PERMASALAHAN TENTANG SOSIOLOGI PERKOTAAN
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dan bagaimana hubungannya dalam kehidupan manusia. seperti halnya timbal balikantara hubungan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Sosiologi merupakan studi empiris dari struktur sosial (kemasyarakatan).
Struktur sosial tidak sekedar hanya individu dan perilaku individu.
Struktur sosial termasuk di dalamnya kelompok, pola sosial,
organisasi, instruksi sosial, keseluruhan masyarakat, dan tentu saja
perkotaan. Sosiologi Perkotaan menjelaskan beberapa topik-topik
sebagai bagian dari perkembangan perkotaan, struktur perkotaan, jalan
kehidupan dalam perkotaan, pemerintahan, dan permasalahan perkotaan.
.Masyarakat perkotaan adalah suatu kelompok teritorial di mana
penduduknya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya.
Berbagai Masalah Sosial Perkotaan
1. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah soaial yang tak kunjung
tuntas. Walaupun berbagai upaya untuk mengatasi hal tersebut sudah
dilakukan, namun sampai saat inipun belum selesai juga. Kemiskinan
dapat berarti sebagai suatu keadaan dimana seseorang atau individu
tidak dapat memenuhi kebutuhannya dan tidak dapat memelihara diri
sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompok dan juga tidakmampu
memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Menurut sejarah, keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak
merupakan masalah sosial. Pada waktu ditetapkannya taraf hidup sebagai
suatu kebiasaan, maka kemiskinan timbul menjadi suatu masalah sosial.
Pada saat individu tersebut sadar akan kedudukan ekonominya, maka
mereka mampu untuk mengatakan dirinya kaya atau miskin.Kemiskinan
dianggap sebagai masalah sosial, apabila perbedaan keadaan ekonomis
para warga masyarakat ditentukan secara tegas.
Pada masyarakat yang bersahaja susunan organisasinya, mungkin
kemiskinan bukan merupakan suatu masalah sosial. Karenamereka
mengangap semua itu telah ditakdirkan, sehinga tidak ada suatu usaha
untuk mengatasinya.
Berbeda dengan masyarakat modern. Mereka menganggap kemiskinan adalah
suatu masalah sosial. Seseorang merasa miskin karena mereka menganggap
harta miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf hidupnya yang
ada. Hal ini dapat terlihat jelas di kota – kota besar. Seperti di
Jakarta, seseorang dianggap miskin karena tidak memiliki radio,
televisi, kendaraan, dll. Sehingga barang – barang tersebut dijadikan
sebagai ukuran keadaan ekonomi seseorang.
2. PKL (Pedagang Kaki Lima)
Persoalan utama setiap kota saat ini tidak bergeser jauh dari
permasalahan penataan ruang publik dan pedagang kaki lima (PKL), namun
dalam tindak lanjut penanganannya keberadaan PKL selalu memunculkan
permasalahan baru. Jika dibiarkan, populasinya akan berkembang dan
mengganggu kenyamanan publik, namun jika dilarang akan membawa ekses
sosial berkepanjangan. Inilah wajah khas kota dari negeri yang sedang
berbenah.
PKL selalu menempati areal-areal ruang publik, yang seharusnya memang
murni untuk kepentingan publik. Yang terjadi saat ini, ketika ruang
publik makin menciut, muncul tempat-tempat yang menjadi "seakan-akan
ruang publik" (pseudo public space). Tempat-tempat seperti mal,
kampus, taman kantor pemerintah, stadion, menjelma seakan-akan menjadi
ruang publik. Tempat dimana warga bercengkerama, berpacaran, bahkan
cekcok.
Keberadaan PKL di sejumlah ruang publik, memang tak seharusnya
langsung diluluhlantakkan atas nama penegakan perda. Namun pemkot
perlu lebih introspeksi, khususnya dalam pemberian ijin bagi
pembangunan tempat-tempat semacam mal, yang notabene mematikan pola
perdagangan tradisional. Untuk kemudian menyediakan tempat-tempat yang
bisa berfungsi sebagai ruang publik. Dengan demikian, tak ada kata
menggusur PKL dan memanjakan investor. Sebuah frasa yang sangat
melukai rasa keadilan.
3. Gelandangan dan Pengemis
Pada saat berkendara di kota-kota besar akan sangat akrab dengan
aktivitas para pengemis jalanan. Aktivitas para pengemis jalanan ini
biasanya dimulai tatkala lampu lalulintas menunjukkan warna merah yang
berarti pengendara berhenti untuk menunggu sinyal lampu hijau nyala.
Para pengemis ini tidak jarang adalah anak-anak kecil, ibu-ibu dengan
balitanya, anak-anak paruh baya, dan manusia lanjut usia (manula).
Dengan segala daya upaya (wajah memelas dan baju lusuh), mereka
berusaha mendapatkan simpati para pengguna jalan raya yang harapan
mereka mendapat uang receh. Cara mengemis itu pun dilakukan bermacam
gaya. Ada yang hanya langsung mengacungkan tangan, meminta. Ada juga
dengan alat musik ecek-ecek dari tutup botol yang dirangkai dengan
paku. Ada juga yang dengan menjual jasa membersihkan kaca mobil dengan
kain superkumal. Tujuannya satu, meminta sedekah mengais rezeki atau
berkah dari orang-orang yang mengasihaninya dan memanfaatkan nilai
sosial yang menyatakan bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan
di bawah. Hampir di setiap perempatan jalan pasti ada pengemis. Mereka
berebut lahan. mulai dari perempatan jalan hingga masjid. Bahkan ada
juga para pengemis terdiri dalam satu keluarga. Orangtua mereka cukup
melihat dari sudut jalan yang lain dan anak-anak mereka yang berkarya.
4. Meningkatnya Kemacetan
Pertumbuhan jumlah kendaraan sebagai akibat pertumbuhan
ekonomi dan meningkatnya pendapatan penduduk, membawa implikasi lain
bagi perkotaan. Masalah kemacetan lalu lintas merupakan masalah yang
tidak mudah dipecahkan oleh para pengambil kebijakan
perkotaan.Terbatasnya wilayah untuk memperluas jaringan jalan,
merupakan kendala terbesar sehingga penambahan ruas jalan yang
dilakukan pemerintah tak dapat mengimbangi laju pertambahan penduduk.
Akibatnya persoalan kemacetan lalu lintas ini semakin lama semakin
menjadi. Persoalannya semakin pelik, ketika pemerintah tidak mampu
menyediakan sarana transportasi umum dan massal yang memadai, sehingga
masyarakat lebih nyaman menggunakan kendaraan pribadi dan akhirnya
menjadikan masalah kemacetan ini makin menjadi.
Mengurai Permasalahan Sosial
1. Kemiskinan
Kemiskinan yang terjadi di banyak tempat di Indonesia ini dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
a. Kebodohan
Tingkat kebodohan seseorang dapat memicu terjadinya kemiskinan. Hal
ini karena individu tersebut tidak memiliki pengetahuan atau
pendidikan, keterampilan yang memadai yang dapat digunakan untuk
mencari penghasilan dan dapat menaikkan taraf hidup individu tersebut
serta mampu memenuhi kebutuhannya.
b. Kurangnya kreativitas individu
Jika seseorang dapat menggunakan kekretivitasnya, tidak dipungkiri
mereka dapat memiliki penghasilan yang dapat menaikkan taraf hidup
mereka. Mereka dapat menggunakan sarana prasarana dan segala aspek –
aspek yang ada untuk mencari dan mendapatkan sumber penghasilan.
c. Pengaruh lingkungan hidup atau tempat tinggalnya
Lingkungan hidup dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan. Seseorang yang
berada di lingkungan miskin pasti akan ikut terbawa arus kemiskinan.
Apalagi individu – individu dalam kelompok tersebut adalah individu –
individu yang tidak mampu mengurusi dirinya sendiri dan tidak mampu
memenuhi kebutuhannya serta berada dalam gelombang kebodohan.
2. Memberdayakan PKL
Dari sudut pandang filsafat ekonomi, PKL adalah manifestasi perlawanan
dari pemodal kecil kepada pemodal besar yang mampu membangun pusat
pertokoan di berbagai lokasi strategis dengan biaya mahal. Bagi
konsumen, PKL adalah solusi pemenuhan kebutuhan di tengah harga-harga
yang melambung tinggi. Konsumen dengan daya beli rendah akan cenderung
memilih barang-barang dari PKL dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tentu saja ada simbiosis mutualisme antara konsumen dan PKL. Dengan
demikian, pemerintah sebagai pelayan masyarakat seharusnya tidak
mengobrak-abrik PKL, tetapi memberdayakannya.
Dari sisi budaya, PKL adalah penyemarak kegairahan budaya, ekonomi,
dan pariwisata suatu kota. Bukan sekadar penyemarak, PKL juga
merupakan penanda atau ikon suatu perkumpulan, pesta, dan kerumunan
massa. Lihat saja pasar tumpah di berbagai sudut kota pada hari
Minggu, di mana banyak yang melakukan aktivitas pagi di pusat
keramaian tertentu. Pusat keramaian harus dibina dan diberdayakan
untuk menjadi duta pariwisata. PKL yang dilokalisasi di daerah
tertentu, dengan keunikannya, akan bisa menjadi primadona pariwisata.
Edukasi dan pembinaan sebaiknya diarahkan juga pada upaya untuk
menaikkan mutu PKL. Keberadaan koperasi dan lembaga keuangan penting
agar PKL yang omsetnya ratusan ribu rupiah bias menghasilkan ratusan
juta rupiah. Berbagai pelatihan bidang administrasi dan akses ke
perbankan harus dilakukan.
Konsistensi pemerintah daerah mutlak diperlukan. Pemerintah daerah
harus melihat PKL sebagai aset ekonomi yang mampu menggerakkan ekonomi
masyarakat lebih baik, bukan sebaliknya dipandang sebagai pengganggu
ketertiban dan sumber retribusi semata. Pemerintah daerah harus
mengatur PKL di lokasi yang strategis dan selama ini banyak pembeli
tanpa mengganggu ketertiban. Komitmen itu harus dibangun kelompok PKL
yang diorganisasi sehingga merekalah yang menjaga agar lokasi usahanya
tetap tertib.
Selama ini PKL menolak pemindahan karena lokasi yang ditawarkan selalu
bermasalah. Ini soal moralitas kepemimpinan. Pemerintah harus berpihak
kepada PKL. Usia usaha PKL sama dengan usia keberadaban manusia yang
mulai mengenal pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi. Jadi, PKL adalah
kebudayaan ekonomi yang telah lama ada dan penting bagi kehidupan
manusia. Jika demikian, yang penting adalah memberdayakan, bukan
membubarkannya. Sebab, PKL pun harus makan serta punya anak dan istri
yang tiada lain merupakan anak-anak bangsa yang harus hidup layak.
3. Gelandangan dan Pengemis
Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah melalui Perda
menghimbau agar masyarakat luas tidak memberikan uang kepada para
pengemis. Bahkan di beberapa daerah MUI setempat sudah mengeluarkan
fatwa haram bagi pengemis. Diharapkan dengan cara itu, lambat laun
jumlah anak jalanan dan pengemis akan berkurang. Jika ada saran untuk
merazia mereka, masih ada rasa kasihan karena jelas kurang manusiawi.
Tetapi para donatur yang keliling kota tidak memperhatikan hal ini.
Mereka hanya ingin berbagi dengan mereka, bahkan kadang mereka
mengabadikan kegiatan itu dengan kamera foto dan video. Para donatur
merasa telah berbagi kepada pengemis.
Penanganan pengemis dan anak jalanan dapat dilakukan dengan
pendampingan anak-anak. Lewat pendampingan berusaha mendidik para anak
jalanan itu untuk mandiri, tidak menggantungkan diri pada
belas-kasihan orang lain. Pendampingan ini sering dilakukan di rumah
singgah oleh beberapa LSM yang peduli dengan geladangan pengemis dan
anak jalanan.
Cara Penyelesaian Masalah Sosial
Pengangguran dapat menyebabkan kemiskinan, dan selanjutnya menimbulkan
kejahatan dan permusuhan atau pertikaian dalam masyarakat. Hal ini
merupakan masalah sosial yang harus kita atasi.
Pemerintah selalu berusaha mengatasi berbagai persoalan sosial dengan
peran serta tokoh masyarakat, pengusaha, pemuka agama, tetua adat, dan
Iain-Iain. Berbagai cara yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak
dalam membantu mengatasi masalah sosial antara lain :
a) Menjadi orang tua asuh bagi anak sekolah yang kurang mampu.
b) Tokoh agama memberikan penyuluhan tentang keimanan dan moral dalam
menghadapi persoalan sosial.
c) Para pengusaha dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan lain ikut
memberikan beasiswa.
d) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)
membantu dalam berbagai bidang dimulai dengan penyuluhan sampai
bantuan berupa materi.
e) Lembaga-lembaga dari PBB seperti UNESCO, UNICEF, dan WHO memberikan
bantuan kepada pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah sosial.
f) Para dermawan yang secara pribadi banyak memberi bantuan kepada
masyarakat sekitarnya berupa materi.
g) Organisasi pemuda seperti karang taruna yang mendidik dan
mengarahkan para remaja putus sekolah dan pemuda untuk berkarya dan
berusaha mengatasi pengangguran.
h) Perguruan tinggi melakukan pengabdian kepada masyarakat dengan
memberikan berbagai penyuluhan.
Selain cara-cara tersebut di atas, pemerintah juga menggalakkan
berbagai program untuk mengatasi masalah sosial antara lain :
1. Pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
BOS diberikan kepada siswa-siswa sekolah mulai dari sekolah dasar
sampai tingkat SLTA. Tujuannya untuk meringankan biaya pendidikan.
2. Pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT)
BLT diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak berpenghasilan
sebagai dana kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
3. Pemberian Kartu Askes.
Bagi keluarga miskin pemerintah memberikan kartu Askes untuk berobat
ke puskesmas atau rumah sakit yang ditunjuk dengan biaya ringan atau
gratis.
4. Pemberian Beras Untuk Masyarakat Miskin (Raskin).
Pemberian bantuan pangan dari pemerintah berupa beras dengan harga
yang sangat murah.
5. Pemberian Sembako
Sumber :
DK Halim, Psikologi Lingkungan Perkotaan, Jakarta, Bumi Aksara, 2008.
http://sosbud.kompasiana.com/2013/01/11/masalah-sosial-523482.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar