Rabu, 11 Mei 2016

Tugas matakuliah Ekologi Manusia PMI 6 tugas ke 5

SUKU DAYAK HINDU BUDHA BUMI SEGANDU
LOSARANG INDRAMAYU

 

Zaenal Arifin             1113054000029

Fadly Rahman           1113054000018

PMI_6

Ekologi Manusia

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

 

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan denagn segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber daya alam yang ada disekitarnya.

Suku Dayak atau Dyak adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada penghuni pedalaman yang mendiami pulau Kalimantan. Ada 5 suku atau 7 suku asli Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Kutai, Paser, Berau dan Tidung. Menurut sensus Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu Suku Banjar, Suku Dayak Indonesia dan Suku asal Kalimantan lainnya.

Jika biasanya Suku Dayak berada di Kalimantan saya ingin memberitahu khlayak ramai bahwa di Kota tercinta saya Indramayu juga terdapat Suku Dayak yang terletak di desa Krimun Losarang, Indramayu. Tetapi suku dayak yang berada di desa Krimun bukanlah seperti suku dayak yang berada di Kalimantan.

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Sejarah Kampung dan Asal Usul Suku Dayak Indramayu

Suku Dayak ini mempunyai nama asli yaitu "Dayak Hindu Budha Bumi Segandu" namun orang-orang sering menyebutnya "Dayak losarang" atau "Dayak indramayu".      Dayak Hindu Budha bumi segandu sendiri memilik arti, yaitu :

1.      Suku, maksud disini adalah kaki. Maksudnya adalah setiap manusia berdiri diatas kakinya masing-masing. Mereka pun berhak memilih keyakinan mereka masing-masing.

2.      Dayak, maksud dari kata ini adalah ayak atau mengayak. Maksudnya adalah mengayak atau menyaring mana yang baik dan mana yang benar.

3.      Hindu, maksud dari kata ini bukanlah agama Hindu, namun arti dari Hindu sendiri ialah rahim. Maknanya adalah bahwa setiap manusia lahir dari seorang rahim ibu.

4.      Budha, maksud dari kata ini pun bukan Budha sebagai agama. Arti dari Budha sendiri ialaha Udha atau Telanjang. Filosofinya adalah setiap manusia itu lahir dalam keadaan telanjang (fitrah) tidak membawa apa-apa.

5.      Bumi Segandu, Bumi mempunyai arti wujud, sedangkan segandu artinya sekujur tubuh.

6.      Indramayu, "In" bermakna inti "Darma" berarti orang tua dan "Ayu" artinya permpuan. Fiolosfinya adalah kita sebagai manusia dikeluarkan dari inti rahim seorang ibu. Maka seorang ibu itu haru dihormati.

Mereka tinggal di sebuah komplek yang tak lebih dari 50m persegi, dan mereka hidup ditengah riuhnya keramaian masyarakat sekelilingnya.

Jadi, penyebutan kata "suku" pada komunitas tersebut bukan dalam konteks terminologi suku bangsa (etnik) dalam pengertian antropologis, melainkan penyebutan istilah yang diambil dari kata-kata dalam bahasa daerah (Jawa). Demikian pula, dengan kata "dayak" bukan dalam pengertian sukubangsa (etnik) Dayak yang berada di daerah Kalimantan, kendati pun dari sisi performan ada kesamaan yakni mereka (kaum laki-laki) sama-sama tidak mengenakan baju serta mengenakan aksesoris berupa kalung dan gelang (tangan dan kaki). Lebih jauh, pemimpin komunitas ini menjelaskan tentang pemakaian kata "Hindu-Budha" pada sebutan komunitas ini. Kendatipun komunitas ini menggunakan kata "Hindu-Budha" bukan berarti bahwa mereka adalah penganut agama Hindu ataupun Budha. Penggunaan kata "Hindu" karena komunitas ini meneladani peri kehidupan kelima tokoh Pandawa, yang terdiri atas : Yudistira, Bima (Wrekudara), Arjuna (Permadi), Nakula, dan Sadewa, serta tokoh Semar dalam kemiskinan dan kepada bahasa Indonesia. Ia hanya menguasai bahasa Jawa Indramayu. Akhiran yang dipandang sebagai seorang mahaguru yang sangat bijaksana. Adapun penyebutan kata "Budha" karena mereka mengambil inti ajaran   "aji rasa" (tepuk seliro) dan kesahajaan yang merupakan inti ajaran agama Budha.

 

B.     Lokasi Dan Gambaran Umum Mengetahui Suku Dayak Hindu-Budha Bumi Segandu Indramayu

Orang Indramayu atau wong Dermayu tidak asing mendengar sebutan Suku Dayak Indramayu. Keunikan mereka adalah dari penampilannya yang tidak berbaju dan hanya bercelana pendek serta mengenakan topi ala petani. Komunitas eksklusif ini juga kerap disebut Dayak Losarang. Markasnya terletak di RT 13 RW 03, Desa Krimun, Kec. Losarang, atau 300 m dari jalur utama Pantura Indramayu.

Mereka adalah sekumpulan orang yang memiliki ajaran dan gaya hidup yang berbeda dengan suku di Indonesia pada umumnya. Bahkan tidak diatur dalam kehidupan oleh pemerintah. Dayak Sugandu sendiri berarti mengayak pribadi. Mereka tidak berhubungan dengan suku Dayak dari Kalimantan.

Asal mula Suku Dayak Indramayu ini terkait erat dengan perjalanan hidup pendirinya, yaitu Takmad Diningrat, yang oleh para pengikutnya disebut dengan panggilan Pak Tua. Ia adalah asli orang Indramayu yang berasal dari sebuah desa yang bernama Desa Segandu. Menurut penuturannya, Ia adalah seorang yatim dalam kandungan, yaitu ayahnya meninggal ketika ia sedang dikandung oleh ibunya dalam usia kandungan 3 bulan. Ia pun selama ini hidup dalam kemiskinan dan kepapaan.

Ajaran dan suku ini sendiri mulai terbentuk pada tahun 1970. Ta'mad, sang pendiri menemukan titik jenuh akan aturan pemerintah. Melihat keadaan sekitar yang tidak berubah, Ta'mad mulai instropeksi diri dan menyadari bahwa cara tersebut adalah paling baik bagi manusia.

Selain itu, filosofi kehidupan mereka adalah alam. Bagaimana cara terbaik untuk mendekatkan diri dengan alam. Mereka percaya bahwa inti ajaran dalam hidup adalah alam.

Warga komunitas Suku Dayak Indramayu memang eksklusif. Namun dalam keseharian, mereka terkenal ramah dan suka menolong. Siapa pun yang datang ke pendopo istilah warga Suku Dayak Indramayu menyebut markasnya, pasti disambut dengan tangan terbuka dan keramahan khas ala "Bumi Segandu", polos, lugas, jujur, murni dan apa adanya Penampilannya aneh. Sehari-hari, baik hujan atau panas, mereka tak pernah memakai baju Yang menempel di tubuhnya hanya celana pendek sedengkul, warna hitam atau hitam padu putih. Rambutnya dibiarkan panjang dan jarang pula mandi.

Namun herannya, mereka cukup kebal terhadap berbagai penyakit. Saat musim kemarau datang, mereka melakukan semadi atau tapa di bawah terik matahari. Ritual itu dilakukan sebagai penghormatan terhadap matahari. Selain itu, mereka juga vegetarian alias tak makan daging atau hewan hidup lain. Otomatis, mereka pun menjauhi membunuh binatang, bahkan terhadap seekor cacingpun. Pemimpin mereka adalah Ki Takmad. Didalam komunitas Suku Dayak Indramayu, nama lengkap lelaki berusia 70 tahunan ini adalah Paheran Takmad Diningrat Gusti Alam. Sepintas lalu, penampilan Ki Takmad dan para pengikutnya bisa aneh dan berkesan menakutkan. Namun ketika sudah terlibat kontak dengan mereka, maka kesan akrab akan didapat.

  

C.     Nilai-Nilai Ekologi Manusia

 

Ajaran dari kelompok "Dayak Indramayu" dinamakan dengan sebutan Sajarah Alam Ngaji Rasa. Menurut penjelasan salah seorang pengikut senior dari Pak Takmad, "sajarah" adalah perjalanan hidup (awal, tengah, dan akhir) berdasarkan ucapan dan kenyataan. Sementara itu, "alam" adalah sebagai ruang lingkup kehidupan atau sebagai wadah kehidupan. Adapun "ngaji rasa" adalah tatacara atau pola hidup manusia yang didasari dengan adanya rasa yang sepuas mungkin harus dikaji melalui kajian antara salah dan benar, dan dikaji berdasarkan ucapan dan kenyataan yang sepuas mungkin harus bisa menyatu dan agar bisa menghasilkan sari atau nilai-nilai rasa manusiawi, tanpa memandang ciri hidup, karena pandangan salah belum tentu salahnya, pandangan benar belum tentu benarnya. "Oleh karena itu, kami sedang belajar ngaji rasa dengan prinsip-prinsip jangan dulu mempelajari orang lain, tapi pelajarilah diri sendiri antara salah dengan benarnya dengan proses ujian mengabdikan diri kepada anak dan istri-istrinya", ungkapnya.

Konsep-konsep ajaran ini tidak didasarkan pada kitab suci, aliran kepercayaan, agama, maupun akar budaya tertentu. Mereka berusaha mencari pemurnian diri dengan mengambil teladan sikap dan perilaku tokoh pewayangan Semar dan Pandawa Lima yang di anggapnya sangat bertanggung jawab terhadap keluarga.

1.      Pakaian Suku dayak

Mereka sendiri mempunyai pakaian yang khas. Ketika saya menemui sang Kepala Suku, Mereka  menggunakan celana bercorak hitam dan putih, mereka pun tidak memakai baju. Lalu saya bertanya kepada sang kepala suku, apakah pakaian yang ia pakai adalah pakaian yang dipakai oleh seluruh anggota dayak losarang? Ia menjawab bahwa tidak semua anggota suku dayak memakai pakaian seperti dia. Ia menyampaikan bahwa yang memakai pakaian seperti dia ini hanyalah anggota Suku Dayak yang tulen, mereka tidak memiliki agama. Mereka hanya percaya pada kekuatan alam. Mereka menyebutnya dengan  

sejarah alam ngaji rasa. Berbeda halnya dengan anggota biasa, anggota biasa hanya memakai pakaian serba Hitam. Mereka juga masih mempunyai kepercayaan masing-masing. Mereka memiliki adat dan kebiasaan sebagai berikut:

2.      Tidak pernah memakan binatang

Mereka tidak pernah memakan binatang atau makhluk yang bergerak. Mereka hanya memakan tumbuh-tumbuhan. Mereka menganggap bahwa binatang adalah anugerah alam yang harus dijaga. Maka mereka memilih untuk tidak memakannya 

3.      Tidak mengikatkan diri pada apapun

Mereka memiliki kepercayaan bahwa manusia memiliki kehendaknya masing-masing. Jadi mereka tidak mengikatkan diri pada Agama, Negara ataupun lainnya yang sifatnya mengikat. Mereka hidup dalam tatanan aturan mereka sendiri. Mereka juga tidak memaksakan kehendak manusia harus menjadi seperti ini itu. Ia hanya berkeyakinan bahwa manusia berhak atas kehendaknya sendiri.

 

4.      Tidak mengobati diri

Mereka  tidak pernah mengobati diri sendiri. Ketika mereka sakit, mereka hanya beranggapan bahwa mereka masih salah dalam menjalankan hidup. Maka dari itu mereka hanya diam dan merenungi diri.

5.      Perempuan adalah segalanya

Satu lagi yang unik dari Suku dayak adalah, mereka menganggap perempuan adalah segalanya. Dikarenakan merekalah calon ibu. Jadi, pekerjaan seperti mencuci, memasak, dan merapihkan rumah itu semua dilakukan oleh kaum laki-laki. Berbahagialah para perempuan jika kalian menikah dengan orang dari suku dayak. Itulah yang saya dapat dari pengalaman saya berkunjung ke pemukiman Suku Dayak Losarang, Indramayu. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.

Suku Bumi Segandu adalah suku tanpa memiliki kartu identitas. Bukan berarti mereka menentang negara Indonesia. Meskipun berbeda paham dan agama mereka tetap mengakui bagian dari Indonesia. Bagi mereka kartu identitas hanyalah sebuah kartu yang merepotkan. Identitas utama mereka adalah diri mereka yang kasat mata dan dibawa kemanapun mereka pergi. Meski sempat mengalami kesulitan tidak punya KTP saat bepergian ataupun saat mengurus surat-surat penting lainnya.

 

·         Ritual Suku Dayak Bumi Segandu Indramayu

a.       Berendam (Kumkum)

Suku Dayak Bumi Segandu biasanya melakukan ritual rendeman atau menurut bahasa setempat disebut "kumkum" yang berfungsi untuk melatih kesabaran. Ritual kumkum (berendam) ini dilakukan selama 4 bulan dalam setahun. Ritual kumkum dimulai dengan melakukan kidung di malam hari pukul 23.00 WIB. Usai kidung, mereka beranjak ke sungai kecil di dekat perkampungan mereka untuk merendamkan diri hingga pagi hari tiba.

Selama ritual kumkum mereka tidak menggunakan baju atasan, selama 8 jam mereka harus menahan dingin dan juga gigitan ikan-ikan kecil yang usil di dalam sungai tersebut. Ya, memang karena tujuannya untuk melatih kesabaran. Tidak semua orang bisa melakukan dalam sekejap. Butuh latihan perlahan-lahan untuk membiasakan diri dengan suhu air dan dinginnya udara malam. Usai berendam semalaman, ritual dilanjutkan dengan "mepe" atau berjemur.

 

b.      Berjemur (Mepe)

Ritual mepe ini dilakukan hingga celana mereka kering. Memang fungsi dari mepe yaitu untuk mengeringkan badan sekaligus mendekatkan diri dengan alam tanah. Hasil dari ritual ini, mereka merasa menjadi orang baru. Kemudian kembali mencari nafkah cukup selama 8 bulan untuk hidup bersama anak dan istri. Kalau ada rezeki lebih, biasanya diberikan kepada komunitas yang membutuhkan. 4 bulan sisanya digunakan untuk melakukan ritual.

 

D.    Analisis Perspektif Ekologi

Manusia tidak dibedakan mana yang baik mana yang buruk, manusia semuanya berperilaku baik namun dengan pola pikir kehidupan yang membedakan baik dari budaya, adat, cara kehidupan dan agama. Apa yang di jelaskan di atas masyarakat suku dayak yang kehidupanya bergantung pada alam semesta yang memberi kepercayaan bahwa alam yang bisa menghidupkan mereka. Suku dayak tidak seperti manusia pada umumnya yang memiliki ajaran, peraturan, hukum dan agama yang harus di jalani dan di patuhi.

Namun dengan suku dayak bumi segandu ini tidak memiliki ajaran, peraturan, hukum bahkan agama,suku tersebut bahkan tidak mengikuti sistem peraturan yang di selenggarakan oleh pemerintah. Suku dayak membuat peraturan sendiri dan kepercayaan bagaimana cara menjalani hidupnya dengan baik. Walaupun suku dayak bumi segandu ini yang terletak di desa losarang kabupaten indramayu dan berbaur dengan penduduk asli tetapi suku dayak ini tidak mengganggu warga tersebut yang berada di sekitar wilayah suku dayak. Identitas diri pada suku dayak pun tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Keengganan mereka untuk terikat dengan aturan-aturan formal, terbukti dari keengganan mereka membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Padahal kepemilikan KTP dan identitas kependudukan atau kewarganegaraan adalah hak sipil bagi semua warga negara yang telah cukup umur. Salah satu penyebab keenganan warga kelompok ini untuk memenuhi hak sipil mereka adalah karena adanya keharusan mengisi kolom agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam format KTP, sementara mereka  tidak mengikatkan diri pada salah satu agama maupun Organisasi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

 

BAB III

PENUTUP

 

Dari hasil pengamatan sepintas, penulis dapat merumuskan beberapa kesimpulan mengenai suku Dayak bumi segandu ini antara lain :

Suku Dayak Hindu-Budha Bumi Segandu Indramayu, adalah sebuah komunitas independen, yang tidak mengikatkan diri pada salah satu agama, organisasi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maupun partai politik tertentu, maupun organisasi kemasyarakatan.

Warga komunitas ini meyakini ajaran yang diajarkan oleh pimpinan mereka, Takmad Dinigrat, yang disebut dengan ajaran "Sajarah Alam Ngaji Rasa". Inti ajaran ini adalah mencari kebenaran, melalui penyatuan diri dengan alam, pemuliaan terhadap lingkungan alam, pengabdian kepada keluarga, berperilaku jujur dan sabar.

Istilah "Suku Dayak" yang mereka kenakan sebagai identitas kelompok ini, bukanlah "suku" dalam etnik (suku bangsa), melainkan sebuah istilah dalam bahasa Jawa Indramayu. Demikian pula kata "Dayak" bukan dalam arti suku bangsa Dayak, melainkan juga diambil dari kata dalam bahasa Jawa Indramayu, yang artinya menyaring atau memilih.

Pemimpin kelompok ini telah mengalami banyak kekecewaan hidup yang menimbulkan sikap apatis mereka terhadap aturan-aturan formal pemerintah, maupun hak-hak sipil mereka. Sikap ini kemudian diikuti oleh para pengikutnya. Dalam pengamatan penulis, kelompok ini cenderung lebih mengarah pada suatu kelompok aliran kepercayaan, ketimbang kelompok suku bangsa sebagaimana mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai suku Dayak Hindu-Budha. Kesatuan dan kebersamaan mereka lebih didasari oleh adanya keyakinan bersama akan kebenaran ajaran yang diberikan oleh pemimpin mereka kepada warganya. Implikasi dari sering adanya bantuan dari luar yang diterima oleh kelompok ini, baik dari perorangan maupun kelembagaan, telah menimbulkan kekhawatiran pada pihak Pemerintah Daerah setempat, antara lain :

·         Dikhawatirkan oleh Pemerintah Daerah Setempat akan menimbulkan

·         Kecemburuan sosial dari warga masyarakat di sekitarnya.

·         Semakin banyak warga masyarakat di sekitarnya yang tertarik dengan

·         Ajaran-ajaran mereka, terlebih dengan banyaknya bantuan dari pihak luar sehingga menarik warga masyarakat di sekitarnya untuk bergabung  dengan komunitas ini. Padahal komunitas ini belum mendapat pengakuan dari Pemerintah Daerah Setempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini