Kamis, 11 April 2013

Teori Kritis (Pendekatan Konteks Kepentingan)_ Semyanka Rizki Kurnia_ Tugas 4

Teori Kritis atau Critical Theory dikemukakan oleh sekelompok ilmuan dari sekolah Frankrurt seperti, Marx Horkheimer (1895-1973), Theodor Adorno (1903-1969), Erich Fromm (1898), Herbert Marcuse (1900), dan Jugen Habermas (1921) aliran ini disebut Frankurt School karena para pendukungnya bekerja pada Institut Riset Sosial Universitas Frankrut. Kebanyakan mereka berasal dari kelas menengah Yahudi dan pada waktu perang dunia kedua mereka melarikan diri ke Amerika Serikat. Teori yang mereka kemukakan disebut "teori kritis" karena dalam karya-karyanya mereka mengeritik berbagai hal yang ada di dalam masyarakat (Wallace & Wolf, 1980:103-104)

Teori kritis sebaian besar terdiri dari kritik terhadap berbagai aspek kehidupan social dan intelektual, namun tujuan utamanya adalah mengungkapkan sifat masyarakat secara lebih akurat (Bleich, 1977), seperti :
  • Kritik terhadap Teori Marxian. Teoritisi kritis ini merasa sangat terganggu oleh pemikir Marxis penganut determinisme ekonomi yang mekanistis (Antonio,1981; Schroyer1973; Sewart,1978). Teoritisi kritis tak menyatakan bahwa determinis ekonomi keliru ketika memusatkan perhatian pada bidang ekonomi, tetapi karena mereka seharusnya juga memusatkan perhatian pada aspek kehidupan social yang lain.
  • Kritik terhadap Positivisme. Kritik terhadap positivisme beberapa bagian berkaitan dengan kritik terhadap determinisme ekonomi karena beberapa pemikir determinisme ekonomi menerima sebagian atau seluruh positivisme tentang pengetahuan. Positivisme menerima gagasan bahwa metode ilmoah tunggal dapat diterapkan pada seluruh bidang studi. Positivisme mengambil ilmu fisika sebagai standar kepastian dan ketepatan untuk semua disiplin ilmu. Mereka yakin bahwa pengetahuan bersifat netral, dan mereka merasa bahwa mereka dapat mencegah masuknya nilai-nilai kemanusiaan kedalam pemikiran mereka. Aliran kritis menentang positivism karena beragai alasan. Pertama, positivis cenderung melihat kehidupan sosial sebagai proses alamiah. Singkatnya positivis dianggap mengabaiakn actor (Habermas, 1971), menurunkan actor ke derajat yang pasif dan ditentukan oleh kekuatan alamiah. Positivis diserang karena hanya menilai alat untuk mencapai tujuan tertentu, tanpa membuat penilaian serupa terhadap tujuan. Kritik ini mengarah ke pandangan bahwa positivism bersifat konservatif. Sedangkan kritis lebih suka memusatkan perhatian pada aktivitas manusia maupun pada cara-cara aktivitas tersebut memengaruhi struktur social yang lebih luas.
  • Kritik terhadap Sosiologi. Secara khusus kritis menyerang sosiologi karena ilmu itu sibuk dengan dirinya sendiri yakni menemukan metode-metode ilmiah dalam melakukan studi-studi sosiologis dan kurang terlalu peduli dengan nasib banyak orang di dalam masyarakat. Menurut kritis, sosiologi cenderung mempertahankan status quo padahal ia seharusnya menjadi agen perubahan. Aliran kritis juga berpandangan bahwa sosiologi harusnya mengeritik masyarakat secara serius dan mengupayakan perubahan social masa kini. Sosiologi juga telah melepaskan kewajibannya untuk membantu rakyat yang ditindas oleh masyarakat massa kini. Menurut anggota aliran kritis, sosiologi lebih memperhatikan masyarakat sebagai satu kesatuan ketimbang memperhatikan individu dalam  masyarakat, maka mereka mengabaikan interakasi individu dan masyarakat.
  • Kritik terhadap Masyarakat Modern.  Sebagian besar karya dari para ilmuan social dari Frankrurt School mengeritik masyarakat modern dengan berbagai komponennya. Menurut aliran kritis kehidupan yang mendominasi masyarakat modern telah beralih dari bidang ekonomi ke bidang kebudayaan. Karena itu, para ahli aliran kritis ini ingin memusatkan perhatiannya pada represi budaya atau tekanan yang disebabkan oleh kebudayaan terhadap individu. Pemikiran kritis tak hanya dipengaruhi oleh Marxian tetapi juga oleh teori Weberian. Menurut aliran ini, penyebab utama problem-problem social di dalam masyarakat modern telah bergeser dari sebab-sebab ekonomi ke sebab-sebab rasionalitas. Mereka membedakan dua macam rasionalitas yakni Rasionalitas Formal yang berhubungan dengan upaya-upaya yang paling efektif untuk mencapai tujuan tertentu, tujuannya adalah semata-mata untuk mencari cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan yang sudah didefinisikan oleh para penguasa yang sering kali menghalalkan berbagai cara. Sedangkan Rasional Substantif atau reason selalu memperhitungkan nilai-nilai kemanusiaan seperti keadilan, perdamaian, dan kebahagiaan dalam menentukan cara. Hal lain yang dikritik oleh kritis adalah tekhnologi. Marcuse misalnya memandang bahwa tekhnologi modern berperan penting sebagai metode pengendalian eksternal terhadapa individu yang baru, lebih efektif dan bahkan lebih menyenangkan. Marcuse tidak percaya bahwa tekhnologi itu bersifat netral, sebaliknya ia melihat tekhnologi sebagai alat untuk mendominasi orang lain atau rakyat. Alat itu begitu efektif karena ia kelihatan netral, walaupun dalam kenyataannya ia memperbudak orang. Tekhnologi diciptakan untuk menindas individualitas. Kebebasan bathiniyah individu diserbu oleh tekhnologi modern, akibatnya masyarakat itu bersifat satu dimensi saja (one dimensional society) atau biasa disebut dengan " masyarakat berdimensi tunggal". Marcuse tidak melihat tekhnologi sebagai musuh, tetapi tekhnologi sebagaimana diterapkan di dalam masyarakat modern oleh kelompok berkuasa yang menjadi alat untuk mendominasi orang-orang lain.
  • Kritik terhadap Kebudayaan Massa. Dalam diskusi tentang kebudayaan, para ilmuwan social dar Frankrurt School sangat pesimis dengan kebudayaan kontemporer yang mereka sebut sebagai kebudayaan massa. Kebudayaan massa adalahkebudayaan yang merupakan produk industry, seperti kebudayaan-kebudayaan yang disebar-luaskan oleh jaringan televise. Dengan kata lain, industry budaya telah menghasilkan kebudayaan yang secara konvensional disebut kebudayaan massa. Kebudayaan massa ini telah mengontrol kebudayaan modern. Ada dua hal yang mencemaskan dari para aliran ini yang berhubungan dengan kebudayaan massa. Pertama, mereka prihatin dengan kepalsuan-kepalsuan yang terdapat didalamnya. Para produser dari budaya ini menghasilkan sejumlah kepalsuan yang disebarluaskan secara massal melalui media massa dan media elektronik. Kedua, mereka merasa terganggu dengan efek-efek dari budaya ini yang menentramkan, membius tetapi menekan orang. Para aliran kritis juga berpendapat bahwa kebudayaan massa adalah alat yang dipakai untuk memanipulasi individu-individu untuk mengikuti apa saja yang ada di dalam masyarakat yang sudah 'diatur' itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini