Minggu, 16 Maret 2014

Vikron Fahreza_Tugas sosiologi pedesaan ke 2_Pengembangan Bio Energi di Desa

Nama  : Vikron Fahreza
 
PENGEMBANGAN BIO ENERGI DI DESA
                
PENDAHULUAN
Latar Belakang dan tujuan

Konsep pembangunan yang sudah dilakukan oleh pemerintah beberapa tahun belakangan telah bisa kita lihat hasilnya pada saat ini. Memang di pada beberapa sisi hasilnya cukup menggembirakan, namun di lain sisi terlihat banyak sekali kekurangan yang menggangu kita sebagai bangsa Indonesia khususnya pada tindakan keadilan dan rasa kebersamaan yang telah menjadi khas dan landasan bagi bangsa ini. Pembangunan selama kurang lebih tiga dasawarsa terakhir ini sudah sangat jelas terlihat ketimpaangannya. Ketimpangan itu terjadi antara desa dan kota, jumlah orang-orang miskin pun bertambah dengan sangat signifikan dan yang paling jelas adalah timbul jurang pemisah yang lebar antar si kaya dan si miskin. Ketimpangan dampak baru yaitu miskinnya kota, hal itu berpotensi menimbulkan keresahan sosial di masyarakat.

Untuk menanggulangi ketimpangan hasil pembangunan ini di perlukan sebuah konsep yang dibuat berdasarkan paradigma yang baru, dimana paradigma itu harus berubah total dari paradigma sebelumnya, paradigma ini juga harus menegakkan rasa keadilan dan semangat kebersamaan yang telah menjadi cirri khas dari bangsa ini. Bukan hanya segelintir orang yang mengaggap bahwa diri mereka mampu, yang hanya memikirkan kepentingan komersial secara sepihak. Paradigma yang baru ini akan menjadi landasan kuat bagi sebuah  konsep pembangunan baru yang lebih seimbang dan terarah untuk pengembangan potensi alam guna peningkatan kesejahteraan seluruh lapisan bangsa.

PERMASALAHAN
Energi adalah sebuah kebutuhan yang utama bagi setiap manusia yang hidup di duina ini, bentuk energi itu seperti minyak tanah, gas, dll. Secara umum pemerintah dalam model pembangunan sumber energi ini pemerintah menggunakan pembangunan dengan sistem terpusat. Menghemat energi adalah alas an utama mengapa metode ini digunakan oleh pemerintah.
Jika dilihat dari segi sosio-ekonominya maka kita mendapatkan angka sebesar 75 persen masyarakat yang hidupnya sangat menyedihkan. Kebanyakan masyrakat masih hidup secara subsisten atau bisa dibilang tidak memiliki pekerjaan yang tetap, maka dari itu masih sangat jauh bagi masyarakat Indonesia untuk menjadi masyarakat yang  mandiri sebagaimana program pemerintah sebelumnya. Selain itu seperti yang kita ketahui masyarakat Indonesia hidup dan tersebar di antara kepulauan yang ada di Indonesia ini, dan untuk menyebarkan energi yang handal membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Dalam hal ini pemerintah tidak tinggal diam, mereka menggalangkan program subsidi, tetapi sayangnya program subsidi yang dilakukan oleh pemerintah itu salah dan tidak tepat sasaran, bukannya memperbaiki melainkan hanya memperparah keadaan. Pola subsidi yang dilakukan oleh pemerintah sama sekali tidak menguntungkan bagi masyarakat marjinal, pola ini hanya membuat orang kaya makin kaya dan orang miskin makin terdesak akan keadaannya.
Secara umum subsidi energi tidak membuat masyarakat Indonesia menjadi hemat energi, melainkan hanya membuat masyarakat kita hidup dengan pola yang boros. Mengapa demikian ? hal itu karena massyarakat mengira bahwa energi adalah sumber kekayaan alam yang diperoleh dari Tuhan sehingga menggunakannya dengan cara yang boros. Hal ini jelas terlihat dari tingginya intensitas energi nasional Indonesia.
Intensitas energi adalah energy yang digunakan oleh suatu Negara untuk menghasilkan devisa sebesar satu juta dolar amerika. Energy yang digunakan ini diukur dengan besaran yang setara dengan kandungan energi pada satu ton minyak bumi atau disingkat TOE (ton oil equivalent). Jika kita lakukan perbandingan intensitas energi bangsa ini, yang besarnya 482  TOE*,  cukup berbeda jauh dengan malaysia yang besarnya hanya 439 TOE*, dimana kemakmuran rakyatnya lebih tinggi dan lebih merata. Bandingkan lagi dengan Negara-negara yang tergabung dalam OECD yang hanya 164 TOE*, padahal diwilayah mereka terdapat musim dingin, yang membutuhkan energi lebih untuk penghangatan ruangan.
Dari  beberapa kejadian diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa bangsa indonesia masih belum menjadi bangsa yang dapat menghargai hasil sumber daya alamnya sendir, oleh karna itu diperlukan pemimpin yang adil dan amanah untuk memipin negeri ini agar semua hasil sumber daya alam yang kita miliki tidak habis begitu saja, apalagi jika sumber daya alam itu jatuh ketangan yang tidak bertanggung jawab yang hanya mementingkan kepentingan komersialnya saja.

Kondisi umum saat ini
Secara umum perangkat desa yang sudah ada seperti sekarang ini bukanlah organisasi efektif untuk menyejahterakan rakyat. Kalaupun ada aparat desa yang memiliki kemampuan yang baik dalam menyejahterakan rakyat, mereka tidak dapat menggunakan hak otoritas yang mereka miliki.
Hambatan akan terjadi pada proses birokrasi yang harus dilalui aparat ini ke tingkatan yang lebih tinggi yaitu camat, bupati, secara budaya aparat ini harus mendapat restu dari dari tingkatan yang lebih tinggi.
Hambatan lain pada sisipendanaan adalah, seorang kepala desa, walaupun atas nama desa, tifak mungkin mengajukan program pembangunan fisik utnuk didanai dari pos anggaran APBD apalagi APBN tanpa melewati rakorbang kabupaten. Untuk mencapai ke tahap ini rencana yang telah disusun dapat mengalami distorsi yang tidak masuk akal,inilah yang disering disebut dengan sebutan UUD atau ujung ujungnya duit.
Disinilah terjadi perendahan atau pengkerdilan terhadap orang-orang desa, kelompok ini tidak mungkin dapat berpartisipasi dalam pembangunan fisik, dengan kata lain mereka hanya dapat menjadi pekerja kasar atau buruh semata.
Dengan kondisi semacam ini bagaimana mungkin kreativitas dan inovasi masyrakat dapat diakomodir dan mendapatkan dukungan yang dibutuhkan, walaupun untuk mencapai kemandirian desa.
Kesimpulan
Pembangunan level desa sapat dikatakan berhasil apabila berwujud konkrit dan nyata seperti bangunan yang kokoh yang dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar, dan wujud nyata ke alinnya adalah meningkatnya sumber daya manusia di desa, sehingga desa bukanlah menjadi tempat bagi orang-orang yang tidak mempunyai kemampuan, oleh karena itulah menurut saya disinilah peran para pengembang masyarakat, selain dituntut untuk mengembangkan desa, para developer juga bertugas untuk meningkatkan sumber daya manusiampada suatu desa, sehingga masyarakat desa tersebut menjadi masyarakat mandiri, dan tujuan akhirnya adalah untuk menyetarakan antara masyarakat desa dan masyarakt kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini