Minggu, 09 Maret 2014

Isra Wahyuni_Tugas1_teori sosiologi Emil Durkheim

Isra Wahyuni_Tugas1_teori sosiologi Emil Durkheim

Nama : Isra Wahyuni

Nim: 1113054100023

Jurusan:  Kessos II A

Teori sosiologi Emil Durkheim

            Emil Durkheim adalah sosiologi Perancis keturunan Yahudi. Baginya sosiologi adalah mempelajari social fact (fakta sosial); dan fakta sosial bukanlah fakta individual. Social fact (fakta sosial) adalah aspek-aspek kehidupan sosial yang tidak dapat dijelaskan dalam pengertian biologis atau psikologis dari seorang individu. Fakta sosial bersifat eksternal (berada di luar individu). Karena sifat eksternalnya, fakta eksternal merupakan realitas independen dan membentuk lingkungan objektifnya sendiri. Contoh yang paling jelas dari fakta sosial adalah kebiasaan, peraturan, norma, dan sebagainya. Contoh fakta sosial yang paling besar dan umum adalah masyarakat.

            Selain bersifat eksternal, fakta sosial mempunyai sifat menekan individu, memaksa untuk berbuat sesuai dengan fakta sosial. Sifat eksternal dan memaksanya ini berlaku bagi semua orang di wilayah yang sama dalam kurun waktu tertentu. Individu harus tunduk pada fakta sosial. Karena itu dalam pandangan Durkheim, individu nampak tidak penting sama sekali.

            Dalam The Rule of Sociological Method ia membedakan antara dua tipe fakta sosial:

Material dan nonmaterial. Perhatian utama Durkheim lebih tertuju pada fakta sosial nonmaterial (misalnya kultur dan institusi sosial) dari pada  faka sosial material (birokrasi dan hukum).

            Dalam studi klasiknya tentang bunuh diri yang berjudul Suicide (1897-1951), Durkheim menggarap serius pengumpulan dan analisis data untuk menguji teorinya. Ia membuat proposisi bahawa Suicide adalah fakta sosial (social fact), oleh karena itu bunuh diri bisa dijelaskan melalui faktor-faktor sosial. Durkheim menguji teorinya terhadap penyebab yang berbeda-beda dalam rata-rata perilaku bunuh diri di dalam kelompok wilayah, negara, dan dikalangan golongan individu yang bebeda (misalnya anatara orang kawin dan lajang). Argumen dasarnya adalah bahwa sifat dan perubahan fakta sosiallah yang menyebabkan perbedaan  rata-rata bunuh diri. Misalnya perang atau depresi ekonomi dapat menciptakan perasaan depresi kolektif yang selanjutnya dapat meningkatkan angka bunuh diri.

 

            Dalam karyanya yang lain, The Division of Labour in Society (1893-1964), Durkheim membahas tentang solidaritas sosial. Ia membedakan antara solidaritas yang ada pada masyarakat awal dengan yang ada pada masyarakat modern. Di masyarakat awal struktur sosial relatif simple degan pembagian kerja yang sedikit. Orang-orang terlibat dalam pekerjaan yang sama, karena kesamaan itulah pengalaman hidup mereka juga banyak kesamaan. Rasa keutuhan (oneness) diantara mereka berasal dari fakta ini : mereka begitu sama yang kemudian disebut oleh Durkheim memiliki solidaritas mekanik.

            Kebalikannya, masyarakat modern dicirikan dengan susunan sosial yang amat kompleks dan pembagian kerja yang amat beragam. Orang-orang memiliki tanggungjawab yang spesifik di pabrik-pabrik, di kantor-kantor, dan di sekolah-sekolah. Karena tanggung jawab yang berbeda-beda itulah orang satu sama lain menjadi saling tergantung untuk bisa bertahan hidup. Durkheim menyebutnya dengan sebutan masyarakat yang memiliki solidaritas organik.

            Bagi Durkheim, solidaritas sosial itu dibutuhkan untuk memelihara keteraturan sosial dan untuk kebahagiaan masing-masing individu yang ada di dalamnya. Jika saja solidaritas sosial itu rusak maka bisa membawa konsekuensi-konsekuensi negatif. Dalam situasi semacam ini  bisa saja orang terdorong untuk melakukan bunuh diri Suicide.

 

            Dalam karyanya yang terakhir, The Elementary Forms of Religious Life, ia memusatkan perhatian pada bentuk terakhir fakta sosial nonmaterial yakni agama. Dalam karya ini Durkheim membahas masyarakat primitif untuk menemukan akar agama. Durkheim yakin bahwa ia akan dapat secara lebih baik menemukan akar agama itu dengan jalan membandingkan masyarakat primitif yang sederhana dibandingkan dengan masyarakat modern yang komples. Temuannya adalah bahwa sumber agama adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakatlah yang menentukan bahwa sesuatu itu bersifat sakral dan yang lainnya bersifat profan, khususnya dalam kasus yang disebut totemisme. Dalam agama primitif (totemisme) ini benda-beda seperti tumbuhan-tumbuhan dan binatang didewakan atau dipuja. Selanjutnya totemisme dilihat sebagai tipe khusus fakta sosial nonmaterial. Akhirnya Durkheim menyimpulkan bahwa masyarakat dan agama adalah satu dan sama. Agama adalah cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam bentuk fakta sosial nonmaterial.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini