Minggu, 16 Maret 2014

Nurul Andani_PMI 2_Tugas 2


STRATEGI PEMBANGUNAN DESA PESISIR MANDIRI
Desa pesisir memiliki karateristik yang berbeda dengan desa di daratan. Perbedaan tersebut tidak semata pada aspek geografis-ekologis, tetapi juga pada karateristik ekonomi dan sosial-budaya. Secara geografis, desa pesisir berada di perbatasan antara daratan dan lautan. Desa pesisir memiliki akses langsung pada ekosistem pantai (pasir dan bebatu), mangrove, estuaria, padang lamun, serta ekosistem terumbu karang.
Kondisi geografis-ekologis desa pesisir mempengaruhi aktifitas-aktifitas di dalamnya. Sedangkan kegiatan ekonomi bisa dicirikan oleh aktifitas pemanfaatan sumberdaya dan jasa lingkungan pesisir. Aktifitas ekonominya mencakup perikanan, pertambangan, wisata bahari, dan transportasi. Karateristik ekonomi yang penuh ketidakpastian, seperti penangkapan ikan ketika laut sedang pasang, juga mendorong terciptanya struktur sosial yang bersifat patron-klien. Hubungan patron-klien disebut dalam istilah yang berbeda-beda di setiap daerah. Adapun istilah-istilah patron-klien antara lain:
·         Sulawesi Selatan: Punggawa-sawi
·         Aceh: Tokebangku
·         Tangerang: Langam, dll.
Kini desa pesisir berjumlah 8.090 desa yang tersebar di seluruh pulau besar maupun kecil. Di dalamnya terdapat sekitar 16 juta jiwa yang tersebar dalam berbagai pekerjaan: (tabel 1)
No.
Kondisi Masyarakat Pesisir
Jumlah
1
Desa Pesisir
8,090 desa
2
Masyarakat Pesisir:
16,420,000 jiwa
-          Nelayan
4,015,320 jiwa
-          Pembudidaya
2,671,400 jiwa
-          Masyarakat pesisir lainnya
9,733,280 jiwa
3
Persentase yang hidup di bawah kemiskinan (32,14%)
5,254,400 jiwa
Isu-Isu Kritis
Ada sejumlah Isu Kritis dalam pembangunan desa pesisir, yang dapat terbagi ke dalam lima ranah: ekologi, sosial, ekonomi, agraria, dan geopolitik. Pertama, kerusakan ekologis baik yang bersifat alamiah maupun antropogenik. Kerusakan ekologis secara alamiah di daerh pesisir dapat dilihat berbagai bencana alam, seperti tsunami, angin topan, elnino, dan gempa. Contohnya wilayah Jepang, di daerah jepang sangat rentan terhadap bencana alam, khususnya angin taifun. Namun, jepang tidak pasrah atas bencana alam tersebut melainkan mereka menyiapkan sejumlah alat canggih untuk antisipasi bencana alam. Secara sosial, jepang mampu meningkatkan kesiapan warganya menghadapi bencana.
Sementara itu kerusakan ekologis secara antropogenik adalah kerusakan ekologis akibat ulah manusia baik yang bersifat langsung maupun tak langsung. Contohnya, kerusakan secara langsung antara lain seperti pengeboman ikan dan praktek perikanan desdruktif dll. Sedangkan contoh kerusakan ekologis yang bersifat tidak langsung misal seperti sedimentasi akibat aktifitas hulu yang tidak pernah ramah lingkungan.
Kedua, isu sosial terkait dengan struktur sosial, budaya dan politik. Seperti dijelaskan di muka, bahwa struktur sosial masyarakay pesisir dicirikan oleh poal hubungan patron-klien. Menurut Scott (1993) hubungan patron-klien mencakup:
·         Penghidupan subsistensi dasar, berupa pemberian pekerjaan tetap, penyediaan saprodi, jasa pemasaran dan bantuan teknis.
·         Jaminan krisis subsistensi, berupa pinjaman yang di berikan pada saat klien menghadapi kesulitan ekonomi.
·         Perlindungan, berupa pelindungan terhadap klien baik dari ancaman pribadi maupun umum.
·         Memberikan jasa kolektif, berupa bantuan untuk mendukung sarana umum.
Isu-isu kritis tang muncul umumnya terkait dengan hubungan yang bersifat eksploitatif. Kisah di Pasuruan dan Banda Aceh, misalnya, patron dianggap mengeksplotisasi nelayan karena menekan harga jual ikan nelayan.
Ketiga, isu ekonomi umumnya terkait aktifitas ekonomi masyarakatnya yang bergantung pada sumberdaya pesisir. Aktifitas ekonomi di desa pesisir mencakup perikanan,ekstraktif, pariwisata, industri garam, pelabuhan, perdagangan dan transportasi. Potensi sumberdaya tersebut seharusnya dapat menopang ekonomi masyarakat pesisir. Namun, kebijakan kelautan pemerintah yang belum berpihak pada pengembangan ekonomi yang berbasis sumberdaya pesisir dan lautan maka peluang tersebut belum berkembang.
Keempat, isu agraria. Persoalan penting yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut adalah ketimpangan struktur agraria di desa pesisir. Isu agraria dei desa pesisir dapat di bedakan antara isu agraria yang terjadi di desa pesisir yang berada di pulau besar (mainland), dan di desa pesisir yang berada di pulau kecil (small island).
Desa pesisir di pulau-pulau besar memiliki sejumlah isu-isu kritis baik di tanah maupun air. Pada sumber agraria tanah dan air, isu yang muncul adalah tentang: (tabel 2)
Sumber Agraria
Isu Aktual
Tanah
·         Status lahan pemukan, tambak, garam, mangrove
·         Reklamasi, abrasi, konflik spesial
Air
·         Overshing, polusi, kerusakan ekosistem
·         Hak pengelolaan sumberdaya laut oleh masyarakat?
Sedangkan isu-isu agraria yang muncul pada pulau pulau kecil adalah: (tabel 3)
Sumber Agraria
Isu Aktual
Tanah
·         Penguasaan Mangrove oleh Swasta dan Pemerintah
·         Pemberian HGU sebagai "Penyewaan" Pulau Kecil (private property regime)
·         Relokasi nelayan
Air
·         Privatisasi sumberdaya laut untuk/oleh Wisata Bahari (private property regime)
·         Ketidakadilan Konversasi (state property regime)
Kelima, isu geopolitik. Desa pesisir merupakan wilayah daratan terdepan yang berhadapan dengan wilayah perbatasan. Oleh karena itu desa pesisir rentan terhadap gangguan keamanan, baik secara politik maupun ekonomi. Secara politik, desa pesisir, khususnya di pulau kecil perbatasan, sangat rentan terhadap masuknya pengaruh asing yang dapat mempengaruhi nasionalisme. Contohnya adalah: kasus di Miangas, menggambarkan pengaruh budaya dan spiritkebangsaan Filipina sudah mulai terjadi. Sedangkan secara ekonomi, gangguan terlihat dalam berbagai aktifitas ilegal baik dalam pertambangan, perikanan, maupun perdagangan.
Visi Desa Pesisir 2030
            Desa pesisir biasanya dihadapkan pada masalah yang bersumber pada sifat alami ekologi,jaminan keamanan sosial dan ekonomi dalam masyarakat desa. Berdasarkan masalah-masalah  yang dihadapi oleh desa pesisir, penyelesain masalah desa pesisir harus berlandaskan pada tiga pilar. Pertama, kekuatan kelembagaan sosial dan ekonomi masyarakat desa pesisir sendiri serta kemampuan mengembangkan sumberdaya yang berkelanjutan. Kedua, pemerintah yang memberikan kesempatan dan jaminan legal formal termasuk jaminan keamanan teritri dan ideologi dari pengaruh negara luar. Ketiga, pihak swasta termasuk pengusaha pengusaha perikanan dalam wadah kerjasama yang menguntungkan masyarakat desa pesisir.
Dengan mengacu pada beberapa atribut dalam pembangunan berkelanjutan di atas, maka karateristik desa pesisir 2030 adalah sebagai berikut:
a.       Mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar: pangan, kesehatan, pendidikan,air bersih dan energi.
b.      Mampu mengembangkan perencanaan desa serta implementasinya secara dinamis dan partisipatif.
c.       Memiliki sistem produksi untuk mendayagunakan sumberdaya lokal.
d.      Masyarakat mampu mengorganisasi diri dengan baik untuk kepentingan ekonomi, sosial, maupun pengelolaan sumberdaya pesisir.
e.       Mampu mengelola sumberdaya maupun lingkungan pesisir dan lautan serta daerah aliran sungai terkait, dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan yang berpusat pada kekuatan masyarakat dan bersumber dari kombinasi pengetahuan lokal dan sains.
f.       Masih terjaganya budaya dan nilai-nilai lokal yang positif  yang menjadi dasar pengembangan kehidupan masyarakat.
g.      Kapabilitis pemerintahan desa memadai untuk menggerakkan roda pembangunan desa dan mengendalikan pemanfaatan sumberdaya pesisir.
h.      Berkembangnya aktifitas ekonomi berbasis kelautan yang mampu bersaing dalam pasar lokal.
i.        Merupakan bagian dari national security belt dan nasionalisme masyarakat.
Jalan Menuju 2030
            Dengan visi desa pesisir 2030 sebagaimana di atas, maka diperlukan sejumlah upaya sebagai jalan menuju 2030. Upaya upaya tersebut adalah:
·         Pemetaan Desa Pesisir
·         Strategi Transformasi
-          Pendekatan
-          Strategi makro
-          Strategi meso
-          Strategi mikro
Daftar Pustaka
Charles,Anthony,2001. Sustaineble Fishery System.Blackwell Science Ltd: Victoria
GKP.2007.Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Direktorat Jendral Pesisir, Pantai dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. dll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini