Sabtu, 08 September 2012

Syarif Hidayatullah ( Jurnalistik 1A)

Dia Punya Rencana Di Balik Sebuah Rencana
Hidup adalah sebuah perjalanan, mungkin sudah biasa kita dengar yang menjadi bagian dari sebuah rangkaian kata-kata bijak yang di lantunkan oleh beberapa orang, begitu juga dengan kata-kata hidup adalah sebuah pelajaran yang juga sering terdengar oleh kita, tapi sudahkah kita berfikir, mengapa dan untuk apa kita hidup?
Saat mulai jantung ini berdetak, ketika organ ini mulai tergerak, dan Sang Pencipta meniupkan nyawa pada jasad ini, saat mata ini masih terpejam, tangisan bibir ini membawa aliran air mata bahagia di sekitarnya, dan saat itu kelahiran datang membawa harapan.

Lahir dengan selamat di salah satu klinik bersalin di Jakarta pusat, pada pukul 8.14 WIB Minggu,31 Juli 1994 tentunya berkat Rahmat Allah SWT, bayi laki-laki yang di beri nama Syarif Hidayatullah, dari pasangan suami istri yang sah juga tentunya.
Saat di izinkan olehNya mata ini untuk terbuka, dan mulai nafas ini berhembus, maka di sana lah kehidupan saya di mulai, tumbuh di pasangan keluarga yang sederhana sebagai anak pertama dan tunggal yang senantiasa di hiasi penuh kasih sayang dari ayah dan bunda.
Hari-hari kami terasa bahagia dan normal apa adanya, dan suatu hari yang tampak biasa, tapi Allah punya kehendak yang berbeda, hingga saya berusia 3 tahun terjadi suatu hal yang membuat jalan kehidupan berbeda dimana saya dan bunda harus tinggal di luar kota tepatnya di jawa dan ayah tidak bisa bersama kami karena pekerjaanya. Tepat usia saya 4 tahun saya masuk sekolah TK, di sekolah saya terbilang anak yang biasa dan bisa mengikuti setiap pelajaran, 2 tahun yang saya lewatkan dengan bahagia karena saat itu saya belum berfikir hal-hal lain selain bermain dan sedikit belajar, selalu saat liburan sekolah saya habiskan dengan pergi ke Jakarta untuk bertemu ayah dan keluarga yang lainya.
Terasa waktu membawa saya pada usia 6 tahun, bunda mendaftarkan saya ke salah satu SD Negeri di sana, dan Alhamdulillah saya bisa di terima disana, semua berjalan lancar dan baik-baik saja walau disini juga saya tidak terlalu berprestasi, setahun terasa cepat dan saat itu saya telah berusia 7 tahun tepat di penghujung akhir tes semester di kelas 2 ada suatu hal yang jika saya ingat sangat menyayat hati saya, hal yang berisikan sebuah kabar dari Jakarta, kabar mengenai ayah yang saat itu meninggal dunia di Rumah Sakit karena sakit yang dideritanya. Kehidupan yang sepi ini seolah menjadi tambah sunyi, tetapi entah mengapa semua kesedihan itu bisa tertutupi, atau kah saya terlalu bodoh untuk berfikir di usia saya ketika itu, atau Allah telah menguatkan hati ini? Setiap hari saya jalani dengan normal dan biasa se pulangnya dari Jakarta usai pemakaman ayah, dan mulai dari itulah titik balik dari prestasi belajar saya di sekolah dari awal kelas 3 hinngga lulus SD peringkat kelas saya raih. Hingga saat kelulusan dan penerimaan SMP saya memperoleh sekolah lanjut yang berkualitas.
Di sekolah menengah pertama ini karir saya di mulai, mulai dari pembentukan mental dari cengeng dan penakut menjadi lebih bernyali dan berani, walau di awal kelas 7 peringkat di kelas sangat mengenaskan dan omelan bunda tak pernah berhenti usai pengambilan rapor sekolah, alhasil saya di tempatkan di kelas paling akhir. Di kelas 8 inilah kehidupan saya mulai lebih berwarna dari awal sampai akhir, dan disini saya bertemu dengan sahabat saya yang terus menjadi teman seperjuangan saya untuk beberapa tahun kedepan. Disini perkembangan saya secara akademis belum tampak, tetapi ada beberapa lomba yang saya menangkan dan menjadi pengalaman yang berarti untuk saya hingga saat ini. Semuanya yang ada di kelas 8 saya lewatkan penuh suka cita, dan tibalah masuk ke tahun ajaran baru. Di kelas 9 inilah, kesadaran belajar saya mulai muncul dengan karena tekat ingin sukses UN dan bisa di terima di sekolah unggulan tentunya, perkembangan akademis saya cukup membaik di kelas 9 ini, les tambahan pun saya tekuni, hingga saat UN berlangsung nilai saya cukup memuaskan dan bisa membuat bunda tersenyum. Setelah pengumuman dengan nilai demikin, semanagt saya berkobar untuk segera mendaftarkan diri ke sekolah menengah atas yang saya idamkan. Segala persyaratan sudah saya penuhi dan tiba waktu tes pun berjalan lancar dengan segala persiapan, tepat  30 hari setelah hari tes seleksi masuk berakhir adalah saat dimana hasil di umumkan di pasang didepan wisma budaya SMA, dan sujud syukur saya untuk-Nya saat melihat nama saya masuk di peringkat 199 dari 240 siswa yang di terima dan 512 siswa yang mendaftar, saya pun bersorak bersama sahabat saya yang ternyata juga di terima di SMA yang sama.
Di usia saya yang ke 15 tahun saya merasa hidup saya lebih banyak rasa, di kelas 10 ini bisa saya bilang, saya masuk di lingkungan bintang, dengan kualitas yang saya miliki pas-pasan, tapi disini saya menemukan teman-teman yang baik dan bisa saling memacu prestasi dalam balutan persahabatan, sempat sekali saya terpuruk di peringkat paling bawah, dan seiring berjalannya waktu saya bisa memacu diri saya kembali dan menaikan peringkat saya di kelas.
Di tahun-tahun inilah saya di kenalkan bermacam-macam organisasi dan saya sempat ikut ambil bagian di beberapa diantaranya, semua berjalan sesuai dengan yang saya rencanakan, hingga di penghujung kelas 10, saya merasa gelisah karena, bersamaan dengan kenaikan kelas juga ada penentuan jurusan, disini rasa takut mulai mengguncang hati dan pikiran saya, karena keinginan saya untuk dapat belajar di jurusan IPA sesuai dengan cita-cita saya saat itu walau mungkin sangat tipis harapan saya, mengingat kualitas teman-teman saya yang di atas kertas mereka di atas. Akhirnya tiba hari penentuan, saat bunda mengambil rapot, rasa gelisah semakin parah dan saat beliau keluar ruangan lalu memberikan rapot kepada saya, dan "Allah huakbar" saya masuk IPA.
Libur kenaikan kelaspun sudah tiba dan pasti saya lewatkan semua di Jakarta, tepat bulan ke 6 pada tahun itu, yang membuat jalan hidup saya berubah kembali tepatnya Allah punya jalan lain untuk saya, karena alasan cita-cita saya harus kejakarta dan meninggalkan semua apa yang sudah saya dapatkan di jawa dalam arti pindah sekolah, setelah apa yang saya inginkan sudah saya dapatkan dengan susah payah, dan terjadi perundingan yang cukup panjang saat itu, dan bunda mendukung saya untuk pindah ke Jakarta, dan dengan berat hati pada awalnya saya menyetujuinya.
Kelas 11 yang saya rasakan di sekolah baru saya sangat hambar, saya sangat kecewa dan hamper membuat putus asa, dimana saya harus mulai dari awal lagi, 2 bulan awal sangat menyiksa batin saya, hingga saya mencoba untuk membuka diri saya untuk dapat beradaptasi, meski pelan tapi pasti, saya kembali semangat belajar untuk mengejar kembali cita-cita saya masuk ke AAU( Akademi Angkatan Udara), saya mulai terbiasa dengan rutinitas ini. Semua berjalan normal hingga kelas 12 dan pandangan hidup saya muali bergeser kembali, seolah bertanya apakah hati saya sungguh untuk menjadi Angkatan?
Di pertengahan semester genap kelas 12 , keragun mulai muncul dalam diri saya untuk masa depan, tidak lama keraguan itu menyelimuti hati, saya menerima kabar gembira dari sekolah dimana saya salah satu siswa yang menerima SNMPTN Undangan, saya senang tapi juga bimbang antara kuliah atau angkatan, sering saya berfikir apakah ini tanda yang berikan Allah untuk masa depan saya (kuliah) tapi hari penerimaan AAU semakin dekat, semakin lama waktu membawa saya pada keraguan yang semakin menyiksa, dengan yakin saya terima SNMPTN Undangan dan mendaftarkan diri saya ke dua Universitas idaman di Indonesia.
Setelah Ujian Nasional berlalu, hari penerimaan AAU di mulai, denagan rasa ragu dengan niat yang mulai memudar oleh waktu saya ikuti tes yang akan di ujikan, bekisar 3 minggu saya lakukan semampu saya, dan hasilnya saya gagal di tes tersebut, secara emosi saya sangat kecewa, bunda dan pihak keluarga yang lain juga ikut kecewa, tetapi entah hati saya merasa lega. Rasa optimis membakar semangat saya menunggu hasil SNMPTN Undangan yang tinggal satu minggu, hingga tiba di hari nya pengumuman sudah bisa di buka dan seolah tertusuk pedang  hati ini, saya terdiam dan kecewa melihat hasilnya saya tidak di terima di satupun Universitas yang saya ajukan. Kecewa, kesal, putus asa semua bercampur di hati dan pikiran saya. Sempat pikiran saya butu oleh rasa putus asa, dan di 3 hari terakhir sebelum pendaftaran SNMPTN tulis di tutup, saya mencoba membuka masalah saya dengan guru di sekolah, beliau adalah guru kimia dan guru favorit saya sampai sekarang, saya coba meceritakan masalah saya kepadanya dan beliau member beberapa pilihan yang mungkin bisa saya pilih untuk masa depan saya, dan kata yang terucap salah satunya adalah UIN Jakarta, dan jurusan yang saya suka juga yakni Jurnalistik, seolah saya memperoleh kepercayaa diri saya kembali dan InsyaAllah dengan mantap memilih UIN Jakarta jurusan Jurnalistik. Esok harinya saya mendaftarkan diri saya dan mengisi UIN Jakarta sebagai pilihan pertama.
Dengan kisaran waktu kurang dari 12 hari karena saya memilih jurusan IPS saya mulai mengulang semua pelajarannya, hingga pada saat waktu ujian SNMPTN mulai, saya lebih banyak mengerjakan maple IPS dibandingkan dengan IPA, semua saya lakukan yang terbaik dan pada hari pengumuman Alhamdulillah nama saya tercantum sebagai peserta yang berhasil dan masuk ke UIN Jakarta jurusan Jurnalistik. Saya merasa lebih bahagia karena dua orang sahabat saya juga di terima di UIN Jakarta bersama saya.  Dan sekarang di kelas Jurnalistik terutama, kembali saya bertemu teman-teman yang baik.
Dan dari kejadian-kejadian yang saya alami, saya seolah berfikir kembali bahwa semuanya sudah di atur oleh Sang Pencipta, manusia hanya bisa sebatas merecanakan dan Dia yang menentukan, walau di awal kita sulit menerima kehendakNya tapi suatu saat Dia menunjukan bahwa kita sudah berada dijalan yang benar (bagi orang-orang yang berdoa dan berusaha).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini