TEORI SOSIOLOGI
1. CLOUDE HENRI SAINT SIMON (1760-1825)
Saint Simon mengembangkan teori sosiologi konservatif. Dalam teori konservatif, Saint Simon ingin mempertahankan kehidupan masyarakat seperti apa adanya, tetapi ia tak ingin kembali ke kehidupan seperti di Abad Pertengahan sebagaimana yang di dambakan de Bonald dan de Maistre. Ia adalah seorang positivis yang berarti ia yakin bahwa studi fenomena sosial sebaiknya menggunakan teknik ilmiah yang sama seperti yang di gunakan dalam studi sains. Di sisi radikalnya, Saint Simon melihat perlunya reformasi sosialis terutama sentralisasi perencanaan sistem ekonomi.
2. AUGUST COMTE (1798-1857)
August Comte mengembangkan pandangan ilmiahnya, yakni "positivisme" atau "filsafat positif", untuk memberantas sesuatu yang ia anggap sebagai filsafat negatif dan destruktif dari Abad Pencerahan.
Comte mengembangkan fisika sosiologi atau yang yang pada 1839 disebutnya sosiologi (statika sosial atau struktur sosial yang ada) dan social dynamics (dinamika sosial atau perubahan sosial). Comte menyatakan bahwa hubungan antara statika sosial dengan dinamika sosial dapat di samakan dengan hubungan antara anatomi dan fisiologi. Meski keduanya di maksudkan untuk menemukan hukum-hukum kehidupan sosial, ia merasa bahwa dinamika sosial lebih penting ketimbang statika sosial. Comte tidak menginginkan perubahan revolusioner karena ia merasa evolusi masyarakat secara alamiah akan membuat segala sesuatu menjadi lebih baik. Reformasi hanya di perlukan untuk membantu proses.
Dalam teorinya tentang dunia, Comte memusatkan perhatian pada faktor intelektual. Ia menyatakan bahwa kekacauan intelektual menyebabkan kekacauan sosial. Kekacauan ini berasal dari sistem gagasan terdahulu (teologi dan metafisik) yang terus ada dalam era positif (ilmiah). Pergolakan sosial baru akan berakhir bila kehidupan masyarakat sepenuhnya di kendalikan oleh positivisme. Positivisme akan muncul meski tak secepat yang diharapkan orang. Sosiologi dapat mempercepat datangnya positivisme dan karena itu membawa ketertiban pada kehidupan sosial. Menurut pandangannya, kehidupan di dunia ini sudah cukup kacau, dan yang di butuhkan dunia adalah perubahan intelektual. Karena itu hampir tak ada alasan untuk melakukan revolusi politik dan sosial.
3. EMILE DURKHEIM (1858-1917)
Menurut Durkheim, sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosial.
Dalam The Rules of Sociological Method (1965) Durkheim menawarkan definisinya mengenai sosiologi. Menurut Durkheim, bidang yang harus di pelajarisosiologi ialah fakta sosial, yaitu fakta yang berisikan cara bertindak, berpikir, dan merasakan yang mnengendalikan individu tersebut. Contoh fakta-fakta sosial antara lain, hukum, moral, kepercayaan, adat istiadat, tata cara berpakaian, dan kaidah ekonomi.
Durkheim menegaskan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang ia sebut sebagai fakta-fakta sosial. Ia membedakan antara 2 tipe fakta sosial: material dan nonmaterial. Meski ia membahas keduanya dalam karyanya, perhatian utamanya lebih tertuju pada fakta sosial nonmaterial (kultur, institusi sosial) ketimbang pada fakta sosial material (birokrasi, hukum).
Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat memerlukan solidaritas. Ia membedakan antara 2 tipe utama solidaritas: soldaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupaka suatu solidaritas yang di dasarkan atas persamaan. Menurut Durkheim, solidaritas mekanik di jumpai pada masyarakat yang masih sederhana, masyarakat yang dinamakannya "segmentil". Solidaritas Organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagian yang saling tergantung, laksana bagian suatu organisme biologis. Bebrda dengan solidaritas mekanik yang di dasarkan pada hati nurani kolektif, maka solidaritas organik di dasarkan pada hukum dan akal.
4. KARL MARX (1818-1883)
Marx mengembangkan teori sosiologinya tentang masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat mendasar manusia. Marx yakin bahwa manusia pada dasarnya produktif, artinya untuk bertahan hidup manusia perlubekerja dan dengan alam. Dengan bekerja seperti itu mereka menghasilkan makanan, pakaian, peralatan, perumahan, dan kebutuhan lain yang memungkinkan mereka hidup. Produktivitas mereka bersifat alamiah, yang memungkinkan mereka mewujudkan dengan kreatif mendasar yang mereka miliki. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Mereka perlu bekerjsama untuk menghasilkan segala sesuatu yang mereka perlukan untuk hidup.
5. MARX WEBER (1864-1920)
Menurut Marx Weber, sosiologi sebagai ilmu berusaha memberikan pengertian adalah tentang aksi-aksi sosial. Ia memberikan pengertian mengenai perilaku manusia dan sekaligus menelaah sebab-sebab terjadinya interaksi sosial. Menurutnya sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami "tindakan sosial".
Marx pada dasarnya mengemukakan teori kapitalisme, sedangkan Weber mengemukakan teori tentang proses rasionalisasi. Weber tertarik pada masalah umum seperti mengapa institusi sosial di dunia Barat berkembang semakin rasional sedangkan rintangan kuat tampaknya mencegah perkembangan serupa di belahan bumi lain. Rasionalitas formal meliputi proses berpikir aktor dalam membuat pilihan mengenai alat dan tujuan.dalam hal ini pilihan dibuat dengan menunjuk pada kebiasaan, peraturan, dan hukum yang di terapkan secara universal. Ketiganya berasal dari berbagai struktur berkala besar, terutama struktur birokrasi dan ekonomi. Weber mengembangkan teorinya dalam konteks studi perbandingan sejarah masyarakat Barat, Cina, India, dan beberapa masyarakat lain. Dalam studi ini a mencoba melukiskan faktor yang membantu mendorong atau merintangi perkembangan rasionalisasi.
Dalam studi sejarah bercakupan luas, Weber berupaya memahami mengapa gagal berkembang di masyarakat lain di luar masyarakat Barat. Dalam studi ini Weber mengakui peran sentral agama. Weber menegaskan bahwa sistem agama rasionallah (calvinisme) yang memainkan peran sentral dalam menumbuhkan kapitalisme di Barat. Sebaliknya, d belahan dunia lain yang ia kaji, Weber menemukan sistem agama yang lebih irrasional (konfusianisme, taoisme, hinduisme) merintangi perkembangan sistem ekonomi rasional. Tetapi, pada akhirnya agama-agama itu hanya memberikan rintangan sementar, karena sistem ekonomi, dan bahkan seluruh struktur sosial masyarakat pada akhirnya akan menjadi rasional.
6. HERBERT SPENCER (1820-1903)
Spencer lebih tepat di pandang beraliran poloitik liberal dan ia tetap memelihara unsur-unsur liberalisme di sepanjang hidupnya. Salah satu pandangan liberalnya yang lebih sesuai dengan konservatismenya adalah penerimaannya atas doktrin laissez-faire. Ia merasa bahwa negara tak harus mencampuri persoalan individual kecuali dalam fungsi yang agak pasif untuk melindungi rakyat. Ia tak tertarik pada reformasi sosial. Ia menginginkan kehidupan sosial berkembang bebas dari kontrol eksternal.
Dengan demikian ia menganut pandangan evolusi yang berkeyakinan bahwa kehidupan masyarakat tumbuh secara progresif menuju keadaan yang makin baik dan karena itulah kehidupan masyarakat harus di biarkan berkembang sendiri, lepas dari campur tangan yang hanya akan memperburuk keadaan . ia menerima pandangan bahwa institusi sosial, sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi secara progresif dan positif terhadap lingkungan sosialnya.
Dalam tulisannya mengenai etika dan politik, spencer mengemukakan gagasan evolusi sosial yang lain. Di satu sisi ia memandang masyarakat berkembang menuju keadaan moral yang ideal atau sempurna. Di ssi lain ia menyatakan bahwa masyarakat yang paling mampu menyesuaikan diri dengan lingkunganlah yang akan bertahan hidup (survive), sedangkan masyarakat yang tidak mampu menyesuaikan diri terpaksa menemui ajalnya. Hasil proses ini adalah peningkatan kemampuan menyesuaikan diri masyarakat secara keseluruhan.
PERBANDINGAN
Semua pendapat para ahli yang telah di jelaskan di atas mengenai teori sosiologi memang berbeda-beda, namun pada dasarnya semua memliki tujuan yang sama. Semua dapat di simpulkan bahwa teori sosiologi adalah segala sesuatu yang mengandung pandangan tentang ilmu kemasyarakatan, atau yang mempelajari tentang masyarakat.
Seperti yang dikatakan oleh Saint Simon, dia melihat perlunya reformasi sosialis, tetapi August Comte mengatakan bahwa reformasi hanya di perlukan untuk membantu proses. Menurutnya dunia hanya membutuhkan perubahan intelektual. Menurut pandangan kedua ahli tersebut memang berbeda, namun pada dasarnya di dalam kehidupan bermasyarakat memang sering terjadi sebuah konkrit yang harus di selesaikan dengan baik, dengan demikian ilmu sosiologi dapat membantu menangani dan menyelesaikan konkrit itu secara baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar