Selasa, 05 Mei 2015

Rizky Arif Santoso,Suryo Widodo, Aulia Ulfa_Tugas Ke-4_Laporan Penelitian Desa Bojong

LAPORAN PENELITIAN DESA BOJONG, KECAMATAN KEMANG,

 KABUPATEN BOGOR

BAB I

Latar Belakang

A.    Latar Belakang

Kami satu team terdiri dari tiga orang yaitu Rizky Arif Santoso, Suryo Widodo, dan Aulia Ulfa. Kami bertiga melakukan penelitian di daerah Ciampeak, Bogor tepatnya di desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Pada awalnya kami mendapatkan lokasi tersebut karena dapat pemberitahuan dari teman kelas kami yang kebetulan lebih dahulu meneliti di desa Semplak Barat daerah Ciampeak, Bogor.

Desa Bojong merupakan desa yang berada diperbatasan kota dan bersebelahan dengan kota Depok. Sebelum memasuki wilayah Desa Bojong, dipintu gerbang terdapat monumen Helikopter yang menyimbolkan adanya tempat lapangan udara dan Angkatan Udara. Desa Bojong memiliki tanah seluas 22 hektar. Desa Bojong walau lokasinya dekat dengan susasana perkotaan, namun sama hal-nya dengan des-desa yang lain yakni terdapat sawah-sawah serta ladang yang cukup luas dan merata diberbagai area di desa Bojong. Selain itu, desa Bojong juga terdapat gunung-gunung dan tanaman yang masih terjaga.

Area yang masih asri dan alami ini dipimpin oleh Kepala Desa yang bernama ... . Kantor desa yang berada tepat di tengah-tengah desa merupakan pusat berkumpulnya berbagai  komponen aparatur desa Bojong. Desa Bojong memiliki keunikan tersendiri, disamping letak lokasi yang berbatasan dengan kota dan lingkungan alam yang masih alami, mata pencaharian warga desa Bojong pun juga bervariasi. Mata pencaharian desa Bojong ada yang sebagai petani, pedagang, pengusaha home industry, hingga pabrik seperti pabrik Chiki dan Garmen. Keunikan dari mata pencaharian ini yang membuat kagum dengan desa Bojong.

Namun suasana alam yang masih asri dan segar, bervariasinya mata pencaharian warganya dinodai dengan adanya sengketa lahan tiga desa oleh Angkatan Udara. Tiga desa yang mengalami sengketa lahan yang diklaim oleh ankatan udara yaitu desa Bojong, desa Bantarsari dan desa Semplak. Permasalahan yang dialami tiga desa ini khususnya desa yang menjadi lokasi / tempat praktek lapangan ini mendorong kami untuk terus mencari info lebih detail dan menggali pernyataan warga sekaligus aparatur desa mengenai sengketa lahan tersebut. Hal ini yang menjadi daya tarik tersendiri untuk kami teliti ada apa dan mengapa desa Bojong bisa diklaim oleh pihak Angkatan Udara setempat?? Siapakah pihak yang benar dan salah dalam kasus sengketa ini dimata hukum?? Dan sudahkan ada solusi atau jalan yang ditempuh desa Bojong dalam mengatasi masalah yang pelik tersebut ??

Semua data dan info akan kami bahas dalam laporan ini. Kami harap dapat bermanfaat dan membuka hati kita untuk membantu dan menolong pihak yang dirugikan.

 

B.     Fokus Pembahasan

Fokus pembahasan kami dalam praktek lapangan pada kasus sengketa lahan Desa Bojong oleh pihak Angkatan Udara setempat. Selain pada kasus sengketa lahan, desa Bojong juga memiliki beberapa masalah seperti masalah sistem perairan sawah, penyakit DBD hingga Cikungunya, masalah sertifikasi tanah warga hingga pengklaiman lahan Desa Bojong. Dari beberapa masalah yang terdapat di desa Bojong, hal yang menarik hati kami untuk menelisik masalah yang dihadapi desa Bojong ialah sengketa lahan. Selama di lokasi, kami mendatangi dan sekaligus mewawancarai Aparatur Desa seperti Sekertaris Desa dan Ketua RW setempat. Berbagai pernyataan dan keluhan yang kami dapat dari hasil wawancara, mereka pun juga sudah berusaha dan mendatangi DPR dan BPN untuk membantu menyelesaikan kasus sengketa lahan ini. Namun, hingga saat ini kasus tersebut menggantung dan dibiarkkan berlarut-larut hingga tak tahu apa keputusannya. Inilah yang membuat kami memfokuskan masalah kepada sengketa lahan desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.

 

C.     Deskripsi Lapangan

·         Lokasi                               :  Desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

·         Luas Wilayah                    :  22 Hektare

·         Jumlah Penduduk             : 11.415 dengan rincian Laki-laki 5.537 dan Perempuan 5.537

·         Budaya                              : Gendang Pencak

·         Tradisi                               : Gotong Royong, Kerja Bakti, Pengajian.

·         Kuliner Khas                     : Rengginang, Deblo dan Combro.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

Gambaran Umum

 

A.    Lokasi Wilayah

Desa Bojong, sebuah desa yang berada di Kabupaten Bogor, tepatnya berada di Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berbatasan dengan Desa Semplak Barat dan Banjar Sari. Luas wilayah dari Desa Bojong ini sendiri kurang lebih mencapai 42 hektar, jauh lebih luas dibandingkan dengan desa-desa yang berada diperbatasannya. Dan terbagi menjadi 5 kampung yaitu bojong hilir,bojong kaum,bojong kidul,bojong lebak, dan bojong bobojong. Lalu terdiri dari 47 RT, 14 RW, dan 4 dusun. Sedangkan 1 dusun terdiri 3 atau 4 RW

B.     Populasi Penduduk

Berdasarkan data yang terdapat dalam jurnal kantor desa jumlah Penduduk di Desa Bojong sampai saat ini kurang lebih mencapai 11.415 jiwa, dimana jumlah Kartu Keluarga sebanyak 3.050 KK, dengan perincian jumlah Pria mencapai 5.537 jiwa, sedangkan Wanita mencapai 5.537 jiwa. Dan  Mayoritas Masyarakat desa bojong menganut Agama Islam sekitar 99% sedangkan 1% adalah yang lainnya.

C.     Pendidikan

Pendidikan di Desa Bojong ini tergolong memadai, ada kurang lebih sekitar 300 sekolah atau sarana pendidikan di Desa Bojong. Mayoritas pendidikan bagi remaja disana adalah SMA, kecuali bagi orang tua yang berumur diatas 30 tahun mayoritas pendidikannya hanyalah lulusan SD. Namun, banyaknya sekolah di Desa Bojong ini, tidak menutup kemungkinan bahwa mereka (remaja lulusan SMA) untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu jenjang pendidikan Perguruan Tinggi. Akan tetapi karena faktor ekonomi yang rendah sedangkan perguruan tinggi mengharuskan membayar cukup besar maka kebanyakan dari mereka lebih memilih menjadi buruh pabrik marmer dan makanan ringan atau mengolah home industri di Desa Mereka.

D.    Profesi

Mayoritas profesi dari Desa Bojong adalah petani sayur dan pedagang. Pertanian di Desa Bojong termasuk pada pertanian kering, karena kebanyakan tanaman yang ditanam yakni sayur-sayuran meliputi kangkung, bayam, terong dan ada juga berbagai macam buah seperti jambu biji, tomat hijau dan merah. Tidak semua warga Desa Bojong berprofesi sebagai petani, ada pula mereka yang memiliki home industri makanan, seperti pembuatan makanan tradisional rengginang dan juga oncom. Di Desa Bojong ini juga terdapat salah satu pabrik garmen, dimana adanya pabrik garmen ini memberikan kentungan bagi warga Desa Bojong, karena pabrik garmen tersebut merekrut tenaga kerja dari warga  Desa Bojong itu sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

Hasil

 

A.    Sejarah

 

Desa Bojong sudah berdiri sejak sebelum merdekanya Negara Indonesia, tepatnya tahun 1942. Desa Bojong adalah desa yang berdiri sendiri, bukan pemberian ataupun pecahan dari desa lain. Kepala Desa pertama di Desa Bojong bernama Bapak Emed. Beliau menjabat sebagai kades pada periode 1943-1946. Sistem pemilihan kades pada saat itu adalah berdasarkan predikat Jawara atau jagoan yang dijuluki oleh rakyat, dengan asumsi bahwa beliau bisa melindungi dan memimpin warga Bojong pada masa tersebut.

Para masyarakat desa bojong pada masa penjajahan jepang banyak di usir dan pergi namun ada beberapa yang menetap sehingga warga asli desa bojong cukup sedikit. Akan tetapi desa tersebut di bebaskan kembali pada tahun 45 oleh tentara nasional Indonesia. Dan tanah tersebut di kembalikan kepada desa bojong.

Desa bojong di pimpin beberapa kades yang membuat desa menjadi lebih baik dari sebelum-sebelumnya dan berikut adalah nama kepala desa dari sebelum kemerdekaan sampai sekarang:

a.       Emed                                                   1943-1945

b.      Karta                                                   1945-1946

c.       Mugni                                                  1946-1961

d.      Misan                                                  1961-1969

e.       Rakiman                                              1969-1981

f.       Effendi                                                            1981-1986

g.      Andi SE                                              1986-1987

h.      M.Gundur                                           1987-1992

i.        Ahmad Drajat                                     1992-1994

j.        H.Mahi                                                1994-1995

k.      Hasanudin                                           1995-2011(Dua periode)

l.        Kusnadi                                               2011-sekarang

B.     Pola Pencarian Nafkah

 

Mayoritas masyarakat Desa Bojong berprofesi sebagai petani sayur dan pedagang. Hasil tani mereka meliputi kangkung, bayam, terong, tomat dan jambu biji. Sistem pertanian mereka adalah pertanian kering, karena jenis-jenis sayuran yang ditanam tidak membutuhkan banyak pengairan. Namun apabila tepat saat musim kemarau, system pertanian merekapun berubah menjadi sistem perairan bergilir, karena pada saat musim kemarau Desa Bojong banyak mengalami kekeringan, dan demi melangsungkan kegiatan pertanian agar tetap berjalan,maka diterapkanlah sistem perairan secara bergilir pada saat musim kemarau. Sedangkan selepas musim kemarau, kegiatan perairan pertanian akan berjalan kembali dengan normal.

Para Petani Desa Bojong lebih memilih untuk tidak menggunakan bahan kimia sehingga dapat menyuburkan tanah dan tanaman yang mereka garap. Mereka menggunakan bahan alami yang sangat mudah untuk ditemui dan dibuat yaitu sejenis cairan yang di dapat dari jengkol. Caranya yaitu jenggol yang sudah diukur sesuai ukurannya, kemudian direndam selama kurang lebih seharian, esok harinya disaring dan kemudian airnya itulah  yang dijadikan sebagai penyubur dan penghilang hama. Kemudian untuk menghilangkan hama tikus yang merusak tanaman dengan cara pengasapan dengan jerami ditiap-tiap lubang tikus tersebut.  

Sedangkan untuk Pendapatan warga Desa Bojong kurang lebih sekitar Rp20.000-Rp50.000 per harinya. Biasanya penghasilan antara petani pria dan petani wanita itu berbeda, dimana penghasilan petani pria lebih besar kurang lebih sekitar Rp50.000 atau lebih per harinya, sedangkan petani wanita hanya kisaran Rp20.000-Rp35.000 per harinya.

Untuk Masa panen sayuran rata-rata pada saat berumur 20-25 hari. Dan Cara penjualan mereka ada dua macam yaitu ada yang dijual kepada tengkulak(pengepul) dengan langsung menghargai sayuran tersebut dalam hitungan perpetak, dan ada pula yang menjualnya kepasar dengan harga kisaran Rp.1000-Rp.3000 per ikat. Ada kelebihan dan kekurangan dari kedua cara penjualan ini, apabila petani menjual hasil panennya kepada tengkulak maka proses penjualannya cepat dan hasilnya pasti,tetapi keuntungannya tidak sebesar bagi mereka yang menjual hasil panennya di pasar. Sedangkan petani yang menjual hasil panen dipasar akan mendapat keuntungan yang lebih tetapi jangka waktunya lebih lama dan kurang pasti, harus berani mengambil resiko bahwa semakin lama sayur itu dijual maka kualitas kesegaran dari sayuran tersebt juga akan berkurang.

Dan untuk ekonomi berkelanjutan masyarakat desa bojong telat merencakan untuk pembuatan Bumdes ( Badan Usaha Milik Desa) yaitu sejenis badan usaha yang bergerak di segala bidang yang dapat menghasilkan dan di miliki oleh desa. Sehingga Rencana Bumdes ini berharap akan membawa desa bojong menjadi desa yang mandiri dan menjadi percontohan untuk desa-desa lainnya

 

C.     Budaya

Masyarakat desa bojong memilik banyak budaya dan kebiasaan sehari-hari yang sudah cukup terkenal oleh desa lain maupun provinsi lain yaitu

a.       Makanan

Desa bojong yang mayoritas adalah petani dan pedagang mereka lebih mengolah makanannya berdasarkan hasil pertanian dia seperti deblo,yaitu sejenis singkong yang di parut atau dihaluskan dan bubumbui kemudian di cetak lalu di goreng biasanya di sajikann bersama oncom dan kopi hangat. Biasanya makanan itu selalu ada setiap pagi sebelum berangkat ke sawah.

b.      Sosial

Dalam masyarakat desa bojong gotong royong masih sangat melekat. Bahkan hampir setiap jum'at ada program jum'at bersih yaitu setiap warga membantu untuk membersihkan seluruh lingkungan di desa tersebut. Ada juga bantuan rumah layak huni , yaitu Rumah yang di bantu atau renovasi dengan bantuan dana atau tenaga dari warga.

Sedangkan dari segi sosial-agama masyarakat di sana yang mayoritas islam membentuk majlis ta'lim setiap minggu dan juga remaja masjid yang bertujuan agar masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang taat akan agama.

 

c.       Kesenian

Desa bojong juga memiliki tarian khas yang sudah ada sejak dulu atau secara turun menurun dari kakek moyang mereka yaitu tarian Gendang Pecak. Gendang Pecak ini adalah sejenis Pecak atau silat yang di iringi dengan bunyi gendang sehingga tarian silat mengikuti alunan gendang. Gendang Pecak sudah cukup sulit temukan dalam masyarakat bojong namun ada beberapa sekolah yang membuat ekstrakurikuler Gendang Pecak Seperti SD Negeri 01 Desa Bojong sehingga terdapat penerus untuk melanjutkan kesenian ini. Gendang Pecak juga hanya di lakukan pada saat Acara-Acara tertentu Seperti nikahan,Acara-Acara desa, Khitanan, dll.

Adapun kesenian Drama sekitar tahun 1980 yang dilakukan oleh karang taruna pada saat itu. Kesenian drama ini sering di tampilan atau di pentaskan pada saat Acara-Acara penting di Desa, pernikahan ,khitanan , dll. Sedangkan untuk sekarang  Drama-drama tersebut sudah hilang di telan zaman karena kurangnya minat para remaja untuk meneruskannya.

Selain itu, keenian yang tedapat di desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor ialah seni Qasidhah kaum Ibu-ibu. Kesenian ini sudah menjadi suatu kebiasaan bagi Majlis Ta'lim kaum ibu-ibu. Pengajian yang rutin dan terbilang aktif, dimanfaatkan kaum ibu untuk mengadakan kegiatan Qashidahan dalam rangka menghidupkan susasana islami di desa Bojong.

D.    Konflik Desa Bojong

Desa Bojong merupakan desa yang alamnya masih tergolong segar dan terjaga karena penduduknya yang sangat ramah akan lingkungan memiliki beberapa konflik yang cukup pelik. Mulai dari masalah sistem perairan sawah, penyakit DBD hingga Cikungunya, masalah sertifikasi tanah warga hingga pengklaiman lahan Desa Bojong. Masalah yang terbilang besar dan cukup mengkhawatirkan warga desa Bojong ialah perihal masalah sengketa lahan.

Sengketa lahan yang terjadi di desa Bojong akibat dari pihak Angkatan Udara yang mengklaim lahan seluas 22 hektar ini milik pihak Angkatan Udara. Kasus daripada konflik sengketa lahan ini sudah memakan waktu hingga kurang lebih 73 tahun yakni dari massa penjajahan Jepang.

Di masa imperialisme Jepang, desa Bojong merupakan salah satu dari sekian desa yang mengalami dan sempat merasakan pedihnya penjajahan. Namun di masa-masa kejayaan bangsa Republik Indonesia di tahun 1945, pada saat itu pula negara dan tanah air merdeka dari segala bentuk penjajahan, Jepang dipukul mundur oleh rakyat sekaligus tentara Indonesia salah satunya pasukan Angkatan Udara yang berlokasi di desa Bojong. Merasa bahwa pihak pasukan Angkatan Udara berjasa dalam melawan penjajahan dan melindungi desa Bojong kala itu, pihak Angkatan Udara sangat tegas dan berani mengklaim bahwa tanah seluas 22 hektar ini milik pihak Angkatan Udara. Pihak Angkatan Udara yang mengklaim lahan desa Bojong nantinya akan membuat lahan ini menjadi lapangan udara sekalugus tempat pelatihan pasukan Angkatan Udara. Total tanah yang diklaim oleh pihak Angkatan Udara adalah sebesar 44 hektar, diantaranya 18 hektar milik desa Banjar Sari, 4 hektar milik desa Semplak Barat dan sisanya 22 hektar yang paling banyak adalah tanah milik desa Bojong

Merasa dirugikan akibat pengklaiman lahan tempat tinggal warga desa Bojong seluas 22 hektar ini, warga desa Bojong menuntut keadilan serta melakukan aksi demonstrasi kepada pihak Angkatan Udara. Berkali-kali bahkan bertahun-tahun mereka melakukan aksi perlawanan untuk menjaga kampung halaman serta tempat dimana meraka tinggal dan dilahirkan, namun pihak Angkatan Udara setempat pun juga tidak mengalah dan berhenti melakukan pengklaiman lahan tersebut.

Hasil pertemuan kami ke beberapa aparatur desa untuk mewawancara perihal kasus sengketa lahan yang menjadi konflik yang bertahun-tahun ini membuahkan beberapa pernyataan yang mewakili perasaan dan harapan warga desa untuk segera dimerdekakan hak serta kewajibannya selaku warga pribumi desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor ini.

 

Pertemuan kami yang pertama kepada pihak aparatur desa yakni kepala desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Namun dikarenakan bapak kepala desa yang tidak ada ditempat dikarenakan adanya kepentingan yang mendesak, kami menemui bapak Agus yang menjabat selaku Sekertaris Desa. Beberapa pertanyaan kami utarakan dan kami pun memperoleh beberapa pernyataan dari bapak Agus.

Bapak agus selaku sekertaris desa mengutarakan pernyataannya perihal kasus sengketa lahan. Konflik yang terjadi dan dialami warga desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor ini ialah masalah sengketa lahan oleh pihak Angkatan Udara. Pengklaiman yang terjadi merupakan kasus yang sudah memakan waktu kurang lebih 73 tahun sejak zaman penjajahan Jepang. Menurut bapak Agus bahwa di masa penjajahan, warga desa sempat merasakan pedihnya masa masa imperialisme Jepang. Pasukan Angkatan Udara menjadikan desa Bojong sebagai tempat persembunyian kapal utama yang berisi senjata ataupun barang-barang penting yang dimiliki Angkatan Udara agar kehadiran kapal tersebut tidak diketahui oleh pihak jepang. Namun memasuki masa masa kemerdekaan bangsa Indonesia, segala bentuk penjajahan baik Jepang maupun Belanda telah terhenti dan sudah tidak ada berkat perlawanan dan perjuangan rakyat sekaligus pasukan militer bangsa Indonesia termasuk salah satunya Angkatan Udara Republik Indonesia. Pihak Angkatan Udara Republik Indonesia merasa berjasa atas perjuangannya melawan penjajah, mereka mengklaim bahwa lahan desa Bojong merupakan sudah menjadi milik penuh (mutlak) pihak Angkatan Udara bukan lagi milik warga.

Dari kasus tersebut, menurut bapak Agus selaku sekertaris desa, menyatakan bahwa warga desa bertahun-tahun meminta dan menuntut keadilan untuk membebaskan hak lahan desa menjadi milik warga. Pada tahun 2007, menurut ungkapan pak Agus, bahwa warga bersama aparatur desa melakukan aksi hingga ke gedung DPR dan BPN untuk memutuskan dan memberi keadilan dengan tujuan agar lahan seluas 22 hektar tersebut kembali ke milik warga desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor tersebut.

Dari hasil keputusan BPN, menetapkan hasil bahwa tanah beserta isinya desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor merupakan milik warga desa Bojong. Sehingga dengan adanya statement tersebut, warga desa Bojong merasa hak mereka telah kembali sebagaimana mestinya.

Namun ternyata, kasus ini tidak selesai begitu saja, pihak Angkatan Udara pun juga tetap mengklaim lahan tersebut dikarenkan sertifikat tanah lahan yang hingga sekarang belum juga dimiliki oleh warga desa. Walaupun BPN telah menetapkan keputusan bahwa lahan desa milik warga desa Bojong, namun hingga tahun 2015 belum ada (turun) sertifikat legalitas dari Negara Republik Indonesia, maka sampai saat ini pula pihak Angkatan Udara terus mengklaim lahan tersebut. Warga yang ingn membuat sertifikat tanah dan melakukan transaksi jual-beli tanah pun merasa kesulitan dikarenakan hak kepemilikan tanah warga desa Bojong pun masih belum menemui titik terang.

Selain konflik sengketa tanah yang sampai sekarang ini belum terselesaikan, desa Bojong pernah mengalami satu wabah penyakit yaitu penyakit cikungunya yang disebabkan oleh gigitan nyamuk dikarenakan faktor lingkungan yang kurang bersih, tepatnya berada diwilayah RW 03. Kejadian ini berlangsung belum lama kurang lebih sekitar 3 bulan yang lalu.

Wabah ini berlangsung selama kurang lebih satu bulan. Selama satu bulan itu, dalam satu hari hampir sekitar 12 orang yang melakukan pengobatan kepada mantri. Yang dirasakan warga saat itu adalah rasa sakit pada sendi-sendi tulang yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk bergerak, dan untuk pemulihannya membutuhkan waktu kurng lebih satu bulan.

Tindakan yang dilakukan oleh pihak desa adalah dengan menaburkan bubuk abate disetiap sudut rumah, melakukan kerja bakti terutama di titik-titik rawan berkembang biaknya nyamuuk cikungunya, serta program penyemprotan yang dilakukan setiap bulannya selama satu tahun kedepan.

Pernah ada kejadian dimana salah satu warga yang terkena penyakit cikungunya, dan apa bila ia dijenguk maka keesokan harinya orang yang menjenguk tersebut akan tertular penyakit yang sama. Maka saat itu disarankan bagi warga yang tidak terkena penyakit utuk tidak melakukan kontak secara langsung dengan warga yang seang terkena penyakit sebelum keadaanya benar-benar pulih.

Adanya wabah penyakit ini sendiri juga memiliki sisi positif tersendiri. Obat dari penyakit cikungunya itu sendiri adalah buah jambu biji. Karena angka penyakit yang sangat tinggi, akhirnya warga desa memutuskan untuk menanam pohon jambu biji disebagian lahan pertanian yang mereka miliki. Hingga saat ini, jambu biji merupakan salah satu hasil panenan tetap yang membantu tingkat perekonomian warga bojong itu sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

Penutup

Berdasarkan uraian-uraian di atas desa bojong merupakan desa yang makmur dan subur karena kebanyakan dari lahan mereka ada sawah dan kebun,sedangkan mata pencharian mereka mayoritas ada pertanian sehingga secara pangan mereka sangatlah menguntungkan. Mereka juga memiliki banyak sekali budaya-budaya yang masih ada seperti Gendang Pecak, Makanan Deblo,dll.

Mereka Juga memiliki rasa sosial yang sangat tinggi hal ini terlihat dari para warga yang saling bergotong royong membersihkan lingkungan sekitar dan mengadakan pengajian. Sehingga hubungan antara mereka menjadi sangat dekat dan harmonis. Dari semua itu kedamaian dan kemakmuran itu mereka juga mengalami banyak sekali permasalahan yang terjadi.

Seperti masalah Tanah seluas 22 Hektar yang terjadi antara Angkatan Udara Republik Indonesia dengan Desa bojong yang memcuat hingga sampai ke istana. Padahal berdasarkan pengakuan dari banyak warga bahwa desa tersebut merupakan Tanah Adat yang merupakan tanah turun menurun dari nenek moyang mereka terdahulu.

Bahkan sampai melakukan Demo di depan istana untuk menuntut pembebasan tanah tersebut. Dan membuat para petinggi desa harus turun tangan dalam menangani kasus ini akan tetapi belum ada ketetepan yang di lakukan oleh pemerintah. Padahal tersebut harus cepat-cepat di atas karena dapat mengakibatkan konflik di antara warga sipil dan militer.

Bukan hanya konflik sengketa tanah yang sampai sekarang ini belum terselesaikan, desa Bojong pernah mengalami satu wabah penyakit yaitu penyakit cikungunya yang disebabkan oleh gigitan nyamuk dikarenakan faktor lingkungan yang kurang bersih, tepatnya berada diwilayah RW 03.

Tindakan yang dilakukan oleh pihak desa adalah dengan menaburkan bubuk abate disetiap sudut rumah, melakukan kerja bakti terutama di titik-titik rawan berkembang biaknya nyamuuk cikungunya, serta program penyemprotan yang dilakukan setiap bulannya selama satu tahun kedepan.

Adapun masalah yang terjadi di remaja sekitar masyarakat desa bojong yaitu para remaja tidak mau meneruskan apa yang telah di lakukan oleh orang-orang terdahulu dan menganggap bahwa apa yang di lakukan orang-orang tersebut tidak sesuai dengan keinginnanya sehingga para penerus dari desa bojong tersebut sudah semakin sedikit

            Dan dari perlakuan yang di lakukan di atas ini sesuai dengan teori Durkheim tentang struktural fungsionalisme yaitu setiap struktur berfungsi dengan seharusnya seperti halnya kepala desa yang membantu dalam pembebasan lahan yang seluas 22 hektar yang di akui oleh Angkatan Udara Republik indonesia. Mereka mendesak para pemerintah dan petinggi negara untuk mengakui bahwa tanah tersebut adalah tanah adat. Walaupun semua usaha belum dapat terjadi namun para petinggi desa melakukan kewajiban mereka untuk membuat desa menjadi desa yang makmur dan sejahtera dan mengembalikan apa yang sudah menjadi hak mereka.

            Ada juga masalah Cikungunya yang terjadi di wilayah RW 03 .para aparat desa menaburkan bubuk abate di setiap suduh rumah warga, yang berpotensi terdapat nyamuk cikungunya,lalu menyarankan dan membantu warga dengan bergotong royong serta mengadakan program penyemprotan setiap bulanya selama satu tahun kedepan.

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini