Minggu, 16 Maret 2014

Ridwan Efendi_Tugas2_Max Weber

Nama    :    Ridwan Efendi
NIM        :    1113054100020
Kelas     :    Kessos 2A



Teori Max Weber
1.         Teori Kapitalisme
            Seperti yang disebutkan dalam karyanya The Potestant Etnic and The Spirit of Capitalism. Weber memusatkan perhatian pada protestantisme sebagai sebuah system gagasan dan pengaruhnya terhadap system ekonomi kapitalis. Di periode awal kapitalisme, agen terpenting adalah orang protestan. Dan ini diteliti Weber kemudian korelasi ini pun dibuktikan. Weber menarik kesimpulan bahwa terdapat peran khusus orang-orang protestan dalam menggunakan kapitalisme, yang mana salah satunya keyakinan agama mereka. Keimanan protestan tersebut telah menghasilkan motivasi aktivitas pro kapitalis yang mana berorientasi pada kehidupan duniawi. Dimana bakti keagamaan biasanya disertai dengan penolakan terhadap urusan duniawi termasuk pengejaran ekonomi dan hal tidak terjadi pada protestanisme. Weber juga mendefinisikan semangat kapitalisme sebagai gagasan dan kebiasaan yang mendukung pengajaran yang rasional terhadap keuntungan ekonomi.
            Analisanya mengenai etika protestan serta pengaruhnya dalam meningkatkan pertumbuhan kapitalisme menunjukkan pengertiannya mengenai pentingnya kepercayaan agama serta nilai dalam membentuk pola motivasional individu serta tindakan ekonominya. Pengaruh agama terhadap pola perilaku individu serta bentuk-bentuk organisasi sosial juga dapat dilihat dalam analisa perbandingannya mengenai agama-agama dunia yang besar.Weber juga mengemukakan mengenai analisa tipe ideal dimana memungkinkan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa khusus dan untuk memberikan analisa perbandingan dengan menggunakan kategori-kategori teoritis yang umum sifatnya. Keseluruhan pendekatannya menekankan bahwa kepentingan ideal dan materiil mengatur tindakan orang, dan bahwa hubungan antara ideal agama dan kepentingan ekonomi sebenarnya bersifat saling tergantung. Dengan kata lain, hubungannnya itu bersifat timbal balik, termasuk saling ketergantungan antara protestantisme dan kapitalisme. Dalam perkembangan kapitalisme modern, menuntut untuk pertumbuhan modal. menuntut kesediaan untuk tunduk pada disiplin perencanaan yang sistematis untuk tujuan-tujuan di masa mendatang, bekerja secara teratur dalam suatu pekerjaan, dan lain sebagainya.
2.          Tindakan Sosial
            Tindakan sosial menurut Max Weber adalah suatu  tindakan  individu sepanjang  tindakan  itu mempunyai makna atau arti subjektif  bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Suatu  tindakan  individu  yang  diarahkan  kepada  benda  mati  tidak  masuk  dalam  kategori tindakan sosial. Suatu tindakan akan dikatakan sebagai tindakan social ketika  tindakan tersebut benar-benar diarahkan kepada   orang  lain (individu lainnya). Meski tak jarang tindakan  sosial  dapat  berupa  tindakan  yang  bersifat membatin  atau  bersifat  subjektif  yang mungkin terjadi  karena  pengaruh  positif  dari  situasi  tertentu.  Bahkan terkadang tindakan dapat berulang kembali  dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu.
            Weber membedakan tindakan sosial manusia ke dalam 4 tipe yaitu:
1.      Tindakan rasionalitas instrumental (Zwerk Rational)
            Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Contohnya : Seorang siswa yang sering terlambat dikarenakan tidak memiliki alat transportasi, akhirnya ia membeli sepeda motor agar ia datang kesekolah lebih awal dan tidak terlambat. Tindakan ini telah dipertimbangkan dengan matang agar ia mencapai tujuan tertentu. Dengan perkataan lain menilai  dan  menentukan  tujuan  itu dan bisa saja  tindakan  itu dijadikan sebagai cara untuk mencapai  tujuan  lain.
2.      Tindakan rasional nilai (Werk Rational)
            Sedangkan tindakan rasional nilai memiliki sifat bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Contoh : perilaku beribadah atau seseorang mendahulukan orang yang lebih tua ketika antri sembako. Artinya, tindakan sosial ini telah dipertimbangkan terlebih dahulu karena mendahulukan nilai-nilai sosial maupun nilai agama yang ia miliki.
3.      Tindakan  afektif/Tindakan yang dipengaruhi emosi  (Affectual Action)
            Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu. Contohnya: hubungan kasih sayang antara dua remaja yang sedang jatuh cinta atau sedang dimabuk asmara.Tindakan ini biasanya terjadi atas rangsangan dari  luar yang bersifat otomatis sehingga bias berarti
4.      Tindakan  tradisional/Tindakan karena kebiasaan (Traditional Action)
            Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Tindakan pulang kampong disaat lebaran atau Idul Fitri.
3.      Teori Verstehen
                  Max Weber menawarkan model analisis sistem simbol dengan pendekatanVerstehen (pemahaman) yang memungkinkan orang untuk bisa menghayati apa yang diyakini oleh pihak lain tanpa prasangka tertentu. Dalam tradis Verstehen, jika obyeknya adalah sistem budaya, maka bisa dipihal antara tradisi agung (great trdition) dan tradisi rendah (litlle tradition).
            Aspek pemikiran Weber yang paling terkenal yang mencerminkan tradisi idealis adalah tekanannya pada verstehen (pemahaman subyektif) sebagai metode untuk memperoleh pemahaman yang valid mengenai arti-arti subyektif tindakan  sosial. Bagi weber, istilah ini tidak hanya sekedar merupakan introspeksi. Intrspeksi bisa memberikan seorang pemahaman akan motifnya sendiri atau arti-arti subyektif, tetapi tidak cukup untuk memahami arti-arti subyektif dalam tindakan orang lain. Sebaliknya, apa yang diminta adalah empati, kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang prilakunya mau dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif itu. Proses itu menunjuk pada konsep "mengambil peran" yang terdapat dalam interaksionisme simbol.Verstehen adalah suatu metode pendekatan yag berusaha untuk mengerti makna yang mendasari dan mengitari peristiwa social dan histori. Pendekatan ini bertolak dari gagasan bahwa tiap situasi social didukung oleh jaringan makna yang di buwat oleh actor yang terlibat di dalamnya. Yang menjadi inti dari sosiologi bukanlah bentuk-bentuk substansial dari kehidupan masyarakat maupun nilai yang obyektif dari tindakan, melainkan semata-mata arti yangnyata dari tindakan perseorangan yang timbul dari alasan subyektif itu yang di sebut dengan Verstehende sociologie.
4.      Teori Kharisma
            Sejarah umat manusia merupakan dialetika antara sistem nilai dan realitas. Dalam suatu komunitas masyarakat ada pemimpin yang menjadi lokomotif untuk mempertahankan sistem nilai dan dan dinamisasi kehidupan masyarakat. Pemimpin masyarakat biasanya mereka yang terpilih, kreatif dan memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh banyak orang. Pemimpin yang dipilih mestinya memiliki kharisma yang merupakan kekuatan untuk memobilisasi anggota masyarakat.
            Otoritas pemipin akan diselimuti dengan kharisma sehingga perpaduuan kekuatan keduanya menjadi kekuatan untuk memobilisasi masyarkat untuk mempertahankan sistem nilai yang sudah ada. Hal ini biasanya diekspresikan dalam rutinitas ritual yang mana pemimpin masyarakat menjadi sentral kekuatan. Rutinitas menjadi media penyalur kekuatan kharisma seorang pemimpin dengan masyarakat. Dan pemimpin pula yang mentransformasikan pesan-pesan sakral terhadap masyarakat.
            Pemimpin kharismatik memiliki otoritas yang penuh dalam menghimpun nilai-nilai kebuadayaan masyarakat. Menurut Weber, pemimpin kharismatiklah yang membentuk dan memberi warna dalam kehidupan masyarakat. Melalui otoritas yang dimiliki pemimpin kharismati akan menjadi panutan oleh masyarakatnya.
            Weber tidak menyangkal bahwa pemimpin karismatik dapat memiliki ciri menonjol, karismanya lebih tergantung pada kelompok pengikut dan bagaimana mereka mendefinisikan pemimpin karismatik.yang krusial dalam proses ini adalah ketika seorang pemimpin dipisahkan dari orang biasa dan diperlakukan seolah-olah ia memiliki kekuatan atau kualitas supranatural, supermanusia, atau sekurang-kurangnya kekuatan tidak lazim yang tidak dapat dimiliki oleh orang biasa.
Sumber Refrensi:
Ritzer, G. 1992. Sosiologi  Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Terjemahan Alimandan. Jakarta: Rajawali.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini