NIM : 1112051000100 Kelas : KPI 1/D
Apa itu Sosiologi?
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
1842: Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial. Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahapperadaban manusia. Comte membedakan antara sosiologi statis, dimana perhatian dipusatkan pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat dan sosiologidinamis dimana perhatian dipusatkan tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin (semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.
PARA PELOPOR SOSIOLOGI
- Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis — berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis. Emile memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
- 1876: Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology dan memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
- Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
- Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.
- Charles Horton Cooley (1864-1929) Seorang Amerika, Charles Horton Cooley, mengembangkan konsepsi mengenai hubungan timbale balik dan hubungan yang tidak terpisah antara individu dengan masyarakat. Coooley dalam mengemukakan teorinya terpengaruh aliran romantic yang mengidamkan kehidupan bersama, rukun, damai, sebagaimana dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang masih bersahaja.
- Pierre Guillaurne Frederic Le Play (1806-1882) Le Play mengenalkan suatu metode tertentu di dalam meneliti dan menganalisis gejala-gejala social, yaitu dengan jalan mengadakan observasi terhadap fakta-fakta social dan analisis induktif. Kemudian ia juga menggunakan metode case study dalam penelitian-penelitian social. Penelitian-penelitiannya terhadap masyarakat menghasilkan dalil bahwa lingkungan geografis menentukan jenis pekerjaan dan hal ini mempengaruhi organisasi ekonomi, keluarga, serta lembaga-lembaga lainnya.
- Ferdinand Tonnies Ferdinand Tonnies terkenal dengan teorinya mengenai Gemeinschaft dan Gesellschaft sebagai dua bentuk yang menyertai perkembangan kelompok-kelompok social. Gemeinschaft (paguyuban) adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat ilmiah serta bersifat kekal. Gasellschaft (patembayan) merupakan bentuk kehidupan bersama yang merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok dan biasanya dalam jangka waktu yang pendek.
- Leopold von Wiese (1876-1949) Von Wiese, seorang jerman, menganggap sosiologi sebagai ilmu pengegtahuan empiris yang berdiri sendiri. Objek sosiologi adalah penelitian terhadap hubungan antarmanusia yang merupakan kenyataan social. Jadi, menurutnya, objek khusus ilmu sosiologi adalah interaksi social atau proses social. Penelitian selanjutnya dilakukan terhadap struktur social yang merupakan saluran dari hubungan antar manusia.
- Alfred Vierkandt (1867-1953) Pada permulaannya Alfred menganggap sosiologi harus mempelajari sejarah kebudayaan. Kemudian, ia menyatakan bahwa sosiologi terutama mempelajari interaksi dan hasi interaksi tersebut. Masyarakat merupakan himpunan interaksi-interaksi social, sehingga sosiologi bertugas untuk mengkontruksikan teori-teori tentang masyarakat dan kebudayaan.
- Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology. Ward merupakan salah satu pelopor sosiologi di Amerika. Tujuan utamanya adalah membentuk suatu system sosiologi yang akan menyempurnakan kesejahteraan umum manusia. Menurutnya sosiologi bertujuan menetili kemejuan-kemajuan manusia. Ia membedakan antara pure sociology (sosiologi murni) yang meneliti asal dan perkembangan gejala-gejala social dan applied sociology (sosiologi terapan) yang khusus mempelajari perubahan-perubahan dinamis dalam masyaraka karena usaha-usaha manusia.
- Vilfredo Pareto (1848-1923) Teori Pareto didasarkan pada observasi terhadap tindakan-tindakan, eksperimen terhadap fakta-fakta dan rumus-rumus matematis. Menurut dia, masyarakat merupakan system kekuatan yang seimbang dan keseimbangan tersebut tergantung pada cirri-ciri tingkah laku dan tindakan-tindakan manusia dan tindakan-tindakan manusia tergantung dari keinginan-keinginan serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Buku yang pernah ditulisnya antara lain Treatisme on General Sociology (3 jilid,1917), yang diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul The Mind and Society
- Georg Simmel (1858-1918) Menurut Georg Simmel, sosiologi merupakan ilmu pengtahuan khusus, yaitu satu-satunya ilmu pengetahuan analitis yang abstrak diantara semua ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Masyarakat merupakan suatu proses yang berjalan dan berkembang terus. Masyarakat ada dimana individu mengadakan interaksi dengan indiviu-individu lainnya.
- William Graham Summer (1840-1910) Sistem sosiologi Summer didasarkan pada konsep in-group dan out-group. Masyarakat merupakan peleburan dari kelompok-kelompok social. Kebiasaan dan tata kelakuan merupakan petunjuk-petunjuk bagaimana harus memperlakukan warga-warga sekelompok, maupun warga-warga dari kelompok lainnya.
- Robert Ezra Park (1864-1944) Pokok ajaran Robert Ezra Park adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa sosiologi meneliti masyarakat setempat dari sudut hubungan antarmanusia. Namanya terkenal karena telah mengarang sebuah buku (bersama Burgess) yang berjudul : Introduction to The Science of Sociology tahun 1921.
- Karl Mannheim (1893-1947) Mannheim telah banyak menyumbangkan pikirannya bagi perkembangan sosiologi. Antara lain di peloporinya satu cabang sosiologi, yang dinamakan sosiologi pengetahuan, yang khusus menelaah hubungan antara masyarakat dengan pengetahuan. Kemudian teorinya yang sangat terkenal adalah mengenai krisis.
HUKUM 3 TAHAP AUGUST COMTE
Positivisme lahir sebagai reaksi terhadap zaman pencerahan. Dalam buku Teori Sosiologi Karya George Ritzer dan Douglas J. Goodman disebutkan, pengaruh Pencerahan pada teori sosiologi lebih bersifat tidak langsung dan negatif ketimbang bersifat langsung dan positif.
Zaman pencerahan menyebabkan beberapa "penyakit" pada masyarakat. Oleh karena itu Comte menginginkan adanya perubahan atau reformasi sosial untuk memperbaiki "penyakit" yang diakibatkan oleh Revolusi Perancis dan Pencerahan itu. Comte hanya menginginkan evolusi alamiah di masyarakat. Hingga akhirnya tercipta teori evolusi yang dikemukakan Comte atau yang biasa disebut hukum tiga tahap yaitu:
- Tahap teologis
Dimulai sebelum tahun 1300 dan menjadi ciri dunia. Tahap ini meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dikendalikan oleh kekuatan supranatural yang dimiliki oleh para dewa, roh atau tuhan. Pemikiran ini menjadi dasar yang mutlak untuk menjelaskan segala fenomena yang terjadi di sekitar manusia, sehingga terkesan irasional. Dalam tahap teologis ini terdapat tiga kepercayaan yang dianut masyarakat. Yang pertama fetisysme dan dinamise, menganggap alam semesta ini mempunyai jiwa. Contohnya, bergemuruhnya guntur disebabkan raksasa yang sedang berperang dan lain-lain. Kemudian ada animisme yang mempercayai dunia sebagai kediaman roh-roh atau bangsa halus. Yang kedua politeisme, sedikit lebih maju dari pada kepercayaan sebelumnya. Politeisme mengelompokkan semua dan kejadian alam berdasarkan kesamaan-kesamaan diantara mereka. Sehingga politeisme menyederhanakan alam semesta yang beranekaragam. Contoh dari politeisme, dulu disetiap sawah di desa berbeda mempunyai dewa yang berbeda. Politeisme menganggap setiap sawah dimanapun tempatnya mempunyai dewa yang sama, orang jawa mengatakan dewa padi yaitu yaitu dewi sri. Yang terakhir, monoteisme yaitu kepercayaan yang menganggap hanya ada satu tuhan.
- Tahap metafisik
Pada tahap ini manusia mengalami pergeseran cara berpikir. Tahap teologis, semua fenomena yang terjadi disekitar manusia sebagai akibat dari kehendak roh, dewa atau tuhan. Namun pada tahap ini, muncul konsep-konsep abstrak atau kekuatan abstrak selain tuhan seperti "alam". Terjemahan metafisis dari monoteisme itu misalnya terdapat dalam pendapat bahwa semua kekuatan kosmis dapat disimpulkan dalam konsep "alam", sebagai asal mula semua gejala. Tahap ini terjadi antara tahun 1300 sampai 1800.
- Tahap positivisme
Pada tahap ini semua gejala alam atau fenomena yang terjadi dapat dijelaskan secara ilmiah berdasarkan peninjauan, pengujian dan dapat dibuktikan secara empiris. Lembaga agama yang dulunya mengatur segalanya pada tahap ini harus menyerahkan hegemoninya kepada lembaga-lembaga lainnya sehingga muncullah lembaga-lembaga lainnya. Selainnya itu muncul sekulerisme atau pemisahan dibidang agama dengan bidang yang lain. Tahap ini menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dan segala sesuatu menjadi lebih rasional, sehingga tercipta dunia yang lebih baik karena orang cenderung berhenti melakukan pencarian sebab mutlak (tuhan atau alam) dan lebih berkonsentrasi pada penelitian terhadap dunia sosial dan fisik dalam upayanya menemukan hukum yang mengaturnya.
Bagi comte, ketiga tahapan tersebut tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi di bidang ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, comte menerangkan bahwa segala ilmu pengetahuan semula dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikacaukan dengan pemikiran metafisis dan akhirnya dipengaruhi hukum positif. Jelasnya, ketiga tahapan perkembangan umat manusia itu tidak saja berlaku bagi suatu bangsa atau suku tertentu, akan tetapi juga individu dan ilmu pengetahuan.
Meskipun seluruh ilmu pengetahuan tersebut dalam perkembangannya melalui ketiga macam tahapan tersebut, namun bukan berarti dalam waktu yang bersamaan. Hal demikian dikarenakan segalanya tergantung pada kompleksitas susunan suatu bidang ilmu pengetahuan. Semakin kompleks susunan suatu bidang ilmu pengetahuan tertentu, maka semakin lambat mencapai tahap ketiga.
Lebih jauh Comte berpendapat bahwa pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Di sini, ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat positif apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan kongrit. Dengan demikian, maka ada kemungkinan untuk memberikan penilaian terhadap berbagai cabang ilmu pengetahuan dengan jalan mengukur isinya yang positif, serta sampai sejauh mana ilmu pengetahuan tersebut dapat mengungkapkan kebenaran yang positif. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan.
Demikianlah pandangan Auguste Comte tentang hukum tiga tahapnya, yang pada intinya menyatakan bahwa pemikiran tiap manusia, tiap ilmu dan suku bangsa melalui 3 tahap, yaitu teologis, metafisis dan positif ilmiah. Dalam hal ini Auguste Comte memberikan analog; manusia muda atau suku-suku primitif pada tahap teologis sehingga dibutuhkan figur dewa-dewa untuk "menerangkan" kenyataan. Meningkat remaja dan mulai dewasa dipakai prinsip-prinsip abstrak dan metafisis. Pada tahap dewasa dan matang digunakan metode-metode positif dan ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
- William D Perdue. 1986. Sociological Theory: Explanation, Paradigm, and Ideology. Palo Alto, CA: Mayfield Publishing Company. Hlm. 20
- ^ Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Hlm. 5
- ^ James. M. Henslin, 2002. Essential of Sociology: A Down to Earth Approach Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon. Hlm 10
- ^ Pitirim Sorokin. 1928. Contemporary Sociological Theories. New York: Harper. Hlm. 25
- ^ Randall Collins. 1974. Conflict Sociology: Toward an Explanatory Science. New York: Academic Press. Hlm. 19
- ^ George Ritzer. 1992. Sociological Theory. New York: Mc Graw-Hill. Hlm. 28
- http://aton29.wordpress.com/2010/04/20/tokoh-tokoh-yang-mempengaruhi-perkembangan-sosiologi-2/
- http://pelangi-sorehari.blogspot.com/2011/12/teori-auguste-comte.html
- http://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi
- http://kishi-kun.blogspot.com/2011/09/auguste-comte-dan-aliran-positivisme.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar