KESETARAAN GENDER DALAM
PEMBANGUNAN PERDESAAN
(Aida Vitalaya Hubeis)
Pendahuluan
Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan "suatu proses penilaian implementasi dari tiap perencanaan, untuk laki-laki dan perempuan, termasuk peraturan, kbijakan dan program per bidang pembangunan di tiap daerah dan di tiap level pembangunan. Dengan kata lain, PUG merupakan strategi untuk mengintegrasikan minat, pengalaman, permasalahan, aspirasi dan kebutuhan laki-laki dan perempuan ke dalam proses managemen pembangunan, dimulai dari proses perencanaan dan pelaksanaan sampai monitoring dan evaluasi hasil pembangunan dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) di berbagai aspek kehidupan.
Secara teknis dan politis, penerapan PUG memerlukan pergeseran budaya pengaturan dan pola pikir, tujuan, struktur, dan alokasi sumberdaya yang memerlukan pengubahan di tiap level kelembagaan, penempatan agenda pembangunan, penyusun kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian, serta instrumen PUG (mencakup sumberdaya dan penganggaran, program pelatihan, prosedur kebijakan dan panduan pelaksanaannya). Tujuan dari upaya tersebut adalah untuk mencapai KKG di semua aspek kehidupan manusia, untuk lelaki dan perempuan.
Mengapa Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) Menjadi Isu Pembangunan?
Upaya pemerintah, dilihat dari peringkat kebijakan dan berbagai upaya untuk mewujudkan KKG sudah cukup tinggi, namun diskriminasi gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan, di seluruh wilayah. Sifat dan tingkat diskriminasi yang terjadi sangai variatif di berbagai negara atau wilayah. Yang jelas, tidak ada satu wilayah di negara dunia ketiga dimana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak hukum, sosial dan ekonomi. Secara tidak langsung, kondisi ini merugikan semua pihak. Kesenjangan gender dalam akses dan kontrol atas sumberdaya, ekonomi, kekuasaan dan partisipasi politik terjadi dimana-mana yang menyebabkan perempuan dan anak perempuan menanggung beban yan paling berat. Padahal kesetaraan gender dapat memperkuat kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan memerintah secara efektif. Dengan demikian mempromosikan kesetaraan gender adalah bagian utama dari strategi pembangunan dalam rangka memberdayakan masyarakat (semua orang) —perempuan dan laki-laki—untuk mengentaskan diri dari kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup mereka.
Karena itulah, sesuai dengan kesepakatan dunia dan kemudian menjadi consensus di tiap negara, PUG menjadi bagian dari strategi pembangunan, termasuk di Indonesia.
Komitmen Pemerintah
Tidak ada suatu pun model yang dapat diajukan sebagai satu-satunya model pembangunan yang tepat untuk strategi pembangunan yang Responsif Gender (RG). Pelaksanaan semua model pembangunan memerlukan kompromi-kompromi yang didikte oleh banyak pertimbangan. Sebagai strategi, pembangunan yang responsif gender memastikan bahwa isu gender, termasuk kondisi dan posisi perempuan diperhitungkan secara penuh dalam keseluruhan proses perencanaan pembangunan.
Dewasa ini, penerapan strategi PUG ke dalam proses pembangunan semakin diakui sebagai kebutuhan dan komitmen pembangunan nasional bangsa Indonesia. Komitmen ini tercantum diantaranya dalam dokumen berikut.
1) Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 tahun 2000 tentang PUG dan Panduan Pelaksanaannya yang "...mengintruksikan kepada semua pejabat, termasuk Gubernur, Bupati, Walikota untuk melaksanakan PUG guna terselanggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan pengevaluasian atas kebijakan dan program pembangunan yang responsif gender, sesuai dengan tugas pokok dan kewenangan masing-masing.
2) Kedudukan dan peran perempuan dalam Garis-garis Besar Halauan Negara (GBHN) tahun 1999-2004 yang dirumuskan sebagai upaya untuk (1) meningkatkan kedudukan dan peran perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan perwujudan KKG, (2) meningkatkan kualitas peran dan kemndirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
3) TAP MPR No V tahun 2003, Poin C "mengarahkan pemerintah agar dapat mengalokasikan dana untuk kegiatan pemberdayaan perempuan (PP) minimum 5% dari APBN/APBD," Alokasi anggaran pembangunan di berbagai instansi teknis berupa program atau kegiatan pembangunan dengan target Pemberdayaan Perempuan (PP) sering disebut sebagai alokasi anggaran spesifik perempuan.
Pengarustamaan gender sebagai bagian pengintegrasian minat, pengalaman, permasalahan, aspirasi dan kebutuhan laki-laki dan perempuan ke dalam proses managemen pembangunan, tentunya perlu diawali dengan proses analisis terhadap pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang berperspektif gender. Hasil analisis tentang isu-isu gender.
Permasalahan PUG di Tingkat Desa
Masyarakat desa, pada umumnya masih merumuskan peran berbeda unatuk lelaki dan perempuan dalam konteks social yang berbeda. Ada juga perbedaan dalam kesempatan dan ketersediaan sumberdaya untuk lelaki dan perempuan, serta bdalam kemampuan mereka untuk membuat keputusan dan memperjuangkan hak asasi mereka.
Sensus Penduduk tahu 2000 menyatakan bahwa sekitar 60% penduduk Indonesia bertempat tinggal di kawasan permukiman pedesaan. Selama ini kawasan pedesaan dicirikan antara lain oleh rendahnya tingkat produksivitas tenaga kerja, masih tingginya tingkat kemiskinan, dan rendahnya kualitas lingkungan pemukiman pedesaan. Rendahnya kerja yang ditampung sektor pertanian (44,62% lelaki dan 42,62% perempuan), padahal sumbangan sektor pertanian dalam perekonomian nasional menurun menjadi 15,9% (Susenas, 2003; dalam RPJMN, Bab 25).
Tingginya tingkat kemiskinan di pedesaan bisa ditinjau baik dari indikator jumlah dan persentase penduduk miskin (head count), maupun tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Pada tahun 2003, jumlah penduduk miskin adalah 37,3 juta jiwa (17,4%), dimana persentase penduduk miskin di pedesaan 20,2%, lebih tinggi dari perkotaan yang mencapai 13,6%. Dan wanita lebih potensial untuk menjadi miskin.
Isu-isu Kesenjangan Gender
1. Bidang Ketenagakerjaan
Pencapaian pembangunan bidang ketenagakerjaan menunjukkan adanya kesenjangan gender yang cukup besar. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan meningkat dari 39% pada tahun 1990 menjadi 49,21% pada tahun 2004. Kesenjangan gender dalam ketenagakerjaan masih tetap dirasakan yang ditunjukkan oleh kesenjangan TPAK antara laki-laki dan perempuan yang cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Selanjutnya hal ini dicirikan oleh angka pengangguran terbuka, pada tahun 1990-2004, yang lebih besar pada perempuan dibanding pada laki-laki. Berdasar struktur ketenagakerjaan, sebgian besar perempuan bekerja di sektor primer dan tersier serta mendominasi status dan jenis pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan keahlian/keterampilan khusus.
Banyaknya perempuan yang bergerak di bidang informal terkait dengan karakterisik usaha informal yang dapat dimulai dan berhenti kapan saja, tidak memerlukan keahlian tertentu, dan dapat dikombinasikan dengan tugas domestik mereka. Kesenjangan gender dalam upah menunjukkan bahwa rasio upah yang diterima perempuan yang bekerja di sektor pertanian adalah 50% dari upah yang diterima laki-laki dan 70% untuk pekerjaan di sektor non-pertanian.
Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya kesenjangan gender dalam bidang ketenagakerjaan, diantaranya adalah faktor sosial, budaya maupun karena masih rendahnya pertumbuhan ekonomi sehingga mengakibatkan rendah dan menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat dan munculnya berbagai masalah kesenjangan gender atau masalah sosial mendasar, seperti rendahnya pendidikan perempuan disbanding laki-laki.
2. Bidang Pendidikan
Kualitas sumberdaya manusia, terutama perempuan dilihat dari aspek pendidikan di berbagai jenjang lebih rendah daripada lelaki; Pembangunan pendidikan belum sepenuhnya mampu memenuhi hak-hak dasar warga negara.
Kualitas pendidikan juga masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik. Hal tersebut terutama disebabkan oleh kurang dan belum meratanya pendidik baik secara kuantitas maupun kualitas serta kesejahteraan pendidik yang juga masih rendah. Disamping itu, fasilitas belajar juga belum tersedia secara memadai. Pada saat yang sama masih banyak peserta didik yang tidak memiliki buku pelajaran.
3.Bidang Kesehatan
Pembangunan di bidang kesehatan dimaksudkan agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata sehingga diperoleh derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Salah satu indikator kesehatan yang dapat mengukur kondisi sosial ekonomi penduduk adalah Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Ibu (AKI). Data empiris menunjukkan bahwa derajat kesehatan dan status gizi masyarakat masih rendah dilihat dari AKI dan AKB.
Bagaimana dengan Pedesaan?
Sekitar 60% penduduk Indonesia saat ini masih bertempat tinggal di kawasan pemukiman pedesaan (Sensus Penduduk, 2000). Selama ini kawasan pedesaaan dicrikan antara lain oleh rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja, masih tingginya tingkat kemiskinan, dan rendahnya kualitas lingkungan pemukiman pedesaan.
Rendahnya produktivitas tenaga kerja di pedesaan bisa dilihat dari besarnya tenaga kerja yang ditampung sektor pertanian, padahal sumbangan sektor pertanian dalam perekonomian nasional menurun.
Sasaran Pembangunan Desa Menuju 2030
a) Menumbuhkan lapangan kerja berkualitas di pedesaan, khususnya lapangan kerja non-pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah pengangguran yang dialami kaum perempuan dan laki-laki;
b) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang ditandai dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin serta meningkatnya taraf pendidikan dan kesehatan, terutama perempuan dan anak;
c) Meningkatkan Akses, Kontrol dan Partisipasi seluruh elemen masyarakat, perempuan-lelaki, dalam kegiatan pembangunan pedesaan, mencakup ragamm bidang pembangunan.
d) Menyusun pembangunan responsif gender yang ditandai oleh terwakilinya aspirasi semua kelompok masyarakat dan meningkatnya kesetaraan antara perempuan dan lelaki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pembangunan pedesaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar