan dengan tokoh masyarakat kemudian sambil mengenali lingkungan serta budaya yang berada di wilayah tersebut. |
Tahapan kedua | Melakukan wawancara dengan warga untuk mendapatkan data yang kami butuhkan yakni mengenai situ gede, bendungan, dan ketahanan dan kerawanan pangan. Selain melakukan wawancara kami juga melakukan diskusi kecil dengan mengundang warga serta mengenali gambaran umum mengenai wilayah tersebut. |
Tahapan ketiga | Melakukan praktikum manajemen PMI |
Tahapan keempat | Laporan tertulis |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar