Rakyat Miskin Kota, Dampak Sistemdan Karakter
Oleh : R. Ahmad Nabhan
Dampak Sistem
Pembangunan yang terjadi di ibu kota Jakarta, merupakan representase pembangunan di Indonesia bagi dunia internasional. Situasi pembangunan ibu kota yang cepat berkembang dan modern, menampakan wajah Indonesia yang tidak mau untuk kalah bersaing dalam pembangunan dengan negara-negara lainnya, seperti Malaysia dan Singapura.
Dalam skala nasional tidak bias dipungkiri Indonesia adalah Negara sisa pemerintahan Orde Baru. Siapa yang tidak tahu bahwa pemerintahan ini menggunakan sistem yang serba terpusat dan semuanya itu dipusatkan di ibukota Negara yaitu Jakarta.
Jakarta telah menjadi kota modern dengan kepadatan pembangunan yang semakin tinggi. Selain dari semakin majunya pembangunan kota, Jakarta juga menghadapi berbagai masalah, seperti kemiskinan dan kepadatan jumlah penduduk,. Hal ini merupakan masalah yang sering dihadapi oleh kota-kota besar di dunia.
Kepadatan jumlah penduduk dan kemiskinan menjadikan wajah Jakarta yang metropolis menjadi agak berbeda. Sejak terpilihnya Jokowi dan Ahok pemimpin wilayah di ibu kota negara ini, maka harapan dari masyarakat miskin kota Jakarta terhadap perubahan kehidupan dan nasib mereka semakin cerah. Mereka berharap kedua orang pilihan mereka ini, mampu memberikan harapan baru, lewat program-program yang berpihak pada rakyat miskin.
Dan harapan tersebut pun terwujud lewat program-program pro rakyat seperti Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan rumah susun bagi rakyat yang tidak memiliki tempat tinggal.
Program yang terakhir ini menjadi polemik bagi rakyat miskin, karena mereka merasa bahwa tanah negara yang selama ini mereka tinggali telah menjadi miliknya. Masyarakat miskin merasa lebih berhak tinggal di bantaran-bantaran sungai, dibandingkan tinggal di rumah susun yang disediakan pemerintah. Menurut mereka hal tersebut adalah pilihan dan hak mereka sebagai masyarakat miskin.
Kemiskinan di kota Jakarta sangatlah tinggi, hingga bulan September 2012 jumlah pendidik miskin di Jakarta berjumlah 366.770 orang, naik 6% dari tahun 2011. Jika disesuaikan dengan luas wilayah Jakarta, yang hanya seluas 661,52 Km2, maka jumlah penduduk miskin di Jakarta sangat banyak dan mengalami pertambahan jumlahnya tiap tahun. Kemiskinan inilah yang menyebabkan pembangunan yang terjadi di Jakarta tidak seimbang, karena banyaknya masalah-masalah sosial yang disebabkan oleh kemiskinan dan ketimpangan dalam masyarakat. Persoalan seperti kesenjangan pendidikan, banyaknya pengangguran, tingginya angka kejahatan dan kurangnya kesadaran akan pelestarian lingkungan, disebabkan oleh berbagai bentuk kemiskinan yang terjadi didaerah perkotaan.
Selain itu pemerintah juga melakukan program yang bersifat pro lingkungan, seperti menjaga kebersihan bantaran sungai-sungai yang mengalir di Jakarta. Hal ini untuk mengurangi dampak terjadinya banjir diberbagai wilayah sekitar Jakarta. Akan tetapi program pro lingkungan ini, pada pelaksanaannya bertabrakan dengan kepentingan rakyat miskin. Mengapa hal ini terjadi? Karena banyak rakyat miskin di Jakarta tinggal di sekitar bantaran sungai, sebagai akibat dari tidak adanya lahan untuk mereka tinggali. Hal ini sudah terjadi sejak lama, bahkan melewati beberapa generasi masyarakat yang tinggal disekitar bantaran sungai. Ini memberikan persoalan baru bagi penerapan program-program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Dan untuk memecahkan persoalan tersebut, maka pemerintah mendirikan rumah susun (rusun), untuk merelokasi masyarakat yang berada dan sudah lama tinggal disekitar bantaran sungai. Salah satu rusun yang dibuat adalah bagi warga disekitar bantaran waduk Pluit. Dengan tinggal di rusun, maka pemerintah memberikan kelangsungan kesejahteraan bagi masyarakat, sekaligus program pembersihan bantaran waduk juga dapat terlaksana.
Akan tetapi fasilitas rusun yang diberikan oleh pemerintah tidak langsung dihuni oleh masyarakat. Hal ini disebabkan, karena warga di sekitar waduk Pluit beranggapan bahwa tanah yang selama ini mereka tinggali merupakan hak mereka, dan jika mereka direlokasi, maka harus ada pembagian lahan terhadap tanah yang mereka tinggali dan ganti rugi terhadap lahan tersebut. Padahal tanah disekitar waduk Pluit yang selama ini mereka huni adalah tanah milik negara. Pemerintah dimainkan dengan logika yang tidak masuk akal, akan tetapi dapat jika salah dalam mengambil keputusan, maka akan membebankan pada pengeluaran APBD yang cukup besar untuk mengganti kerugian yang bukan menjadi haknya. Jika hak warga yang didengar dan pemerintah melakukan ganti rugi, maka pemerintah gagal untuk menjaga hak negara atas tanah tersebut. Rakyat menuntut hak yang bukan menjadi hak-nya dan pemerintah berupaya menjadi pemimpin yang adil bagi seluruh masyarakat.
Pilihan Untuk Menjadi Miskin
Apa yang terjadi dalam persoalan diatas, merupakan salah satu sikap yang menunjukan tingginya kemiskinan dalam karakter orang Indonesia. Setiap manusia dipastikan tidak mau untuk hidup dalam kemiskinan dan atau menjadikan dirinya miskin. Miskin merupakan suatu kondisi dimana tidak mempunyai kepemilikan apapun. Hal ini yang menyebabkan orang miskin, seringkali jatuh kedalam kemelaratan dan tidak berpengharapan akan masa depan yang cerah. Kemiskinan dapat disebabkan oleh distribusi kesejahteraan yang tidak merata dan mengorbankan orang lain, yang memiliki keterbatasan dalam memperoleh pendidikan, pengetahuan dan kekayaan. Kemiskinan menyebabkan kesenjangan sosial semakin lebar dan berakibat pada munculnya banyak penyakit-penyakit sosial dalam masyarakat.
Upaya pemerintah kota Jakarta untuk membantu pengentasan kemiskinan dan melindungi hak-hak masyarakat miskin di Jakarta mendapatkan dukungan dari berbagai kelas dalam masyarakat. Akan tetapi disisi lain, beberapa program tersebut juga ditolak oleh masyarakat miskin. Hal ini terjadi pada masyarakat di sekitar bantaran waduk Pluit. Masyarakat yang tidak memiliki hak atas tanah yang mereka tinggali, diberikan peluang oleh pemerintah dengan memperoleh hak untuk tinggal di rusun yang disediakan oleh pemerintah. Karena ada program lainnya dari pemerintah, untuk melakukan sterilisasi daerah sekitar waduk Pluit. Hak tersebut merupakan peluang bagi warga miskin untuk mendapatkan kepemilikan yang selama ini tidak mereka miliki. Hak atas distribusi kesejahteraan lewat kepemilikan rumah tinggal dan fasilitasnya. Dengan memiliki hak ini, diharapkan warga miskin dapat kembali bangkit dari keterpurukan mereka dan hidup lebih teratur serta berpengharapan dalam menyongsong Jakarta yang baru. Jakarta yang juga berpihak pada warga miskin.
Dengan menolak untuk tinggal di rusun dan mendapatkan fasilitas dari pemerintah, maka warga miskin tetap mempertahankan haknya untuk tetap miskin. Dan kemiskinan seperti inilah yang disebut dengan kemiskinan karakter. Kemiskinan yang bukan terjadi karena tidak adanya kepemilikian terhadap harta, akan tetapi kemiskinan yang terjadi karena adanya karakter untuk tetap miskin, serta nyaman dengan kondisi tersebut dan tidak ingin merubahnya. Kemiskinan memaksanya untuk mengaku dan mengambil milik orang lain atau fasilitas umum secara sepihak. Dengan kondisi kemiskinan seperti ini, maka pemerintah akan lebih sulit untuk melakukan pembangunan dan distribusi kesejahteraan. Karena setiap program yang berupaya mengangkatnya dari kondisi miskinnya yang nyaman, akan terus ditolak dan tidak diterima sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan dan peluang untuk hidup yang lebih layak.
Dengan memiliki haknya untuk tetap menjadi orang miskin, maka dimungkinkan ia akan tetap diperhatikan dan diperjuangkan oleh para aktivis dan lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat. Orang miskin menjadi sesuatu yang harus diperjuangkan untuk bangkit dari kemelaratan dan mendapatkan hak untuk hidup yang layak. Dengan mendapatkan fasilitas dari pemerintah, maka tampaklah bahwa warga miskin juga menjadi bagian utama dari program pemerintah. Akan tetapi hal tersebut harus diikuti oleh kesadaran untuk bangkit dan berpengharapan oleh para warga miskin. Bukannya membangun solidaritas dan memperjuangkan sesuatu yang bukan menjadi haknya. Karakter sebagai orang miskin haruslah hilang dari diri tiap orang, sehingga suatu saat kemiskinan akan hilang dan pembangunan akan merata pada setiap warga, tanpa adanya kesenjangan yang terjadi. Pembangunan berkelanjutan yang dijalankan oleh pemerintah DKI Jakarta harus didukung oleh semua pihak, terutama oleh masyarakat kelas bawah.
Membangun Jakarta adalah juga membangun karakter warganya agar jauh dari kemiskinan. Dengan program-program yang pro rakyat dan pro lingkungan, pemerintah telah menempatkan warga sesuai dengan hak yang harus didapatkannya. Hak tersebut termasuk hak untuk mendapatkan rumah untuk tinggal bagi masyarakat miskin. Untuk itu, dapatkanlah hak tersebut, dan mulailah mencoba menghilangkan karakter yang miskin dalam berperilaku dalam masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar