Nama : Zaenal Arifin
Nim : 1113054000029
Studi: Pengembangan Masyarakat Islam
Semester: II
Menciptakan keterkaitan kawasan
perdesaan dengan kawasan perkotaan
yang adil
Setia Hadi,
Didit Okta Pribadi
Pendahuuan
setelah hampir 6 tahun, sejak di terapkanya otonomi daerah secara penuh tahun 2001, nampak nahwa hubungan kawasan pedesaan dengan kawasan perkotaan belum banyak mengenai perubahan. hal yag telah melembaga terjadi dengan di terapkanya kebijakan terputus di jaman orde baru menyebabkan hubungan kawasan perdesan dengan kawasan perkotaan tidak produktif. kelangkaan lapangan pekerjaan di pedesaan akibat dari rendahnya SDM pedesaan dan timpangnya penguasaan sumberdaya menyebabkan kemiskinan di pedesaan dan tingginya pengarug dari tingkat urbanisasi ke perkotaan.
kemiskinan pedesaan juga berdampak kepada perusakan sumberdaya alam dan lingkungan, akibat dari perambahan dan npenebagan pohon hutan dan exsplotasi lahan yag tidak bertanggung jawab menyebabkan terjadinya erosi dan banjir serta kekeringan dan hilangnya sumberdaya air yag sangat di oerlukan dalam kehidupan. kemiskinan masyarakat pedesaan yang bertempat tinggal di kawasan temmpat pesisir dan di lauatan bisa di katakan dengan sebagai gejala laten yang sampai ini belum bisa di atasi. kebijakan pembangunan dahulu yag mengabaikan kawasan pesisir dan lautan mentebabkan secara struktural menciptakan kemiskinan laten.
keserakahan penduduk disisi lain juga berkonstribusi besar kepada rusaknya sumber daya alam dan lingkungan. kegiatan pertambnagan dan pembalakan hutan adalah contoh keserakan penduduk kota yang menyebabkan kawasaan pedesaan baik sumber daya dan lingkungan maupun masyarakat menerima dampak kerusakan dan kemiskinan.
setelah 32 tahun pemerintah orde baru (1969-1997) di tambah dengan orde reformasi (1997-2001) dan penerapan otonomi daerah (2001-sekarang) belum banyak perbaikan yang berarti yang dapat mengoreksi kekeliruan pembangunan pedesaan yang telah berjalan.
di sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan belum ada kebijakan yang dapat mengurangi kesenjangan pembanguna kawasan perdesan dan kawasaan perkotaan. kebijaka yang di ambil lebih bayak Bimas yang dapat mencapai swasembeda beras seperti
1. program palagung
2. program subsidi 100% (benih gratis) yang berjalan saat ini.
dalam jangkauan program-program tersebut bahka berdampak sebaliknya, dimna tungkat kemandirian petani kembali ke arah awal orde baru 1960-an akhir.
Di sektor kehutanan terjadi upaya-upaya untuk memperlambat proses degradasi hutan denga program GERHAN, yang ternyata hasilnya sangat di ragukan dan bisa di tanyakan pola-pola teknis pelaksanaan nya yang tentunya tidak banyak di harapkan banyak hasil. kebijakan otonomi daerah di beberapa daerah baru bahkan mengancam keberadaan hutan, karena tuntutan daerah akan kemampuan mengadaka pendapatan asli daerah ( PAD ).
pendirinya departemen kelautan ddan perikanan (DKP) tadinya memberi harapan akan bangkitnya sektor perikanan dan lautan yag di harapkan dapat mengangkat kemiskinan laten masyarakat nelayan dan pesisir. berbagai kebijakan yang di abil ternyata belum efektif karena berbagai sebab balik secara struktural maupun istitusional.
sumber daya pertambangan dimana masyarakat kecil pedesaan suda sejak lama tidak memiliki akses yang cukup, belum bisa di andalkan untuk bisa menciptakan hubungan ke dua hubungan kawasan pedesaan dan perkotaan berkeadilan. sektor-sektor pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, kelautan dan pertambangan yang merupakan sektor-sektor utama di kawasan pedesaan belum bnayk perubahan, sehingga dapat secara efektif dan waktu yang relatif singkat mengangkat kehidupan dikawasan pedesaan dan dpat sejajar dengan kawasan perkotaan, serta terdapat hubungan keterkaitan antara ke dua yang produktif dan adil..
ketimpangan desa kota dan hubunga eksploitatif kota terhadap desa tidak lepas dari adanya doronga dan pengaruh kebijakan pembangaunan yang dilaksanakan slama ini. pemberlakuan otonomi sentralistik dan mengabaikan kewilayaan. untuk itu di perlukan upaya-upaya yang lebih seksama dari semua pihak baik pusat mau pun pihak daerah untuk menciptakan keterkaitan desa-kota yang lebiy berkeadilan dan ke dua kawasan ini dapat berkembang secara paralel dengan hubungan yang produktif.
untuk me;lihat secara ril oerkembangan sekaligus perbandingan kondisi pedesaan dan perkotaan di indonesia pada Tabel 1, gambar 1 dan gambar 2 disampaikan sebaran penduduk di kawasan pedesaan di bandingkan denga perkotaan.
Tabel 1. perkembangan jumlah penduduk pedesaan dan perkotaan pada titik tahun 1971,
1985, 1990, 2000 dan 2004
Tahun
|
Jumlah Penduduk
| ||
Perkotaan
|
Pedesaan
|
Total
| |
1971
|
20,765272
|
98,467,227
|
119,232,499
|
1985
|
43,029,526
|
121,017,462
|
164,046,988
|
1990
|
55,433,790
|
123,813,993
|
179,247,783
|
2000
|
82,861,037
|
113,721,542
|
196,582,579
|
2004
|
93,860,044
|
123,212,302
|
217,072,346
|
Sumber: statistik indonesia dalam berbagai titik tahun
Tabel 1. menunjukan bahwa keenderungan jumlah penduduk yang tinggak di perkotaan meningkat dari tahun ke tahun, sementara itu penduduk yang tinggal di desa meningkat namun denga tingkat pertumbuha yang cenderung menurun.
Dari Gambar 1. di ketahui bahwa ditinjau dari persentase total penduduk di indonesia. perbandingan antar yang tinggal di pedesaan dan perkotaan yang cukup menykinka bahwa pengurasan (backwash) telah terjadi.
dengan kecenderungan seperti itu maka, di perkirakan tahun 2005 jumlah penduduk perkkotaan mencapai 100 juta jiwa yang berarti hampir setengan jumlah penduduk indonesia tinggal di wilayah perkotaan. UN-HDR 2004 memperkirakan tahun 2015 sepuluh tahun dari sekarang jumlah ini akan mencapai 57.8% dari total penduduk indonesia.
Tahun
sumber: P4W-IPB,2005
kesenjangan jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan dan perkotaan pada lingkungan regional terlihat mencolok di kawasan timur indonesia dimna jumlah perbandingan penduduk adalah 29,53% di daerah perkotaan dibangdingkan 70,47% di pedesaan, berbeda dengan KBI dimana perbandingan tidak terlalu jauh yakni 45,29% di daerah perkotaan dan 45,29% di pedesaan.
pertanyaan beberapa ahli, tingkat pengeluaran merupakan indikator yang lebih tepat sebagai indikator pendapatan perkapita dibandingkan dengan tingkat pendapatan. indikator pembangunan lain yang dapat digunakan sebagai alat untuk membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan dan perkotaan adalah presentasi pengeluaran untuk bahan pangan. semakain tinggi presentasi pengeluaran untuk bahan pangan nmakanan semakin tidak sejahtera kelompok masyarakat yang bersangkutan.
Rata-rata pengeluaran penduduk desa dan kota menurut kelompok pengeluaran perkapital per Bulan per Tahun 2004
Kelompok Barang
|
Besaran (Rp)
|
Persentase
| ||
Kota
|
Desa
|
Kota
|
Desa
| |
Makanan
|
155,169
|
108,112
|
48,61
|
63,06
|
Bukan Makanan
|
164,052
|
63,324
|
51,39
|
36,94
|
Total
|
319,221
|
171,436
|
100,00
|
100,00
|
fenomena yang dapat dipahami dari tabel 3 adalah bahwa secara umum proporsi pengeluaran terbesar masyarakat pedesaan masi untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sebaliknya, mayarakat perkotaan propinsi terbesar adalah pemenuhan kebutuhan non pangan.
keadaan status kesehatan penduduk baik di pedesaan maupun perkotaan memperlihatkan sedikit perbedaan dimana secara nasional 23,15% penduduk di perkotaan mempunyai keluhan kesehatan sedikit lebih rendah di bandingkan di daerah pedesaan sekitar 24,16% ( survey sosial ekonomi nasional 2003).
Prinsip-Prinsip keterkaitan keterkaitan kawasan pedesaan dan kawasan perkotaan yang adil
dalam evisi undang-undang penataan ruang yang sudah disahkan DPR medio maret 2007 yang lalu, sangat terasa upaya untuk menyinggung lebih banyak penataan ruang kawasan di ruang kawasan pedesaan agar dapat lebih cepat berkembang. ciri-ciri wilaya maju di tunjukan oleh kepadatan penduduk dan ketersediaan, serta kelengkapan instruktur. padahal dalam undang-undang penataan pedesaan mempunyai keseimbangan tingkat kemajuan wilayah dan di bedakan oleh sektor utama/dominan, dimana kawasan pedesaan perkotaan adalah jasa dengan perdagangan. sedangkan sektor industri bisa berkembanga di kedua kawasaan ini.
Dengan demikian kedua kawasan ini harus mempunyai kesempatan yang sama dan diberi kesempatan yang sama pula untuk mencapai kemajuan. di kawasaan pedesaan berkembang teknologi produksi (on farm) yang maju di dukung oleh ketersediaan sarana teknologi dan produksi yang cukup.
Pengembangan di kawasaan pedesaan yang sedemikian tentunya tidak lepas dari dukungan yang di butuhkan yaitu:
1. sumber daya manusia yang cukup mampu melaksanakan aktivitas agribisnis di atas
2. pembiyayaan/permodalan. dikawasan pedesaan harus terdapat lembaga pembiayaan atau modal yang cukup dan mampu dan menyediakan modal dan pembiayaan bagi embangunan agrabisnis lainnya.
3. infrastruktur (jalan-jembatan,listrik, atau energi, telekomunikasi, sekolah, rumah sakit, klinik, hiburan, mini market, dll) yang cukup yang sesuai denga skala yang di butukan.
perubahan produk yang keluar dari kawsan pedesaan tidak lagi produk primer tetapi merupakan produk olahan baik yang berubah bentuk, maupun prouks segar yang telah dilakukan olahan dalam bentuk pembungkusan (packaging), sortasi, dan grading.
Contoh daftar prodiuk olahan di kawasan pedesaan
No
|
Produk Primer
|
Produk olahan
| |||
Tingkat I
|
Tingkat II
|
Tingkat III
|
Produk ahir
| ||
1.
|
Padi gabah kering panen
|
Beras
|
tepung
|
-
|
Nasi instan
|
2.
|
Jagung tongkol
|
Jagung
|
tepung
|
-
|
Pakan
|
3.
|
Kedele
|
Kedele packing
|
tepung
|
-
|
Pakan,susu,kecap
|
4.
|
Coklat
|
Biji kering
|
powder
|
Coklat bubuk
|
Permen,coklat
(kemasan) dll
|
5.
|
Sayuran
|
-
|
-
|
-
|
Sayuran segar packing
|
6.
|
Ikan
|
Ikan asin
|
tepung
|
-
|
Pakan
|
7.
|
Buah-buahan
|
-
|
-
|
-
|
Buah packing segar
|
8.
|
Ternak
|
Daging packing
|
Produk olahan daging
|
-
|
Daging kaleng
|
Hubungan antara kawasan pedesaan dengan kawasaan perkotaan
Hubungan kawasan pedesaan dan kawasaan perkotaan tentunya didukung oleh sisitem transportasi antara kebudayaan. Perbaikan transportasi antara dua pusat-pusat kegiatan ekonomi pada umumnya akan mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi yang lebih cepat pada wilayah-wilayah yang di lalui sepanjang jalaur utama (truk lain) di bandingkan wilayah lain.
Perkembangan hubungan pedesaan anatara perkotaan akibat adanya hubungan transportasi yang juga berkembang menimbulkan pertanyaan berikutnya, apabila hubungan tersebut di serakan kepada mekanisme pasar, maka yang terjadi adalah kegiatan pasar (marketing failure). Dengan demikian dalam menciptakan hubungan kawasan pedesaan dengan kawasan perkotaan yang berkeadilan di perlukan solusi kelembagaan.
Solusi kelembagaan dimaksud adalah:
1. masi perlu campur tangan pemerintah pusat dan daerah dengan penekanan dan pemerintah daerah kabupaten atau kota.
2. Percepatan pembangunan pemerintah dengan penekanan pada bidang-bidang yang terkait langsung dengan sektor utama kawasan pedesaan.
3. Memberikan bantuan akses infirmasi, teknologi dan permodalan secara tepat. Sehingga meningkatkan kemandirian dan serta rasa bertanggung jawab dan percaya diri.
Sedangkan menurut anwar (1997) diperlukan dua tahap untuk mereogranisasi strategik pembangunan wilayah ke arah integrasi kawasan pedesaan dengan kawasan perkotaan sebagai berikut:
Tahap ke satu
1. Registribusi aset (tanah, finansial, kapital dan lain-lain) ke arah mobilisasi sumber daya dalam menciptakan lapangan kerja,
2. Pengembnagan lembaga dan pasar finansial di wilayah pedesan.
3. Kebujakan insentif( harga dan perdagangan) untuk menciptakan lapangan kerja di pedesaan
4. Kebujakan mempertahan kan nilai tukar yang mendorong ekspor
5. Pengendalian sebagai melalui monitoring dan kebijakan perpajakan dan lalu lintas devisa dan modal.
Tahap ke dua
1. Pembangunan regional berbasis kepada pemanfaatan sumberdaya wilayah/kawasaan
2. Kebijakan insentif fiskal dan mendorong kegiatan produksi dan distribusi ke wilayah pedesaan
3. Investasi human kapital pendidikan dan latian.
4. Indistrialisasi berbasis wilayah pedesaan pertanian
5. Secara berangsur mengurangi ketergantungan kepada kapital dan bantuan luar negri.
|
|
|
Minimalisasi
Dualisme
kawasan
|
|
Gambar 11. Reorganisasi strategik pembangunan wilayah ke arah
integrasi kws. Perdesaan dan perkotaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar