Minggu, 16 Maret 2014

Vita Renita_Tugas 2_Teori Max Weber

TEORI MAX WEBER
Max Weber adalah sosok yang dikenal sebagai bapak birokrasi. Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi yang ideal menyertakan delapan karakteristik struktural.
1.       aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi. Weber menggambarkan pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas organisasi.

2.      spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit. Dengan memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat ditingkatkan.
3.      hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas organisasi.
4.       pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Para manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan.
5.       mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda.  Mampu tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan anggota organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya.
6.       impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi. Menurut prinsipnya, anggota organisasi harus berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan sendiri. Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu.
7.       uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan.
8.       rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan.

Teori Rasionalitas Perubahan Sosial Max Weber (1864-1920) adalah sebagai berikut:
  1. Traditional RationalityTujuannya adalah perjuangan nilai yang berasal dari tradisi kehidupan masyarakat (sehingga ada yang menyebut sebagai tindakan yang non-rational).
  2. Value Oriented Rationality: Suatu kondisi dimana masyarakat melihat nilai sebagai potensi hidup, sekalipun tidak aktual dalam kehidupan keseharian.
  3. Affective Rationality: Jenis Rational yang bermuara dalam hubungan emosi yang sangat mendalam, dimana ada relasi hubungan khusus yang tidak dapat diterangkan di luar lingkaran tersebut.
  4. Purpossive RationalityTujuannya adalah “tindakan” dan “alat” dari bentuk rational yang paling tinggi yang dipilihnya “Etika Protestan” dan “Semangat “Kapitalisme”.
Inti Teori Weber tentang perubahan sosial adalah terletak pada:
  1. Weber dan Marx tampaknya setuju untuk menolak idealisme Hegel, yang menyatakan bahwa di dunia ada yang mendominasi, yaitu national spirit (folk spirit). Durkheim juga menyatakan bahwa memang ada semangat tertentu dalam kelompok yang mengikat sehingga menjadi unit analisis (analisis parameter)
  2. Berbeda dengan Weber yang menyatakan bahwa sebelum terjadinya teknologi terlebih dahulu telah terjadi perubahan gagasan baru dalam pola pemikiran masyarakat, dalam pemikiran Marx justru sebaliknya.
  3. Marx dan Weber sama-sama setuju bahwa basis kapitalisme modern adalah produksi masyarakat.

Teori Tindakan Sosial Max Weber
Tindakan sosial terjadi ketika individu melekatkan makna subjektif pada tindakan mereka. Hubungan sosial menurut Weber  yaitu suatu tindakan dimana beberapa aktor yang berbeda-beda, sejauh tindakan itu mengandung makna dihubungkan serta diarahkan kepada tindakan orang lain. Masing-masing individu berinteraksi dan saling menanggapi .
Weber juga membicarakan bentuk-bentuk empiris tindakan sosial dan antar-hubungan sosial tersebut. Weber membedakan dua jenis dasar dari pemahaman yang bersifat tafsiran dari arti, dari tiap jenis pemahaman ini bisa dibagi sesuai dengan masing-masing pertaliannya, dengan menggunakan tindakan rasional ataupun emosional. Jenis pertama adalah pemahaman langsung yaitu memahami suatu tindakan dengan pengamatan langsung. Kedua, pemahaman bersifat penjelasan. Dalam tindakan ini tindakan khusus aktor ditempatkan pada suatu urutan motivasi yang bisa dimengerti, dan pemahamannya bisa dianggap sebagai suatu penjelasan dari kenyataan berlangsungnya perilaku.
Max Weber dalam (J Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006:18) mengklasifikasikan empat jenis tindakan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat yaitu;
a.      Rasionalitas instrumental
Yaitu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.
b.      Rasionalitas yang berorientasi nilai
Alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada didalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut.
c.       Tindakan tradisional
Seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar  atau perencanaan.
d.      Tindakan afektif
Tindakan ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif bersifat spontan, tidak rasional dan merupakan refleksi emosional dari individu.
Menurutnya bahwa keempat tindakan tersebut sulit diwujudkan dalam kenyataan, namun apapun wujudnya hanya dapat dimengerti menurut arti subjektif dan pola-pola motivasional yang berkaitan dengan itu. Sebuah interaksi sosial akan kacau bilamana antara pihak-pihak yang berinteraksi tidak saling memahami motivasi dan makna tindakan sosial yang mereka lakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini