PANDANGAN AGAMA MENURUT EMILE DURKHEIM DAN AUGUST COMTE
A. Agama Menurut Pandangan Emile Durkheim
Semua keyakinan agama yang diketahui, baik sederhana maupun kompleks, mempunyai satu ciri yang sama, semua nya berisikan suatu sistem penggolongan mengenai apa yang difikirkan manusia ke dalam dua golongan yang saling bertentangan. Dunia dibagi menjadi dua golongan yaitu sacret dan profane. Secret berisikan unsur distinktif pemikiran agama; kepercayaan mite, dogma dan legenda yang menjadi respresentasi atau sistem representasi hakikat hal-hal yang sacret, kebaikan dan kekuatan yang dilekatkan padanya, atau hubungan-hubungannya satu sama lain dan termasuk hubungan yang profane.
Di lain pihak, kita tidak boleh lupa bahwa hal-hal yang secret dari setiap tingkatan, dan biasa terjadi bahwa manusia merasa dirinya sendiri relatif tentram.
Menurut teori Durkheim, Agama bukanlah `sesuatu yang di luar', tetapi `ada di dalam masyarakat' itu sendiri, agama terbatas hanya pada seruan kelompok untuk tujuan menjaga kelebihan-kelebihan khusus kelompok tersebut. Oleh karena itu, agama dengan syariatnya tidak mungkin berhubungan dengan seluruh manusia. Kedudukan agama di sini sama dengan kedudukan kekerabatan, kesukuan, dan komunitas-komunitas lain yang masih diikat dengan nilai-nilai primordial. Masyarakat yang masih sederhana, dengan tingkat pembagian kerja yang rendah terbentuk oleh solidaritas mekanis.
Di lain pihak, kita tidak boleh lupa bahwa hal-hal yang secret dari setiap tingkatan, dan biasa terjadi bahwa manusia merasa dirinya sendiri relatif tentram.
Menurut teori Durkheim, Agama bukanlah `sesuatu yang di luar', tetapi `ada di dalam masyarakat' itu sendiri, agama terbatas hanya pada seruan kelompok untuk tujuan menjaga kelebihan-kelebihan khusus kelompok tersebut. Oleh karena itu, agama dengan syariatnya tidak mungkin berhubungan dengan seluruh manusia. Kedudukan agama di sini sama dengan kedudukan kekerabatan, kesukuan, dan komunitas-komunitas lain yang masih diikat dengan nilai-nilai primordial. Masyarakat yang masih sederhana, dengan tingkat pembagian kerja yang rendah terbentuk oleh solidaritas mekanis.
Agama bisa dikatakan sebagai hambatan bagi suatu proses yang dikehendaki, dan agama memang menghadapi konflik. Persoalan yang timbul dari perebutan sumberdaya akan akan menyeret agama kedalam suatu konflik, apabila agama dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Namun, banyak yang menentang Pandangan Durkheim bahwa seruan Tuhan itu terbatas hanya pada seruan kelompok saja, dinggap tidak benar dan bahkan kebalikan yang terdapat dalam agama. Sebab dalam agama, pada umumnya seruan Tuhan tidak membatasi suatu kelompok tertentu. Bahkan seruan Tuhan menyeluruh untuk semua manusia pada persamaan dan persaudaraan.
B. Agama Menurut Pandangan August Comte
Desakan untuk mendirikan agama positif terutama karena mengingat runtuhnya tatanan sosial tradisional, yang sebelumnya sudah memuncak dalam Revolusi Prancis dan Comte khawatir kalau sampai mengarah ke anarki.
Sementara humanias merupakan obyek utama pemujaan dalam agama baru itu, konsep humanias terlalu kabur untuk orang yang mau mengenalnya (khususnya masyarakat biasa).
Comte menjadi demikian otoriter sehingga kelihatannya dia tidak dapat menyatakan dirinya sebagai "Pendiri Agama Universal, Imam Agung Humanias", dengan menunjukkan jalan-jalannya secara sangat terperinci. Sekali tatanan sosial baru dengan agama Humanias barunya itu didirikan, Comte mengharapkan bahwa ahli sosiologi moral dan imam-imam, dengan memberikan pengarahan pada pemimpin-pemimpin industry dan politik, serta meningkatkan rasa keterarahan kepada orang lain dan penyatu-rasaan dengan humanias.
Wawasan Comte terhadap konsekuensi-konsekuensi yang menguntungkan dan ramalannya mengenai tahap positif postreligius dalam evolusi manusia menghadapkan dia pada masalah rumit. Tidak seperti pemikir-pemikir radikal dan revolusioner semasa dia, Comte menekankan perhatiannya pada keteraturan sosial. Dia khawatir bahwa anarki intelektual dan sosial dizamannya akan menghancurkan basis untuk kemajuan yang mantap. Begitu dia melihat sejarah, dia mengakui bahwa agama dimasa lampau sudah menjadi satu tonggak keteraturan sosial yang utama. Agama merupakan dasar untuk "consensus universal" dalam masyarakat, dan juga mendorong identifikasi emosional individu dan meningkatkan altruism.
Dengan agak sederhana Comte mengemukakan gagasan untuk mengatasi masalah ini dalam tahap kedua karirnya, dengan mendirikan suatu agama baru "Agama Humanias" dan mengangkat dirinya sebagai imam agung. Agama Humanias Comte merupakan satu gagasan utopis untuk mereorganisasi masyarakat secara sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar