TINGKAT EKONOMI RENDAH MEMPENGARUHI BUDAYA MENGEMIS PADA MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
Sosok pengemis dengan berbagai macam atributnya telah melahirkan sebuah persepsi kurang menyenangkan baik dari sisi sosial maupun ekonomi. Fenomena munculnya pengemis diindikasikan karena himpitan ekonomi yang disebabkan sempitnya lapangan kerja, sumber daya alam yang kurang menguntungkan dan lemahnya sumber daya manusia (SDM). Praktek mengemis merupakan masalah sosial, di mana mereka dianggap telah menyimpang dari nilai dan norma-norma yang berlaku. Mereka adalah orang sehat dengan kondisi tubuh yang tidak kurang apapun (Bina Desa, 1987 : 3). Antropolog Parsudi Suparlan (1986; 30) berpendapat bahwa gelandangan dan pengemis sebagai suatu gejala sosial yang terwujud di perkotaan dan telah menjadi suatu masalah sosial karena beberapa alasan. Pertama, di satu pihak menyangkut kepentingan orang banyak (warga kota) yang merasa wilayah tempat hidup dan kegiatan mereka sehari-hari telah dikotori oleh pihak gelandangan, dan dianggap dapat menimbulkan ketidaknyamanan harta benda. Kedua, menyangkut kepentingan pemerintah kota, di mana pengemis dianggap dapat mengotori jalan-jalan protokol, mempersukar pengendalian keamanan dan mengganggu ketertiban sosial. Tidak ditemukan data secara pasti yang mencatat sejak kapan munculnya tradisi mengemis.
Akan tetapi, beberapa informan mengatakan bahwa tradisi mengemis itu telah ada sejak zaman penjajahan
Belanda, antara tahun 1930-1940an. Bertahannya budaya mengemis
tersugesti oleh 'filsafat hidup' yang dipegang oleh leluhur bahwa
kalau ingin kaya harus miskin dulu, di mana miskin dimaknai dengan
susahnya untuk mempertahankan hidup, sehingga pemikiran itu mendorong
orang untuk giat bekerja dan berperilaku hemat dengan apa yang mereka
dapat.
B. Rumusan Masalah
Dari realitas di atas, muncul pertanyaan mengapa masyarakat yang tidak
kekurangan secara ekonomi mau menekuni profesi menjadi pengemis,
bahkan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan
bagaimana pandangan mereka tentang profesi ini, serta nilai-nilai apa
yang disosialisasikan sehingga mendorong mereka berprofesi sebagai
pengemis.
Penelitian ini difokuskan untuk melihat secara etnografis berbagai hal
menyangkut keberadaan komunitas pengemis, khususnya menyangkut
persepsi mereka tentang profesi mengemis, bagaimana proses sosialisasi
nilai itu terjadi baik pada lingkup keluarga maupun di dalam lingkup
masyarakat (komunitas) yang lebih luas. Masalah lain yang dikaji
adalah model-model (modus operandi) dalam praktek mengemis, serta
jaringan antara pengemis yang ada di desa tersebut.
C. Teori Pendukung
Menurut Durkheim, sosialisme mencerminkan gerakan yang diarahkan pada
pembaruan moral masyarakat melalui moralitas ilmiah dan ia tidak
tertarik pada metode politik jangka pendek atau pada aspek ekonomi
dari sosialisme. Ia tak melihat proletariat sebagai penyelamat
masyarakat dan ia sangat menentang agitasi atau tindak kekerasan.
Menurut Durkheim, sosialisme sangat berbeda dari apa yang biasanya
kita pikirkan sebagai sosialisme. Bagi Durkheim, sosialisme
mencerminkan sebuah system dimana didalamnya perinsip moral ditemukan
melalui studi sosiologi ilmiah ditempat perinsip moral itu diterapkan.
Menurut Emil Durkheim, sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam
masyarakat dan proses-proses social.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai budaya mengemis ini dibuat untuk mengetahui apakah
faktor tingkat ekonomi yang rendah mengakibatkan suatu kebiasaan
menjadikan kebudayaan masyarakat untuk lebih banyak meminta atau
mengemis dibandingkan untuk memberi kepada orang lain. Penelitian ini
juga dimana sasaran akhir adalah meningkatkan partisipasi dari orang
lain yang mau mengeluarkan ide / pemikiran / solusi sampai
penghimpunan dana untuk membantu hidup mereka, minimal pembekalan
keterampilan mereka agar dapat berwiraswasta untuk menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Penelitian
Agar penelitian ini terarah sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang
diterapkan, maka perlu terlebih dahulu disusun konsep pemikiran dalam
melaksanakan penelitian ini. Penelitian ini menganalisis tentang
banyaknya jumlah gelandangan dan pengemis di Pusat Perbelanjaan
seperti Mall dan Pasar, Latar Belakang Pengemis, dan Alasan Pengemis.
B. Metode dan Pelaksanaan Penelitian
Metode pelaksanaan dilakukan dengan kualitatif karena akan menggali
seberapa dalam masalah sosial yang diteliti salah satunya dengan
mewawancarai, dengan wawancara sample langsung kita akan mengetahui
masalah yang terjadi. Kualitas hasil wawancara ditentukan dari
kualitas pertanyaan yang diajukan.
1. Wawancara Sample Pertama
Fitta : Assalamu'alaikum maaf mengganggu bu boleh saya mewawancarai
ibu sebentar..?
Ibu Aminah : Wa'alaikum salam, oh ia boleh de.
Fitta : Nama ibu siapa terus usia ibu berapa?
Ibu Aminah : Saya Aminah usia saya 65 tahun.
Fitta : Ibu berasal dari daerah mana?
Ibu Aminah : saya dari Bogor, de.
Fitta : sudah berapa tahun ibu tinggal dan mengemis di Jakarta terus
tinggal dimana ibu? Maaf ya bu
Ibu Aminah : ±2 tahun, disini saya tidak punya tempat tinggal, saya
tidur dimana aja sama anak-anak jalanan.
Fitta : sebab ibu rela menjadi pengemis apa bu?
Ibu Aminah : sebenarnya saya tidak mau menjadi pengemis, tapi harus
bagaimana lagi, dulu saya pemulung, dibantu oleh suami dan anak saya,
kemudian suami saya meninggal, disitu saya putus asa, ekonomi saya
semakin menipis dan saya harus ngasih makan pada anak kedua saya.
Kemudian ada ibu-ibu dikampung saya mengajak saya ikut dengannya, saya
bertanya "mau dibawa kemana bu? Terus pekerjaannya apa?" tanya saya,
ibu - ibu itu menjawab,"pokoknya ibu ikut saya, nanti juga tahu"
setelah saya ikut dengannya ternyata saya diajak mengemis di Jakarta
dan anak saya di titipkan di panti asuhan.
Fitta : oh seperti itu, terus apakah ibu tidak takut tidur dimana aja?
Ibu Aminah : tidak de, karna sudah biasa, terus anak-anak jalanannya juga baik.
Fitta : maaf buu, penghasilan ibu sehari rata-rata berapa ya bu?
Ibu Aminah : Ah saya tidak banyak de, tidak seperti orang-orang di
pusat kota sehari paling banyak 30.000, seringnya mendapat 20.000 atau
15.000.
Fitta : Dari dan sampai jam berapa ibu keliling?
Ibu Aminah : dari jam 6 sampai 3 sore atau sampai dzuhur.
Fitta : Bu, Apakah ada pengemis lain yang mengemis uangnya hanya untuk
berfoya-foya?
Ibu Aminah : Oh banyak de, mereka mengemis hanya untuk mabuk-mabukan,
senang-senang, melupakan ibadah. ibu sangat menyayangkannya, ingat ya
de kita jangan sampai ketinggalan shalat yang 5 waktu.
Fitta : Pasti bu, Insyaallah tidak akan sampai begitu. Harapan ibu
kepada Pemerintah apa?
Ibu Aminah : Harapan saya, saya ingin pemerintah memberikan pekerjaan
kepada pengemis - pengemis seperti saya, seperti rencana pemerintah
di Jakarta, yang akan memperkerjakan anak jalanan, pengemis, dll
sebagai pembersih jalan dan menggajihnya setiap bulan, itu sangat
mulia
dibandingkan pekerjaan ini, tapi saya sangat menyayangkan kepada
pengemis Jakarta yang tidak mau diatur oleh Pemerintah.
Fitta : emmm gitu,, Ibu mungkin segini saja, maaf ya bu sudah
mengganggu waktu ibu, makasi atas perhatiannya.
Ibu Aminah : oh ia de sama-sama
2. Wawancara Sample Kedua
Untuk Sample kedua dibuat 20 pertanyaan yang memiliki bobot untuk
meningkatkan kualitas hasil wawancara karena sample kedua ini
merupakan anak jalanan yang pada saat diwawancarai pun terkesan malu –
malu.
1.Apakah kamu masih sekolah?
Ya, saya masih sekolah kelas V SD
2.Jika kamu masih sekolah, lantas apa yang kamu lakukan di jalanan?
Saya berada di jalanan untuk membantu ibu mencari uang dengan cara mengemis
3.Dalam semingggu, berapa kali kamu melakukan pekerjaan ini?
Hampir setiap hari aku ke tempat ini untuk bekerja, mulai siang sampai malam
4.Kapan dan di mana kamu biasa melakukan pekerjaan ini?
Saya berada di tempat ini setelah saya pulang sekolah sampai nanti
malam. Saya biasanya mencari yang di depan Cinere Mall sini
5.Sejak kapan kamu melakukan pekerjaan ini?
Saya melakukan pekerjaan ini sejak saya duduk di kelas IV SD
6.Apakah kamu masih mempunyai keluarga?
Saya masih mempunyai keluarga, tapi ayah saya sudah tidak ada. Jadi
saat ini saya tinggal bersama ibu dan adik saya
7.Bagaimana kondisi ekonomi keluarga kamu?
Kondisi ekonomi keluarga saya masih kekurangan, makanya saya bekerja seperti ini
8.Apakah penghasilan dari pekerjaan ini cukup untuk kebutuhan sehari-hari?
Kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan makan masih cukup, tapi jika
untuk kebutuhan yang lain masih kurang
9.Bersama siapa kamu biasa melakukan pekerjaan di jalanan ini?
Saya melakukan pekerjaan ini bersama ibu dan adik saya
10.Apa yang membuat kamu bersedia melakukan pekerjaan ini?
Saya mau melakukan pekerjaan ini karena kemauan saya sendiri untuk
membantu perekonomian keluarga dan meringankan beban ibu
11.Apa pendapat kamu tentang sekolah?
Saya merasa sekolah itu tidak enak, lebih enak bermain dengan teman
sambil mencari uang
12.Menurut kamu apakah pekerjaan ini tidak mengganggu kegiatan belajar?
Saya tidak merasa terganggu dengan pekerjaan saya sebagai pengemis disini
13.Apakah kamu tidak takut menghadapi dunia di jalanan yang keras?
Tidak, soalnya saya sudah biasa tinggal di jalanan seperti ini.
Lagipula disini temannya juga banyak
14.Permasalahan apa yang sering kamu hadapi saat kamu berada di jalanan?
Ya, saya pernah tertangkap razia paling permasalahan yang sering
timbul adalah pada saat ada razia petugas keamanan
15.Pernahkah kamu tertangkap razia petugas keamanan?
Ya, saya pernah tertangkap razia
16.Apa yang kamu lakukan pada saat ada razia oleh petugas keamanan?
Begitu saya tahu akan ada razia, saya langsung lari dan bersembunyi
ditempat yang aman
17.Apa yang dilakukan petugas keamanan kepada kamu jika kamu tertangkap razia?
Saya pernah dipukul, diinjak dan dicubit oleh petugas keamanan
18.Adakah kebahagiaan yang pernah kamu dapatkan sebagai anak jalanan?
Tidak ada, lebih enak tinggal di rumah bisa main dengan teman-teman
dantidak perlu dikejar-kejar sama petugas keamanan
19.Apa harapan dan cita-cita kamu sebenarnya?
Tidak tahu, yang jelas saya ingin bermain di rumah dengan teman-teman
20.Apa suka duka kamu saat menjadi anak jalanan?
Sukanya pada saat dapat uang banyak, kalau dukanya pada saat ditangkap
petugas keamanan.
C. Analisa Penelitian
Dari kedua wawancara di atas dapat dianalisa bahwa faktor rendahnya
ekonomi sangat mepengaruhi masyarakat kelas bawah seperti ibu dan anak
jalanan untuk mengemis, selain itu juga sulitnya mencari pekerjaan di
kota besar menyebabkan mengambil jalan pintas yang mudah yaitu
mengemis atau meminta – minta. Belum lagi mereka tidak memiliki skill
atau kemampuan untuk berwiraswata sehingga apa yang didapat dari hasil
mengemis hanya untuk biaya kehidupan sehari-hari.
Dari analisa ini sebenarnya kita sama – sama tahu bahwa tingkat
ekonomi rendah sangat mempengaruhi dalam budaya mengemis, Seharusnya
dari pemerintah memiliki solusi selain melarang adanya pengemis di
ibukota dan pengamanan satuan pamong praja, harusnya mereka disalurkan
ke lembaga kemasyarakatan untuk dibina serta diarahkan supaya memiliki
skill atau kemampuan agar dapat berwiraswasta untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Lembaga – lembaga independen atau lembaga kemasyarakatan juga sudah
banyak muncul ditengah masyarakat namun kurang banyak dukungan,
biasanya terkendala masalah dana. Dari peneitian ini penulis mengajak
pembaca agar ikut andil dalam kegiatan kemasyarakatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat ekonomi rendah
sebagai penyebab munculnya budaya mengemis di masyarakat walaupun ada
faktor – faktor lain seperti sulitnya mendapat pekerjaan yang layak
dan kurangnya kemampuan masyarkat untuk berwiraswasta.
B. Saran
Penulis menyarankan kepada pemerintah agar memiliki solusi mengatasi
pengemis di ibukota bukan hanya menindak seperti penertiban Satuan
Polisi Pamong Praja namun juga menyalurkannya ke lembaga – lembaga
kemasyarakatan. Selain pemerintah, peran masyarakat juga sangat
dibutuhkan dalam pengubahan pola pikir, penghimpunan dana menjadi
donatur lembaga, bisa juga berbagi ilmu kepada mereka sehingga menjadi
ilmu yang bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar