Selasa, 18 September 2012

TUGAS II / MUHAMMAD RIDHO ANDRIANSYAH / KPI 1E

PEMIKIRAN TENTANG AGAMA MENURUT EMILE DURKHEIM & COMTE
A.            
              Pemikiran agama menurut Comte
     
       August comte mendirikan agama humanitas sementara humanitas merupakan objek utama pemujaan dalam agama baru, konsep humanitas terlalu kabur untuk orang yang mau mengenal nya khususnya masyarakat biasa. Supaya konsep ini dapat ditangkap wanita atau kewanitaan dapat di sembah sebagai perwujudan kehidupan perasaan dan sebagai pernyataan yang paling lengkap dari cinta dan altruisme, menurut konsep nya banyak dari pemujaannya terhadap perasaan dan cinta yang merugikan akal budi merupakan penyangkalan terhadap gagasan gagasan positifis yang di sanjung-sanjungnya dalam buku nya course of positive philosophy, serta keperrcayaan akan kemajuan yang mantap dari pikiran manusia, dengan janji untuk suatu masyarakat yang lebih cerah di masa yang akan datang . kenalan-kenalannya juga berpendapat bahwa usul-usulnya untuk mengatur seluas mungkin segi-segi kehidupan yang terbilang jumlahnya terasa memuakan dan menjijikan.
   
      Namun demikian gagasan-gagasan pengaturan yang demikian itu terus di kemukakan nya. Pun proyek-proyek penelitian ilmiah harus tunduk pada pengujian apakah menyumbang pada tujuan meningkatnya kebahagiaan manusia dan cinta atau tidak. Comte menjadi sedemikian otoriternya, sehingga keliatannya dia tidak dapat membayangkan suatu masyarakat ''positivistis'' yang cerah akan muncul tanpa dia. Ia m,enyatakan dirinya adalah sebagai ''pendiri agama universal, himam agung humanitas'',dengan menunjukan jalan-jalannya secara sangat terperinci. Untuk mengimbangi berkurangnya dukungan intelektual dari para pengagumnya, akhirnya dia beralih kemasyarakat luas dan barbagai pimpinan politik. Dia menulis suatu buku berjudul positivist chatechives untuk wanita dan pekrja, dan sebuah lagi berjudul appeal to conservatives untuk pemimpin-pemimpin politik. Sekali tatanan sosial baru dengan agama humanitas barunya itu didirikan, comte mengharapkan bahwa ahli sosiologi lainnya akan menginguti bimbingannya dengan berperan sebagai penjaga-penjaga moral dan imam-imam, dengan memberikan pengarahan pada pemimpin-pemimpin industri politik, serta meningkatkan rasa keterarahan  kepada yang lain dan penyatu-rasaan dengan humanitas. Inilah gagasan misi comte di tahun 1857 pada waktu dia mendapat serangan kanker, dan meninggal.
 
B.      Pemikiran agama menurut E. DURKHEIM
 
     Semua keyakinan agama yang di ketahui, baik sederhana maupun kompleks, mempunyai satu ciri yang sama, semuanya berisikan suatu sistem penggolongan mengenai segala sesuatu baik yang nyata maupin ideal mengenai apa yang difikirkan manusia.
Manusia.
   Dunia di bagi menjadi dua golongan: yang pertama, semua yang di anggap sacred, dan kedua adalah semua yang profance. Yang sacred berisikan insur distinktif pemikiran agama, kepercayaan mite, dogma dan legenda yang menjadi representasi atau sistem representasi hakikat hal-hal yang sacred. Kebaikan dan kekuatan yang di lekatkan padanya, atau hubungan-hubungannya satu sama lain dan termasuk hubungan dengan yang profance.
   Secara alamiah sacred di anggap lebih tinggi martabat dan kekuasaannya terhadap profance, anggapan yang amat dekat dengan kehidupan manusia yang nyata mengenai dirinya sendiri. Tetapi juga sebagai persaingan, iri hati, dan kebencian satu sama lain. Oleh karena manusia tidak bisa sepenuhnya termasuk ke dalam salah-satu dunia kecuali dengan syarat harus meninggalkan yang lain sepenuhnya, mereka di paksa menarik dirinyadiriya sendiri sepenuhnya dari dunia profane,agar hidup dalam kehidupan agama yang ekslusif. Karena itu datang monatisisme yang seolah-olah diorganisasi di luar danterpisah dari lingkungan alam dimana manusia masuk kedalam dunia yang berbeda, dekat dengan yang pertama, dan hampir berlawanan. Itulah sebabnya muncul ascetisme mistik yang objeknya berakar di luar diri manusia, semua perletakan pada dunia profane yang tetap ada dalam dirinya. Dari situ berasal dari sebuah bentuk bunuh diri agama , proses logis dari ascetisme ini, karna satu-satunya cara melepaskan diri sepenuhnya dari kehidupan profane adalah, meninggalkan kehidupan itu sendiri.
    Agar lebih jelas lagi, " larangan " ini terus berlangsung selama komunikasi anatara kedua dunia ini mustahil, karena apabila yang profane dapat memasuki dunia yang sacred tadi, maka yang sacred tadi akan kehilangan arti. Tetapi, di samping kenyataan tegaknya pola hubungan ini merupakan hasil proses yang kompleks dalam mempertahankan perbedaan, dan sukar sekali terjadi, kecuali jika profane telah kehilangan ciri yang spesifik pada tingkat tertentu menjadi sacred. Kedua golongan ini bahkan tidak bisa saling mendekati dan pada saat yang sama mempertahankan sifat-sifat dasarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini