Nama : Fauzia Firdawati
Jurusan : Kesejahteraan Sosial/IIA
NIM : 1113054100006
Teori Emile Durkheim
1. Mengenal Emile Durkheim
Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis, 15 April 1858. Ia dilahirkan dalam keturunan Yahudi dan belajar untuk menjadi pendeta. Tetapi, ketika beranjak remaja ia menolak menjadi pendeta. Sejak itu, perhatiannya terhadap pendidikan agama lebih bersifat akademis. Ia bukan hanya kecewa terhadap pendidikan agama, tetapi juga pendidikan umumnya. Ia menolak karir tradisional dalam filsafat dan berupaya mendapatkan pendidikan ilmiah yang dapat disumbangkan untuk pedoman moral masyarakat.
Meski ia tertarik pada sosiologi ilmiah tetapi waktu itu belum ada bidang studi sosiologi sehingga antara 1882 – 1887 ia mengajar filsafat di sejumlah sekolah di Paris. Keinginannya untuk mencari ilmu semakin besar sehingga ia melakukan perjalan ke Jerman, dan berkenalan dengan psikologi ilmiah yang dirintis oleh Wilhelm Wundt (Durkheim, 1887/1893). Ia juga sempat menerbitkan sejumlah buku yang sekaligus membantunya mendapatkan Jabatan Filsafat Universitas Bordeaux tahun 1887. Disinilah ia untuk pertama kalinya memberikan kuliah ilmu social di Universitas Perancis.
Tahun – tahun berikutnya ditandai oleh serentetan kesuksesan pribadi. Kini Durkheim sering dianggap menganut pemilik konservatif dan pengaruhnya dalam kajian sosiologi jelas bersifat konservatif pula. Tetapi di masa hidupnya ia dianggap berpikiran liberal. Hal ini membuat Durkheim merasa sangat terluka, terutama oleh pandangan anti-Yahudi yang melatarbelakangi pengadilannya. Secara luas ia melihatnya sebagai gejala penyakit moral yang dihadapi masyarakat Perancis sebagai keseluruhan (Birnbaum dan Todd, 1995).
2. Teori Teori Emile Durkheim
A. Teori Solidaritas
Menurut Emile Durkheim, “Solidaritas merupakan kesetiakawanan yang menunjuk pada suatu keadaan hubungan individu dengan didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.”
Teori solidaritas terbagi menjadi dua bagian, sebagai berikut :
· Solidaritas mekanis
Solidaritas mekanis dibentuk oleh hokum represif karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain, dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap system nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu. Pelanggar akan dihukum atas pelanggaranya terhadap system moral kolektif. Meskipun pelanggaran terhadap system moral hanya pelanggaran kecil namun mungkin saja akan dihukum dengan hukuman yang berat.
· Solidaritas organic.
Masyarakat solidaritas organic dibentuk oleh hukum restitutif. Dimana seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi untuk kejahatan mereka, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau sekmen tertentu dari masyarakat bukannya terhadap sistem moral itu sendiri. Dalam hal ini, kurangnya moral kebanyakan orang tidak melakukan reaksi xecara emosional terhadap pelanggaran hukum. Durkheim berpendapat masyarakat modern bentuk solidaritas moralnya mengalami perubahan bukannya hilang. Dalam masyarakat ini, perkembangan kemandirian yang diakibatkan oleh perkembangan pembagian kerja menimbulkan kesadaran-kesadaran individual yang lebih mandiri, akan tetapi sekaligus menjadi semakin tergantung satu sama lain, karena masing-masing individu hanya merupakan satu bagian saja dari suatu pembagian pekerjaan sosial.
B. Fakta Sosial
Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manifestasi individual.
Durkheim membedakan dua tipe ranah fakta sosial:
a. Fakta sosial Material
Fakta sosial material lebih mudah dipahami karena bisa diamati. Fakta sosial material tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuta yang sama-sama berada diluar individu dan memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial nonmaterial.
b. Fakta sosial Nonmaterial
Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertentu, ia ada dalam fikiran individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika orang memulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan mematuhi hukumnya sendiri. Individu masih perlu sebagai satu jenis lapisan bagi fakta sosial nonmaterial, namun bentuk dan isi partikularnya akan ditentukan oleh interaksi dan tidak oleh individu. Oleh karena itu dalam karya yang sama Durkheim menulis : bahwa hal-hal yang bersifat sosial hanya bisa teraktualisasi melalui manusia; mereka adalah produk aktivitas manusia.
Jenis – jenis fakta social non material, sebagai berikut :
· Moralitas
· Kesadaran Kolektif
· Representasi Kolektif
· Arus social
· Pikiran Kelompok
C. Teori Bunuh Diri (Suicide)
Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relative merupakan fenomena konkrit dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus cara komparatif. Akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah untuk menunjukkan kekuatan disiplin Sosiologi. Dia melakukan penelitian tentang angka bunuh diri di beberapa negara di Eropa. Secara statistik hasil dari data-data yang dikumpulkannya menunjukkan kesimpulan bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap sturktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat.
Durkheim memusatkan perhatiannya pada 3 macam kesatuan sosial yang pokok dalam masyarakat:
a. Bunuh Diri dalam Kesatuan Agama. Dari data yang dikumpulan Durkheim menunjukkan bahwa angka bunuh diri lebih besar di negara-negara protestan dibandingkan dengan penganut agama Katolik dan lainnya. Penyebabnya terletak di dalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh masing-masing agama tersebut kepada para penganutnya.
b. Bunuh Diri dalam Kesatuan Keluarga. Dari penelitian Durkheim disimpulkan bahwa semakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar, mengikat orang pada kegiatan-kegiatan sosial di antara anggota-anggota kesatuan tersebut.
c. Bunuh Diri dalam Kesatuan Politik. Dari data yang dikumpulkan, Durkheim menyimpulkan bahwa di dalam situasi perang, golongan militer lebih terintegrasi dengan baik, dibandingkan dalam keadaan damai. Sebaliknya dengan masyarakat sipil.
Kemudian data tahun 1829-1848 disimpulkan bahwa angka bunuh diri ternyata lebih kecil pada masa revolusi atau pergolakan politik, dibandingkan dengan dalam masa tidak terjadi pergolakan politik. Durkheim membagi tipe bunuh diri ke dalam 4 macam:
1. Bunuh Diri Egoistis
2. Bunuh Diri Altruistis
3. Bunuh Diri Anomic
4. Bunuh Diri Fatalistis
D. Teori Agama
Dalam teori ini Durkheim mengulas sifat – sifat, sumber, bentuk – bentuk, akibat, dan variasi agama dari sudut pandang sosiologistis. Menurut Durkheim, agama berasal dari masyarakat itu sendiri. Dasar dari pendapat Durkheim adalah agama merupakan perwujudan dari collective consciouness. Tuhan dianggap sebagai symbol dari masyarakat itu sendiri yang sebagai collective consciousness.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar