KARL MARX
Munculnya marxisme dan teori kritis merupakan respon dari dua perspektif sebelumnya, yakni liberalisme dan realisme. Marxisme dan teori kritis menganggap bahwa liberalisme dan realisme merupakan perspektif yang terbatas, maka itu keduanya tidak fleksibel. Keduanya dapat dikatakan gagal dalam memaknai fenomena-fenomena, khususnya pada sistem internasional, yang terus berkembang. Realisme dan liberalisme dianggap hanya berpatokan pada orientasi aktor seperti power dan interest yang kurang memperhatikan proses sosial pada aktor yang pada dasarnya sudah dikrontruksi secara historis dan secara tersirat menolak kemungkinan adanya alternatif lainnya yang berupa proses produksi sosial. Teori yang di bawa oleh Karl Marx ini menyoroti aspek-aspek yang dimiliki manusia seperti self-productive secara sosial dan perlunya pertimbangan wawasan kritis yang mencakup budaya, politik, ekonomi, dan aspek-aspek dalam proses tersebut.
Marxisme
Seperti realisme dan liberalisme, marxisme turut berpatokan pada sifat dasar manusia sebagai pembangun asumsi-asumsi dasarnya. Menurut marxisme, pada dasarnya manusia bersifat berhubungan (relational) dan beriorientasi pada proses (process oriented), hal ini di didukung oleh argumen Marx bahwa manusia sekiranya bertindak karena adanya proses sosial yang saling berhubungan Hal itu menandakan bahwa manusia bukanlah makhluk yang egois. Berkaitan dengan kehidupan sosial manusia sebagai proses hubungan, Marx menyuguhkan dialektika pemahaman sejarah, dimana manusia adalah makhluk sejarah yang memproduksi sejarah serta menjadi produk proses sejarah. Proses ini dipahami pula sebagai dialektika agen dan struktur. Agen sendiri adalah aktor sosial yang berperan dalam hubungan sosial dan struktur merupakan penentu peran aktor tersebut.
Berbagai asumsi dasar yang berpatokan pada sifat dasar manusia yang diusung oleh kaum Marxist juga hadir untuk mengkritisi era kapitalisme di Eropa pada abad ke-19. Kapitalisme sendiri dapat dipahami sebagai sistem sosial dimana lingkup ekonomi diprivatisasi dan terdepolitisasi, serta menghendaki adanya kelas-kelas dalam masyaraka. Terdapat dua kelas dalam masyarakat dalam sistem kapitalisme, yakni kaum borjuis sebagai kelompok pemilik modal dan penguasa sumber produksi; dan kaum proletar yakni kaum yang tidak memiliki modal dan tidak menguasai sumber produksi, sehingga satu-satunya sumber penghasilan mereka adalah jasa yang dapat diberikan untuk kaum borjuis. Maka, politik menjadi terbatas pada kaum-kaum tertentu, yakni kaum borjuis, sebaliknya marxisme membuka pemikiran baru akan adanya penghapusan kelas-kelas yang dinilai hanya membatasi politik. Menurut marxisme, sistem kapitalisme dinilai disabling, eksploitatif, dan tidak demokratis. Disabling, karena pada dasarnya kaum kapitalisme secara langsung mendistorsi kehidupan sosial dan memunculkan ketidakjelasan kemungkinan self-determination secara sosial. Eksploitatif, karena sistem kapitalisme hanya memanfaatkan kaum proletar yang pada dasarnya berjasa besar dalam memproduksi produk dan secara tidak langsung membeli produk-produk yang telah mereka hasilkan dari kaum borjuis untuk pemenuhan kebutuhan. Kepemilikan sumber produksi oleh kaum borjuis secara pribadi telah mengeliminasi kemungkinan bagi kaum proletar untuk berkembang. Terakhir ialah tidak demokratis. Sistem kapitalisme dipahami pada segi sejarah, dalam era feodal, kaum borjuis (bangsawan) secara koersif mengambil alih perekonomian dan perpolitikkan, dimana pemerintah juga bergantung pada pihak swasta, sehingga terlihat jelas bahwa sistem kapitalis yang berkembang sangatlah tidak demokratis. Dalam penjabaran asumsinya, marxisme berpendapat bahwa sistem kapitalisme ini dapat meluas menjadi kolonialisme dan imperialisme.
Teori Kritis
Jika dalam pandangan Marxis lebih melihat adanya dominasi ekonomi dalam bentuk penguasaan sumber dan alat produksi, maka teori kritis lebih menekankan aspek budaya dan ideologi yang ada dibaliknya. Teori ktiris mencoba untuk merekonstruksi pandangan Marx yang dinilai terlalu memberi tekanan pada bentuk-bentuk produksi (mode of production) dan mengabaikan aspek-aspek lain di luar kekuatan ekonomi.
Dominasi akan pengetahuan menjadi titik tolak utama dalam teori kritis. Teori kritis berupaya menunjukkan adanya bentuk ketidakadilan dan hegemoni yang terstruktur dan terbentuk dalam masyarakat.
Penindasan dalam teori kritis maupun Marxis mempunyai arti yang relatif sama yaitu ketika setiap manusia tidak mempunyai kebebasan dalam menentukan nasibnya sendiri. Namun yang perlu digarisbawahi adalah penindasan di sini lebih ditekankan Marxis pada eksploitasi ekonomi ketika manusia tidak dapat mengakses sumber produksi. Sementara itu penindasan dialamatkan teori kritis pada serangkaian kegiatan yang menghegemoni pemikiran manusia. Teori kritis mencoba untuk menggambarkan adanya "pemaksaan" sistematis dan persuasif yang dibentuk oleh pemilik kepentingan yang mempunyai kekuasaan untuk membentuk ide dan pandangan manusia yang kemudian akan menentukan pola tindakan manusia tersebut yang kemudian akan dijadikan norma budaya sosial yang membentuk peradaban manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa hegemoni bekerja pada ranah ideologi dimana pihak yang berkuasa dapat memperoleh legitimasi dan pembenaran atas tindakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar