Kamis, 11 April 2013

Teori Kritis_Kharisma Utama_Tugas Pertemuan Ke 4

Nama : Kharisma Utama
109051000179

Teori Kritis
Sejak abad pencerahan sampai era globalisasi ini, ada empat paradigma ilmu pengetahuan sosial dalam mengungkap hakekat realitas atau ilmu pengetahuan yang berkembang dewasa ini. Keempat paradigma itu ialah: positivisme, postpositivisme, konstruktivisme (constructivism) dan teori kritik (critical theory). Perbedaan paradigma ini bisa dilihat dari cara mereka memandang realitas dan melakukan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan, ditinjau dari tiga aspek pertanyaan: ontologis, epistemologis dan metodologis. Namun demikian, beberapa paradigma mempunyai cara pandang yang sama terhadap salah satu dari ketiga aspek pengembangan ilmu pengetahuan tersebut.
Teori kritis dimulai dengan tulisan Karl Marx dan Frederich Engels (pemikiran klasik) yang disebut "Marxisme", sebagai starting point. Secara garis besar teori kritis mempunyai suatu pengaruh yang substansial pada penelitian sosial dan bidang komunikasi, terutama Frankfurt School (mazhab Frankfurt). Kemudian, teori ini dikembangkan oleh tokoh-tokoh mazhab Frankfurt seperti, Max Horkheimer, Theodore Adorno, Herbert Marcuse, dan Jurgen Habermas, yang berangkat dari pemikiran "Marxisme".
Teori kritis berangkat dari cara melihat realitas dengan mengasumsikan bahwa selalu saja ada struktur sosial yang tidak adil, guna melawan kondisi sosial tersebut sehingga membangkitkan emansipasi atau membebaskan masyarakat dari tekanan tersebut. Tradisi kritis memandang sistem, struktur kekuasaan dan keyakinan  atau ideologi yang mendominasi masyarakat, dengan cara perspektif khusus yaitu kepada siapa kekuasaan berpihak.
Ilmu Sosial kritis berusaha membangun kesadaran sosial melalui teori dan aksi secara jelas memunculkan sifat normatif dan menggerakkkan perubahan dalam kondisi masyarakat yang ada. Sehingga teori-teori kritis kebanyakan memberi perhatian dan berpihak kepada kelompok-kelompok yang termarginalkan. Tradisi kritis menaruh minat pada penggunaan dan permainan bahasa. Bahasa dianggap oleh para teoretisi kritis digunakan pihak-pihak dominan untuk menyembunyikan kekuasaan. Bahasa mengkonstruksi pikiran dan menempatkan posisi masyarakat.
Ilmu sosial kritis pada dasarnya memiliki implikasi ekonomi dan politik, tetapi banyak di antaranya yang berkaitan dengan komunikasi dan tatanan komunikasi dalam masyarakat. Meskipun demikian, teoretisi kritis biasanya enggan untuk memisahkan komunikasi dan elemen-elemen lainnya dari keseluruhan sitem. Dengan kata lain, suatu teori kritis mengenai komunikasi (atau ekonomi, atau politik) perlu melibatkan kritik mengenai masyarakat secara keseluruhan.
Teori komunikasi kritis berhubungan dengan berbagai topik yang relevan, termasuk bahasa, struktur organisasi, hubungan interpersonal, dan media. Komunikasi itu sendiri menurut perspektif kritis merupakan suatu hasil dari tekanan antara kreatifitas individu dalam memberi kerangka pada pesan dan kendala-kendala sosial terhadap kreatifitas tersebut. Hanya jika individu benar-benar bebas untuk mengekspresikan dirinya dengan kejelasan dan penalaran, maka pembebasan akan terjadi, dan kondisi tersebut tidak akan terwujud sampai munculnya suatu tatanan masyarakat yang baru.
 Salah satu kendala utama pada ekspresi individu adalah bahasa itu sendiri. Kelas-kelas dominan masyarakat menciptakan suatu bahasa penindasan dan pengekangan, yang membuat kelas pekerja menjadi sangat sulit untuk memahami situasi mereka dan untuk keluar dari situasi tersebut. Kewajiban dari teori kritis adalah menciptakan bentuk-bentuk bahasa baru yang memungkinkan diruntuhkannnya paradigma dominan. Teori kritis mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kekuatan untuk memahami bagaimana seseorang ditindas sehingga orang dapat mengambil tindakan untuk merubah kekuatan penindas.
Tradisi kritis memiliki cakupan yang luas, diantaranya:
  1. Marxisme, ajaran Marx yang asli, sebagai dasar yang mengilhami tradisi kritis
  2. Teori Kritis Frankfurt School, yang mengabil dasar ajaran Marx, tetapi kemudian mengembangkannya dengan berbagai cara yang kreatif.
  3. Postmodernisme, sebagai aliran besar, beserta cabang-cabangnya, yaitu : Kajian Budaya, Poststrukturalisme, Postkolonialisme.
  4. Feminisme, yang secara spesisfik mempelajari "penjeniskelaminan" yang ada dalam berbagai kehidupan sosial.
Meskipun terdapat beberapa macam variasi ilmu sosial teori kritis, semuanya memiliki tiga asumsi dasar yang sama, yaitu:
  1. Semuanya menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu sosial interpretif. Yaitu bahwa ilmuwan kritis menganggap perlu untuk memahami pengalam orang dalam konteks. Secara khusus pendekatan kritis bertujuan untuk menginterpretasikan dan karenanya memahami bagaimana berbagai kelompok sosial dikekang dan ditindas.
  2. Pendekatan ini mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usahanya untuk mengungkap struktur-struktur yang seringkali tersembunyi. Kebanyakan teori-teori kritis mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kekuatan untuk memahami bagaimana seseorang ditindas sehingga orang dapat mengambil tindakan untuk merubah kekuatan penindas.
  3. Pendekatan kritis secara sadar berupaya meggabungkan teori dan tindakan. Teori-teori tersebut jelas normatif dan bertindak untuk mencapai perubahan dalam berbagai kondisi yang mempengaruhi hidup kita.

Daftar Pustaka
Sendjaja, S. Djuarsa. 1994. Teori komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nurdin. 2004. Komunikasi Massa. Yogyakrta: Pustaka Pelajar.
Baran, Stanley J. 2010. Teori Komunikasi Massa: Dasar, Pergolakan, dan Masa Depan. Jakarta:
Salemba Humanika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini