Nama : Muhamad Ubaidillah
NIM : 11140530000027
Kelas : MD 4A
Bpk. Musyafak : Agama Mengarahkan Saya
Wawancara dilakukan pada pukul 05.30 setelah salat subuh, hari Selasa, 12 April 2016, di masjid al-Falah, Komp. Unilever, Rempoa. Nama narasumber yang saya wawancarai adalah Bpk. Musayafak, kelahiran Kendal, 1950. Sekarang beliau berdomisili di Rempoa, RT 02/08.
Kejadian- kejadian yang terjadi dalam hidupnya, membuat dirinya semakin yakin akan jalan yang sudah ia tempuh. Jalan yang dulu tak begitu ia hiraukan, bahkan sering ia kesampingkan, demi bertahan hidup di dunia yang keras seperti ini.
Jalan itu ialah agama, agamalah yang membuatnya sadar akan semua perbuatannya salah. Kini ia yakin bahwa Allah masih sayang dengan dirinya, karena itu ia anggap segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya merupakan ujian, balasan dan sebagai pengingat bagi dirinya. Entah itu kejadian yang ia alami sendiri atau kejadian yang dialami oleh orang lain, dan kebetulan ia melihatnya.
Sebelumnya ia tidak pernah menghiraukan ibadah dan agama, mendapatkan uang dengan segala cara, untuk bertahan hidup di perantauan adalah hal yang sangat susah. Apalagi harus menghidupi keluarga. Oleh karena itu, ibadah sering ia kesampingkan, bahkan tak jarang ia tinggalkan. Ia adalah seorang kontraktor bangunan, yang bekerja di bawah orang Cina.
Kejadian pertama yang membuatnya sadar akan perbuatannya adalah ketika ia mengalami kecelakaan, terjadi tahun 1985. Ini terjadi di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan. Ia menuturkan bahwasannya kejadian tersebut membuatnya sadar akan perbuatan dan niatnya salah. Dimana, kejadian itu terjadi setelah ia mempunyai niat untuk tidak membayar hutang pada orang Cina, yang bermukim di sekitar Jayakarta. Uang yang ia pinjam digunakan untuk membangun rumah di Jawa, tepatnya di daerah Kendal.
Ia melanjutkan bahwasannya ini adalah ujian yang membuatnya sadar akan ayat yang artinya "Apakah belum datang kepadamu orang kafir terdahulu mereka menerima adzab yang sangat pedih karena perbuatannya" ini adalah salah satu ayat yang ia kaitkan akan kecelakaan yang ia alami. Ayat yang mengingatkan kepadanya bahwasannya niat untuk tidak membayar hutang adalah hal yang sangat buruk. Meskipun orang yang ia hutangi adalah orang non-muslim.
Kejadian ini terjadi ketika ia baru pindah dari desa ke kota (karena ia termasuk kaum urban) dan masih ngontrak, keadaan ekonomi keluarga masih belum stabil, anak 3 harus dibiayai. Akibat kecelakaan ini, ia harus dioperasi kedua kakinya, agar dapat kembali normal. Ia harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah) ini merupakan jumlah uang yang sangat besar baginya, dan mungkin juga pada waktu itu.
Setelah operasi, ia harus menepi dari pekerjannya selama tujuh bulan. Selam tujuh bulan itulah ia meratapi dan memikirkan segala perbuatannya. Mulai dari niat untuk tidak membayar hutang, melakukan manipulasi jumlah harga yang harus dibayar, sampai harus mengikuti keinginan majikan untuk membohongi konsumen dengan menggelembungkan harga barang.
Setelah ia sembuh dari sakitnya, ia kembali bekerja di bidang konstruksi bangunan. Namun tidak terikat dengan seseorang, melainkan ia hanya sebagai pemborong. Karena ia pikir, bekerja di bawah naungan orang lain itu seperti diperbudak. Harus mengikuti keinginan majikan yang mmepekerjakan.
Kejadian yang lain yang membuatnya sadar akan kebesaran Allah adalah ketika ia sedang menolong salah satu rekannya yang berada di Cirebon. Kebetulan pada waktu itu, ia juga sedang dalam mencari seorang menantu.
Teman yang ia tolong pada waktu itu kecelakaan di daerah Cirebon dan akan mendapat asuransi dari Jasa Raharja. Ia bantu mencairkan asuransi tersebut, di dalam proses mencairkan asuransi, ia ketemu salah seorang laki-laki yang kemudian menjadi menantu ia sekarang.
Hikmah yang ia ambil dalam kejadian itu adalah bahwasannya ketika seorang hamba saling tolong menolong sesama saudaranya dalam hal kebaikan, maka Allah akan mebalasnya dengan kebaikan pula. Menurutnya ini merupakan kejadian yang sangat membuatnya semakin sadar akan kebesaran Allah, Tuhan Semesta Alam.
Baru-baru ini, sekitar tahun 2014, ia mengalami kejadian yang sangat luar biasa (menurutnya). Kejadian itu berawal dari sakit yang di derita istrinya, penyakit yang di derita istrinya ialah darah tinggi, hingga sakit jantung lemah. Dokter memvonis bahwa, umur istrinya tidak akan lama lagi, kurang lebih 2-3 hari.
Pada waktu itu, istrinya dalam keadaan koma di rumah sakit Siloam Cinere. Istrinya koma selama 2 hari dan kemudian dokter memvonisnya. Namun ia (Bpk. Musyafak) tidak percaya bahkan tidak yakin akan vonis yang dijatuhkan. Ia percaya istrinya akan sembuh dan bisa hidup lebih lama.
Latar belakang keinginan agar istrinya hidup lebih lama adalah anaknya yang terakhir tengah mengandung empat bulan, dan ia ingin agar istrinya dapat menemani anaknya ketika persalinan nanti dan melihat cucu dari anaknya yang terakhir. Ini dimaksudkan agar, anaknya yang terakhir tidak merasa iri dan cemas. Iri karena kakak-kakaknya ketika proses persalinan ditemani oleh ibunya (kebetulan anak pak Musayafak semuanya perempuan), dan selama awal-awal kelahiran anaknya diasuh bersama dengan dibantu oleh ibunya. Cemas karena takut akan proses melahirkan "yang katanya" sangat sakit, terlebih ketika melahirkan anak pertama.
Karena alasan-alasan itulah, ia berdoa agar istrinya diberikan kesempatan untuk menemani dan melihat cucunya. Ini mungkin suatu yang mustahil dan tidak masuk akal manusia, namun karena keyakinan kepada Sang Khalik yang sangat tinggi semuanya bisa dan tak ada yang tak mungkin, tuturnya.
Selang dua hari putusan dokter, istrinya bangun dari koma atau siuman. Semua orang tak percaya akan hal itu, namun yang terjadi demikian. Istrinya sadar meskipun masih belum bisa bergerak atau lumpuh. Yang jelas kini, dia sudah sehat dan dapat beraktivitas.
Terkadang kejadian-kejadian yang Allah buat merupakan ujian dan sebuah pengingat yang dapat kita ambil suatu pelajaran darinya. Ia menutup obrolan kita dengan kalimat "ilmu menjadikan hidup itu mudah, seni menjadikan hidup itu indah, hidup dengan agama menjadi terarah"
Sekian.
NIM : 11140530000027
Kelas : MD 4A
Bpk. Musyafak : Agama Mengarahkan Saya
Wawancara dilakukan pada pukul 05.30 setelah salat subuh, hari Selasa, 12 April 2016, di masjid al-Falah, Komp. Unilever, Rempoa. Nama narasumber yang saya wawancarai adalah Bpk. Musayafak, kelahiran Kendal, 1950. Sekarang beliau berdomisili di Rempoa, RT 02/08.
Kejadian- kejadian yang terjadi dalam hidupnya, membuat dirinya semakin yakin akan jalan yang sudah ia tempuh. Jalan yang dulu tak begitu ia hiraukan, bahkan sering ia kesampingkan, demi bertahan hidup di dunia yang keras seperti ini.
Jalan itu ialah agama, agamalah yang membuatnya sadar akan semua perbuatannya salah. Kini ia yakin bahwa Allah masih sayang dengan dirinya, karena itu ia anggap segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya merupakan ujian, balasan dan sebagai pengingat bagi dirinya. Entah itu kejadian yang ia alami sendiri atau kejadian yang dialami oleh orang lain, dan kebetulan ia melihatnya.
Sebelumnya ia tidak pernah menghiraukan ibadah dan agama, mendapatkan uang dengan segala cara, untuk bertahan hidup di perantauan adalah hal yang sangat susah. Apalagi harus menghidupi keluarga. Oleh karena itu, ibadah sering ia kesampingkan, bahkan tak jarang ia tinggalkan. Ia adalah seorang kontraktor bangunan, yang bekerja di bawah orang Cina.
Kejadian pertama yang membuatnya sadar akan perbuatannya adalah ketika ia mengalami kecelakaan, terjadi tahun 1985. Ini terjadi di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan. Ia menuturkan bahwasannya kejadian tersebut membuatnya sadar akan perbuatan dan niatnya salah. Dimana, kejadian itu terjadi setelah ia mempunyai niat untuk tidak membayar hutang pada orang Cina, yang bermukim di sekitar Jayakarta. Uang yang ia pinjam digunakan untuk membangun rumah di Jawa, tepatnya di daerah Kendal.
Ia melanjutkan bahwasannya ini adalah ujian yang membuatnya sadar akan ayat yang artinya "Apakah belum datang kepadamu orang kafir terdahulu mereka menerima adzab yang sangat pedih karena perbuatannya" ini adalah salah satu ayat yang ia kaitkan akan kecelakaan yang ia alami. Ayat yang mengingatkan kepadanya bahwasannya niat untuk tidak membayar hutang adalah hal yang sangat buruk. Meskipun orang yang ia hutangi adalah orang non-muslim.
Kejadian ini terjadi ketika ia baru pindah dari desa ke kota (karena ia termasuk kaum urban) dan masih ngontrak, keadaan ekonomi keluarga masih belum stabil, anak 3 harus dibiayai. Akibat kecelakaan ini, ia harus dioperasi kedua kakinya, agar dapat kembali normal. Ia harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah) ini merupakan jumlah uang yang sangat besar baginya, dan mungkin juga pada waktu itu.
Setelah operasi, ia harus menepi dari pekerjannya selama tujuh bulan. Selam tujuh bulan itulah ia meratapi dan memikirkan segala perbuatannya. Mulai dari niat untuk tidak membayar hutang, melakukan manipulasi jumlah harga yang harus dibayar, sampai harus mengikuti keinginan majikan untuk membohongi konsumen dengan menggelembungkan harga barang.
Setelah ia sembuh dari sakitnya, ia kembali bekerja di bidang konstruksi bangunan. Namun tidak terikat dengan seseorang, melainkan ia hanya sebagai pemborong. Karena ia pikir, bekerja di bawah naungan orang lain itu seperti diperbudak. Harus mengikuti keinginan majikan yang mmepekerjakan.
Kejadian yang lain yang membuatnya sadar akan kebesaran Allah adalah ketika ia sedang menolong salah satu rekannya yang berada di Cirebon. Kebetulan pada waktu itu, ia juga sedang dalam mencari seorang menantu.
Teman yang ia tolong pada waktu itu kecelakaan di daerah Cirebon dan akan mendapat asuransi dari Jasa Raharja. Ia bantu mencairkan asuransi tersebut, di dalam proses mencairkan asuransi, ia ketemu salah seorang laki-laki yang kemudian menjadi menantu ia sekarang.
Hikmah yang ia ambil dalam kejadian itu adalah bahwasannya ketika seorang hamba saling tolong menolong sesama saudaranya dalam hal kebaikan, maka Allah akan mebalasnya dengan kebaikan pula. Menurutnya ini merupakan kejadian yang sangat membuatnya semakin sadar akan kebesaran Allah, Tuhan Semesta Alam.
Baru-baru ini, sekitar tahun 2014, ia mengalami kejadian yang sangat luar biasa (menurutnya). Kejadian itu berawal dari sakit yang di derita istrinya, penyakit yang di derita istrinya ialah darah tinggi, hingga sakit jantung lemah. Dokter memvonis bahwa, umur istrinya tidak akan lama lagi, kurang lebih 2-3 hari.
Pada waktu itu, istrinya dalam keadaan koma di rumah sakit Siloam Cinere. Istrinya koma selama 2 hari dan kemudian dokter memvonisnya. Namun ia (Bpk. Musyafak) tidak percaya bahkan tidak yakin akan vonis yang dijatuhkan. Ia percaya istrinya akan sembuh dan bisa hidup lebih lama.
Latar belakang keinginan agar istrinya hidup lebih lama adalah anaknya yang terakhir tengah mengandung empat bulan, dan ia ingin agar istrinya dapat menemani anaknya ketika persalinan nanti dan melihat cucu dari anaknya yang terakhir. Ini dimaksudkan agar, anaknya yang terakhir tidak merasa iri dan cemas. Iri karena kakak-kakaknya ketika proses persalinan ditemani oleh ibunya (kebetulan anak pak Musayafak semuanya perempuan), dan selama awal-awal kelahiran anaknya diasuh bersama dengan dibantu oleh ibunya. Cemas karena takut akan proses melahirkan "yang katanya" sangat sakit, terlebih ketika melahirkan anak pertama.
Karena alasan-alasan itulah, ia berdoa agar istrinya diberikan kesempatan untuk menemani dan melihat cucunya. Ini mungkin suatu yang mustahil dan tidak masuk akal manusia, namun karena keyakinan kepada Sang Khalik yang sangat tinggi semuanya bisa dan tak ada yang tak mungkin, tuturnya.
Selang dua hari putusan dokter, istrinya bangun dari koma atau siuman. Semua orang tak percaya akan hal itu, namun yang terjadi demikian. Istrinya sadar meskipun masih belum bisa bergerak atau lumpuh. Yang jelas kini, dia sudah sehat dan dapat beraktivitas.
Terkadang kejadian-kejadian yang Allah buat merupakan ujian dan sebuah pengingat yang dapat kita ambil suatu pelajaran darinya. Ia menutup obrolan kita dengan kalimat "ilmu menjadikan hidup itu mudah, seni menjadikan hidup itu indah, hidup dengan agama menjadi terarah"
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar