Rabu, 11 Mei 2016

Mir'atun Nisa, Nurul Andani_Ekologi Manusia_Tugas 5_Suku Tengger

Nurul Andani (1113054000033)
Mir'atun Nisa (1113054000038)
TUGAS MATA KULIAH EKOLGI
ANALISIS KAMPUNG TENGGER
 
A.    Sejarah dan Perkembangan Suku Tengger
Menurut mitos atau legenda yang berkembang di masyarakat suku Tengger, mereka berasal dari keturunan Roro Anteng yang merupakan putri dari Raja Brawijaya dengan Joko Seger putra seorang Brahmana. Nama suku Tengger diambil dari akhiran nama kedua pasang suami istri itu yaitu, "Teng" dari Roro Anteng dan "Ger" dari Joko Seger.
 Legenda tentang Roro Anteng dan Joko Seger yang berjanji pada Dewa untuk menyerahkan putra bungsu mereka, Raden Kusuma merupakan awal mula terjadinya upacara Kasodo di Tengger. Menurut beberapa ahli sejarah, suku Tengger merupakan penduduk asli orang Jawa yang pada saat itu hidup pada masa kejayaan Majapahit. Saat masuknya Islam di Indonesia (pulau Jawa) saat itu terjadi persinggungan antara Islam dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, salah satunya adalah Majapahit yang merasa terdesak dengan kedatangan pengaruh Islam, kemudian melarikan diri ke wilayah Bali dan pedalaman di sekitar Gunung Bromo dan Semeru. Mereka yang berdiam di sekitar pedalaman Gunung Bromo ini kemudian mendirikan kampung yang namanya diambil dari akhiran nama pemimpin mereka yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.
Wong Tengger atau orang-orang pegunungan merupakan sebuah kelompok khusus karena mereka merupakan keturunan terakhir dari peradaban Majapahit pada akhir masa periodenya. Menurut mitos atau legenda yang berkembang di masyarakat suku Tengger, mereka berasal dari keturunan Roro Anteng yang merupakan putri dari Raja Brawijaya dengan Joko Seger putra seorang Brahmana. Nama suku Tengger diambil dari akhiran nama kedua pasang suami istri itu yaitu, "Teng" dari Roro Anteng dan "Ger" dari Joko Seger. Legenda tentang Roro Anteng dan Joko Seger yang berjanji pada Dewa untuk menyerahkan putra bungsu mereka, Raden Kusuma merupakan awal mula terjadinya upacara Kasodo di Tengger.
Menurut beberapa ahli sejarah, suku Tengger merupakan penduduk asli orang Jawa yang pada saat itu hidup pada masa kejayaan Majapahit. Saat masuknya Islam di Indonesia (pulau Jawa) saat itu terjadi persinggungan antara Islam dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, salah satunya adalah Majapahit yang merasa terdesak dengan kedatangan pengaruh Islam, kemudian melarikan diri ke wilayah Bali dan pedalaman di sekitar Gunung Bromo dan Semeru. Mereka yang berdiam di sekitar pedalaman Gunung Bromo ini kemudian mendirikan kampung yang namanya diambil dari akhiran nama pemimpin mereka yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.
Mayoritas masyarakat Tengger memeluk agama Hindu, namun agama Hindu yang dianut berbeda dengan agama Hindu di Bali, yaitu Hindu Dharma. Hindu yang berkembang di masyarakat Tengger adalah Hindu Mahayana. Selain agama Hindu, agama laiin yang dipeluk adalah agama Islam, Protestan, Kristen, dll. Berdasarkan ajaran agama Hindu yang dianut, setiap tahun mereka melakukan upacara Kasono.
B.     Lokasi dan Gambaran Umum Penduduknya
Masyarakat suku tengger merupakan salah satu suku yang mendiami lereng gunung Bromo-Bemeru. Gunung bromo (2.392m) adalah gunung yang dianggap suci bagi masyarakat tengger karena merupakan lambang tempat dewa Brahma, tempat wisata terkenal di jawa timur yang dapat ditempuh lewat empat kabupaten, yaitu : Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Malang. Puncak gunung Bromo yang luasnya 10 km merupakan perpaduan antara lembah dan ngarai dengan panorama yang menakjubkan bisa menikmati hamparan lautan pasir seluas 50 km. Kawah gunung Bromo berada dibagian utara berketinggian 2.392 m diatas permukaan laut yang masih aktif dan setiap saat mengeluarkan kepulan asap ke udara. Suhu rata-rata digunung Bromo antara 3-170C. Bagian selatan merupakan dataran tinggi yang dipisahkan oleh lembah dan ngarai, danau-danau kecil yang membentang di kaki gunung semeru yang dirimbuni hutan dan pepohonan sungguh merupakan pesona alam yang mengagumkan. Disamping pemandangan alam yang indah gunung bromo juga memiliki daya tarik yang luar biasa karena tradisi masyarakat tengger yang tetap berpegang teguh pada adat-istiadat dan budaya yang menjadi pedomannya.
Masyarakat tengger memiliki rasa persaudaraan serta solidaritas yang sangat tinggi.
Menurur nara sumber (bpk. Sugik) di masyarakat tengger kriminalitas sangatlah kecil semua itu disebabkan oleh rasa percaya pada adanya tradisi, kualat, serta akibat yang akan didapat dari sang HYang Widhi jika mereka melakukan suatu kesalahan. Masyarakat Suku tengger berjumlah sekitar 40 ribu (1985) tinggal dilereng gunung semeru dan disekitar kaldera tengger.        

 
C.    Nilai-nilai Ekologi Suku Tengger
Hal yang penting lainnya dari masyarakat Tengger adalah pandangan tentang Perilaku sikap dan pandangan hidup orang Tengger tercermin pada harapannya, yaitu waras (sehat), wareg (kenyang), wastra (memiliki pakaian, sandang), wisma (memiliki rumah, tempat tinggal), dan widya (menguasai ilmu dan teknologi, berpengetahuan dan terampil).
Mereka mengembangkan pandangan hidup yang disebut pengetahuan tentang watak yaitu:
      1.            prasaja berarti jujur, tidak dibuat-buat apa adanya
  1. prayoga berarti senantiasa bersikap bijaksana
  2. pranata berarti senantiasa patuh pada raja, berarti pimpinan atau pemerintah
  3. prasetya berarti setya
  4. prayitna berarti waspada.
Atas dasar kelima pandangan hidup tersebut, masyarakat Tengger mengembangkan sikap kepribadian tertentu sesuai dengan kondisi dan perkembangan yang ada. Antara lain mengembangkan sikap seperti kelima pandangan hidup tersebut, di samping dikembangkan pula sikap lain sebagai perwujudannya. Mereka mengembangkan sikap rasa malu dalam arti positif, yaitu rasa malu apabila tidak ikut serta dalam kegiatan sosial. Begitu mendalamnya rasa malu itu, sehingga pernah ada kasus (di Tosari) seorang warga masyarakat yang bunuh diri hanya karena tidak ikut serta dalam kegiatan gotong-royong.
Sikap toleransi mereka tercermin pada kenyataan bahwa mereka dapat bergaul dengan orang beragama lain, ataupun kedatangan orang beragama lain. Dalam keagamaan mereka tetap setia kepada agama yang telah dimiliki namun toleransi tetap tinggi, sebab mereka lebih berorientasi pada tujuan, bukan pada cara mencapai tujuan. Pada dasarnya manusia itu bertujuan satu, yaitu mencapai Tuhan, meskipun jalannya beraneka warna. Sikap toleransi itu tampak pula dalam hal perkawinan, yaitu sikap orang tua yang memberikan kebebasan bagi para putra-putrinya untuk memilih calon istri atau suaminya. Pada dasarnya perkawinan bersifat bebas. Mereka tetap dapat menerima apabila anak-anaknya ada yang berumah tangga dengan wanita atau pria yang berlainan agama sekalipun. Namun dalam hal melaksanakan adat, pada umumnya para generasi muda masih tetap melakukannya sesuai dengan adat kebiasaan orang tuanya.
Sikap hidup masyarakat Tengger yang penting adalah tata tentrem (tidak banyak risiko), aja jowal-jawil (jangan suka mengganggu orang lain), kerja keras, dan tetap mempertahankan tanah milik secara turun-temurun. Sikap terhadap kerja adalah positif dengan titi luri-nya, yaitu meneruskan sikap nenek moyangnya sebagai penghormatan kepada leluhur. Sikap terhadap hasil kerja bukanlah semata-mata hidup untuk mengumpulkan harta demi kepentingan pribadi, akan tetapi untuk menolong sesamanya. Dengan demikian, dalam masyarakat Tengger tidak pernah terjadi kelaparan. Untuk mencapai keberhasilan dalam hidup semata-marta diutamakan pada hasil kerja sendiri, dan mereka menjauhkan diri dari sikap nyadhang (menengadahkan telapak tangan ke atas).
D.    Analisis Persfektif Ekologis Weberian
Persepektif yang cocok atas suku ini adalah perspektif Weberian karena, menurut kami suku tengger ini masih kental dalam menjujung tinggi budaya di daerah setempat. Salah satu contoh yang dapat dilihat dengan jelas adalah suku tengger memiliki pembagian ruang atas pemukiman, lading, ternak dll. Dengan demikian, nilai-nilai yang tertera pada suku tengger sangat cocok dengan perspektif weberian.
 
http://blog-sejarah.blogspot.co.id/2008/10/sejarah-dan-asal-usul-suku-tengger.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini