Senin, 18 Maret 2013

Teori Strukturalisme (Pendekatan Institusional)_Tasha Helmi Mahindria_Tugas2

TEORI STRUKTURALISME (PENDEKATAN INSTITUSIONAL)
TASHA HELMI MAHINDRIA (NIM 1110051000177)
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM VI/F
A.      Pendahuluan
Secara etimologis struktur berasal dari bahasa latin Structure yang berarti bentuk atau bangunan. Sedangkan kata struktur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah (1) cara sesuatu disusun atau dibangun; susunan; bangunan; (2) yang disusun dengan pola tertentu; (3) pengaturan unsur-unsur dari suatu benda; (4) ketentuan unsur-unsur dari suatu benda; (5) Ling pengaturan pola dalam bahasa secara sintagmatis[1]. Jadi, struktur merupakan suatu bentuk atau bangunan yang tersusun.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, institusional adalah mengenai atau bersifat kelembagaan[2]. Institusional berasal dari kata dasar institusi yang berarti lembaga atau badan yang dilembagakan oleh undang-undang, adat, atau kebiasaan (organisasi sosial, dsb).[3]
Teori strukturalisme memusatkan perhatian terhadap pembahasan struktur linguistik (bahasa). Teori ini pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli bahasa Swiss, Ferdinand de Saussure yang mengembangkan ilmu bahasa struktural.  Dalam teori ini, Saussure membedakan antara langue dan parole. Langue adalah sistem tata bahasa formal, dan dengan adanya langue memungkinkan adanya parole. Parole adalah percakapan yang sebenarnya, cara pembicara menggunakan bahasa untuk mengatakan dirinya sendiri (mengekpresikan dirinya). Tata bahasa formal yang dimaksud dalam langue adalah kata-kata atau kosakata baku (baik, sesuai Ejaan Yang Disempurnakan). Langue dapat dilihat sebagai sistem tanda dari sebuah struktur dan arti setiap tanda. Makna, pikiran, dan kehidupan sosial dibentuk oleh struktur bahasa[4]. Jadi, kehidupan manusia dan kehidupan sosial kita dibentuk oleh struktur bahasa.
B.       Metode Studi
Dalam penulisan paper ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Dalam pengerjaannya, penulis mencari dan mendapatkan sumber informasi dari buku-buku yang membahas mengenai teori-teori sosiologi. Buku-buku tersebut adalah Teori Sosiologi Modern (George Ritzer & Douglas J. Goodman, 2007), Kamus Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008), Institutions and Organizations Second Edition (W. Richard Scott, 2001), dan Teori Sosiologi Modern (Bernard Raho, SVD, 2007).
C.      Analisis
Seorang antropolog Perancis yang juga menjadi bapak strukturalisme, Claude Lévi-Strauss mengembangkan karya Saussure tentang bahasa ke masalah antropologi. Lévi-Strauss juga menerapkan strukturalisme ke dalam bidang komunikasi. Misalnya melalui perbincangan antara dua orang dapat dianalisis sebagai pertukaran kata-kata dan makna yang dapat dikaji melalui antropologi struktural.[5]
Lévi-Strauss memandang bahwa apa yang ada di dalam kebudayaan dan perilaku manusia tidak terlepas dari apa yang tergambar atau tersirat dari bahasa yang digunakan. Lévi-Strauss berkeyakinan bahwa perilaku suatu masyarakat dapat dipelajari melalui bahasa. Perkembangan kebudayaan di suatu lingkungan dapat dilihat dari bahasa yang digunakan untuk bercakap-cakap setiap harinya. Contohnya dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Bila kita lapar, maka kita akan makan. Makan berarti memasukkan sesuatu (nasi, dsb.) ke dalam mulut, kemudian mengunyah dan menelannya[6]. Namun seiring perkembangan zaman, kata "makan" dapat diucapkan dengan kosakata lain, seperti maem, kemek, tuang (bahasa sunda), mangan (bahasa Jawa) tetapi dengan makna yang sama, yaitu "makan".
Kebiasaan-kebiasaan masyarakat juga termasuk dalam struktur sosial, hal ini diutarakan oleh W. Richard Scott dalam bukunya yang berjudul Institution and Organization Second Edition (2001)[7] bahwa Institusi berada pada lingkup struktur sosial, memiliki elemen-elemen simbolis, aktifitas-aktifitas sosial, dan sumberdaya material. Keberadaan institusi diperlukan sebagai seperangkat proses yang dicirikan dengan elemen-elemen regulatif, normatif, dan kultural-kognitif yang sarat dengan perubahan. Meskipun unsur-unsur utama dari institusi adalah rules, norms, and cultural benefit, konsep institusi juga menyangkut asosiasi perilaku dan sumberdaya material. Dengan demikian pengertian institusi ditentukan oleh batasan legal, prosedural, moral dan kultural yang memiliki legitimasi. Tidak hanya menyangkut property or social order, tetapi juga sebagai proses institusionalisasi maupun deinstitusionalisasi.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa aktifitas sosial seperti mengajar dan berbincang dengan orang lain serta simbol termasuk dalam struktur sosial. Aktifitas sosial merupakan aktifitas yang melibatkan orang lain dalam kegiatannya, seperti mengajar, kuliah umum, dan lain sebagainya.
Elemen-elemen regulatif, normatif, dan kultural-kognitif merupakan objek pokok kalangan sosiologi dalam menjelaskan lembaga selama ini. Elemen regulatif lebih banyak memperhatikan perilaku ekonomi. Binswanger dan Ruttan (1978)[8] menyebut lembaga sebagai sekumpulan aturan tentang perilaku yang membentuk pola tertentu dalam relasi-relasi (hubungan) masyarakat. Artinya, lembaga merupakan tempat di mana terbentuknya aturan-aturan tertulis maupun tidak tertulis yang harus diaplikasikan oleh masyarakat. Sedangkan elemen normatif merupakan komponen pokok dalam suatu lembaga. Norma akan melahirkan aturan, bersifat evaluatif (menilai), dan melahirkan tanggung jawab dalam kehidupan individu di masyarakat[9]. Kata norma sendiri diartikan sebagai peraturan atau ketentuan yang mengikat semua atau sebagian warga masyarakat[10]. Contohnya seperti kebiasaan untuk memberi. Memberi dengan menggunakan tangan kanan dianggap lebih santun dibandingkan dengan memberi menggunakan tangan kiri. Dan elemen kultural-kognitif memusatkan objeknya pada makna (meaning). Elemen ini memfokuskan terhadap bagaimana kehidupan sosial menggunakan makna.
Komunikasi massa dalam pendekatan institusional dapat diibaratkan sebagai pemerintah dan masyarakat yang dinaunginya. Pendekatan institusional dapat dilihat dari produk-produk yang dibentuk oleh pemerintah sampai saat ketika produk tersebut dikeluarkan dan diperlihatkan kepada masyarakat. Teori strukturalisme dapat dilihat dari bagaimana pemerintah menyelesaikan suatu kasus yang ada dalam masyarakat. Ketika ada suatu kasus, maka pemerintah akan membicarakannya. Dalam pembicaraan tersebut, terdapat beberapa hal yang dibahas, yaitu apa masalahnya, mengapa masalah itu dapat terjadi, dan bagaimana kronologis kejadian tersebut. Untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, pemerintah harus berpikir secara terstruktur mengikuti tahap-tahap yang harus dijalani secara berurutan.
Pembahasan dalam teori strukturalime tidak hanya mengenai bahasa, tetapi juga meliputi keseluruhan sistem tanda yang disebut semiotik. Selain mempelajari tanda dan simbol, semiotik juga mempelajari mengenai ekspresi wajah, gerak-gerik tubuh, naskah sastra dan bentuk komunikasi lainnya. Ilmu semiotik ini dikembangkan oleh Roland Bartes. Bartes berpendapat bahwa di dalam studi seperti itu (semiotik) kita tidak hanya mempelajari bahasa, tetapi juga perilaku yang mewakili atau menandai sesuatu (simbol-simbol).[11]
Pendekatan institusionalisme telah memposisikan dirinya untuk membantu kita menghadapi sebuah pertanyaan penting mengenai dasar-dasar kesamaan organisasi dan turunannya, hubungan antara struktur dan perilaku, peran simbol dalam kehidupan, serta ketegangan antara kebebasan dan ketertiban[12]. Sebuah lembaga harus memiliki ciri khasnya sendiri. Setiap orang yang ada dalam lembaga tersebut harus bisa saling memahami satu sama lain. Pemahaman itu bisa dengan mempelajari atau memperhatikan ekspresi wajah saat berbicara, gerakan tubuh saat berinteraksi dengan orang lain, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Tim Buku Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Edisi ke-6. Cetakan ke-4. Jakarta: Kencana.
Scott, W. Richard. 2001. Institutions and Organizations Second Edition. Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc.
SVD, Bernard Raho. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Penerbit Prestasi Pustakaraya.
Situs/Website :
Irawan, Dhedhi. (2012). Pendekatan Institusional dalam Merumuskan Kebijakan Publik (Sebuah Kajian Teoritis). <http://dhedhi-irawan.blogspot.com/2012/03/pendekatan-institusional-dalam.html>, diakses tanggal 16 Maret 2013.
Syahyuti. (2010). Lembaga dan Organisasi Petani dalam Pengaruh Negara dan Pasar. <pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE28-1c.pdf>, diakses tanggal 17 Maret 2013.



[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta, Pusat Bahasa, 2008), h. 1377
[2] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta, Pusat Bahasa, 2008), h. 559
[3] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta, Pusat Bahasa, 2008), h. 558
[4] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta, Kencana, 2007), h. 604
[5] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta, Kencana, 2007), h. 605
[6] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta, Pusat Bahasa, 2008), h. 900
[7] Dhedhi Irawan, (2012), Pendekatan Institusional dalam Merumuskan Kebijakan Publik (Sebuah Kajian Teoritis), <http://dhedhi-irawan.blogspot.com/2012/03/pendekatan-institusional-dalam.html>
[8] Syahyuti, (2010), Lembaga dan Organisasi Petani dalam Pengaruh Negara dan Pasar, <pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE28-1c.pdf>, h. 40
[9] Syahyuti, (2010), Lembaga dan Organisasi Petani dalam Pengaruh Negara dan Pasar, <pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE28-1c.pdf>, h. 40
[10] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta, Pusat Bahasa, 2008), h. 1007
[11] Bernard Raho, SVD, Teori Sosiologi Modern, (Jakata, Penerbit Prestasi Pustakaraya, 2007), h. 191
[12] Dhedhi Irawan, (2012), Pendekatan Institusional dalam Merumuskan Kebijakan Publik (Sebuah Kajian Teoritis), <http://dhedhi-irawan.blogspot.com/2012/03/pendekatan-institusional-dalam.html>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini