Nama Anggota :
1. Ahmad Ali Nidaulhaq
2. M Fahmi Nurdin
3. Nur Syamsiyah
Jurusan : PMI 4
TUGAS MATA KULIAH ANTROPOLOGI BUDAYA
BAB 1
Latar Belakang
Mengapa Desa itu dipilih?
Desa yang kami pilih kali ini berada di ujung pulau jawa yakni berada di jajaran pesisir pantai yang terletak didaerah Kampung Petir Pandeglang Banten. Desa Bojong Nangka adalah desa yang kami pilih. Di desa Bojong Nangka ini banyak masyarakatnya yang membuat emping melinjo dan sangat banyak keindahan-keindahan yang terdapat di desa Bojong Nangka.
Selain mempunyai pemandangan yang indah desa Bojong Nangka ini tidak mempunyai sarana dan prasarana yang memadai, diantaranya tidak memiliki sekolah dasar didesa tersebut dan tidak memiliki infrastruktur yang baik seperti jalanan yang sangat rusak untuk menuju ke desa Bojong Nangka ini. Dari alasan ini yang membuat kami memilih desa Bojong Nangka menjadi objek kami.
Selain alasan tersebut mengapa kami memilih desa Bojong Nangka tersebut karena banyak dari teman-teman kami memutuskan untuk pergi mencari desa di wilayah Bogor. Dan untuk wilayah Pandeglang ini sendiri sebenarnya merupakan wilayah yang tidak asing bagi kami. Karena, kebetulan kami sering mendatangi desa ini untuk sekedar menghabiskan waktu liburan atau menikmati indahnya alam pedesaan dengan sejuta pemandangan yang masih alami.
Selain itu ada salah seorang kerabat kami yang tinggal di daerah tersebut, itu juga merupakan faktor pendukung yang kuat bagi kami untuk melakukan observasi lapangan di wilayah tersebut. Dengan adanya teman kami tersebut perizinan untuk memasuki wilayah-wilayah desa yang akan kami teliti akan lebih mudah karena ada beberapa sanak saudara dari teman kami ini yang menjabat sebagai pemerintah desa.
Fokus Penelitian?
Untuk fokus kami pada penelitian kami kali ini adalah para pembuat emping dan meninjo yang merupakan mata pencaharian masyarakat desa Bojong Nangka. Setelah kami mengetahui fakta mengapa mereka menekuni usaha emping meninjo tersebut yang sudah ada sejak zaman dahulu itu. Dikarenakan nenek moyang mereka sudah menekuninya sejak dahulu.
Selain memfokuskan kepada mata pencaharian masyarakat desa Bojong Nangka, kami juga memfokuskan kepada sarana prasarana yang tidak mendukung untuk kesejahteraan desa Bojong Nangka. Selain sarana dan prasarana Infrastruktur menjadi fokus kami juga karena jalan-jalan yang berada di desa Bojong Nangka ini sangat tidak layak dilewati, karena banyak lobang-lobang yang bisa dibilang seperti kolam renang.
Di desa Bojong Nangka ini selain pembuat emping melinjo banyak juga petani yang menggarap padi. Yang menarik dari petani disana adalah mereka tidak menjual hasil panen mereka ke pasar ataupun kepada para tengkulak. Akan tetapi mereka lebih memilih untuk makan sendiri hasil panen mereka yang berupa beras.
Menurut kami hal itu sangat menarik dan sangat berpotensi diteliti lebih dalam. Untuk ke-4 fokus tersebut kami sudah menyiapkan beberapa narasumber yang cukup kompeten untuk diwawancarai masalah ke-4 hal tersebut.Walaupun desa yang kami teliti itu terihat cukup terbelakang didalam beberapa bidang akan tetapi itu semua tidak terlihat terlalu buruk, masih banyak hal-hal baik yang kami lihat dari desa itu, diantaranya adalah solidaritas yang cukup kuat antar warganya dan beberapa hal tentang pengairan dan irigasi sangat diperhatikan dan cukup baik disana, kami juga mendapati informasi bahwa sawah-sawah yang berada disana sudah cukup banyak di beli oleh orang kota, dan warga asli desa tersebut hanya menjadi penggarapnya saja, sungguh miris memang melihat kenyataan yang terjadi disana akan tetapi itulah kenyataannya.
Oleh karena itulah kami mengambil empat titik fokus didalam melakukan observasi pada kali ini, semoga nantinya apa yang kami bahas didalam penelitian kami ini bisa menjadi salah satu gambaran kita semua, bahwa sebagai mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam kita tidak dapat menutup mata akan realita dan kenyataan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kita.
BAB II
PENGAMBILAN DATA
Penelitian yang kami lakukan menggunkan metode penelitian kualitatif. Selain kami mengamati kami pun langsung terjun ke lapangan mewawancarai kepala desa terkait. Setelah mewawancarai kami melakukan pengamatan kepada desa yang kami pilih yakni desa Bojong Nangka.
Untuk mendapatkan data yang akurat dibutuhkan beberapa proses yang cukup panjang, diantaranya kami dituntut untuk berkeliling wilayah desa Bojong Nangka mencari beberapa informan-informan kunci yang dapat menunjang untuk proses pencarian data pada tugas kali ini, setelah menemukan beberapa informan kami akan melakukan beberapa proses wawancara dan menanyakan beberapa pertanyaan yang sudah kami list dan kami siapkan sebeum tugas ini dimulai.
Setelah semua proses itu kami lakukan barulah kami terjun langsung ke lapangan untuk melihat secara sebenarnya bagaimana kondisi Desa Bojong Nangka yang telah diceritakan oleh beberapa informan yang telah kami pilih, sebenarnya pada intinya proses penggalian data kami menggunakan proses wawancara atau interview secara langsung dengan para narasumber, proses wawancara yang kami lakukan dengan cara yang santai agar apa yang kami obrolkan dapat dicerna dengan baik dan apa-apa yang disampaikan oleh para informan kami dapat kami simpulkan dengan baik.
BAB III
GAMBARAN UMUM
Sejarah Desa
Desa Bojong Nangka adalah desa yang terletak di daerah Pandeglang Kecamatan Petir. desa Bojong Nangka merupakan desa pemekaran dari desa Padasuka. Desa Padasuka adalah desa yang sudah cukup lama berada dikawasan Kecamatan Petir. Desa Padasuka memang sangat besar dari wilayah maupun warga masyarakatnya. Desa Padasuka adalah desa tua yang sudah ada pada jaman Belanda dulu.
Awal tahun 1950-an Banten termasuk daerah yang paling terkebelakang. Suatu hal yang cukup ironis mengingat di bekas Kesultanan itu awalnya termasuk kawasan maju di Nusantara pada abad ke 16-17. Namun keberadaan VOC dilanjutkan kolonialisme Belanda memporakporandakan peradaban ini. Sekalipun praktis sudah ditaklukan dengan kesultanan dihapuskan pada 1832, bukan berarti kawasan ini mau begitu saja damai pada pemerintah Kolonial.
Sepanjang abad ke 19 hingga akhir penjajahan Belanda daerah ini tersohor karena suka memberontakan dan semangat keagamaannya tinggi. Yang paling besar dan menakutkan bagi orang Eropa ialah Pemberontakan Cilegon 1888 dan Pemberontakan PKI 1926. Menurut Michael C. Williams kebanyakan pemimpin pemberontakan adalah para ulama, keturunan sultan dan bangsawan ulama yang tersisih. Pemerintah Kolonial juga merekrut para pangreh praja dari luar Banten yang kurang dihormati oleh penduduk setempatnya. Selama masa revolusi Banten menjadi daerah wild-wild west di Pulau Jawa yang enggan dimasuki tentara Belanda.
Secara keseluruhan Banten sejak abad ke 19 secara ekonomis dan politis memang terpencil. Penduduk kota Serang pada abad ke 19 sekitar 10 ribu jiwa. Hingga tahun 1950-an Banten bagian Utara yang relatif sudah dibangun sejak masa Kesultanan hingga masa Kesultanan, tetap tertinggal dibanding bagian lain di Jawa Barat.
Ketertinggalan yang menyolok adalah pada infrastruktur. Setelah lama mendapatkan desakan dari rakyat dan instansi di Banten Selatan pada 1 Januari 1953 Dinas Perhubungan membuka jalur angkutan umum yang diselenggarakan oleh DAMRI. Perhubungan sangat penting artinya bagi perekonomian rakyat. Trayek yang dijalani antara lain Saketi-Malamping pulang-pergi sejauh 60 Km., Malimping-Bajah 36 Km.
Untuk mengembangkan perekonomian di Banten, sejumlah kawasan di Banten Utara seperti Kramatwatu di Kabupaten Serang dan Banjar di Kabupaten Pandeglang diberdayakan menjadi lokasi transmigrasi penduduk dari Priangan Timur dan Cirebon. Mereka umumnya petani untuk membuka persawahan.
Kawasan Banten Selatan lebih menyedihkan. Sekalipun di sejumlah daerah terdapat berbagai komditi pertanian, perkebunan pertembangan dan perikanan laut yang potensial. Namun imbasnya pada masyarakat Banten Selatan tak terasa. Di bidang perkebunan, potensi yang paling kuat ialah perkebunan karet di kawasan Pandeglang seluas 3879,71 Ha dengan hasil 1880.00/kg pada 1952. Jumlah ini meningkat pada 1952 sebanyak 2824,50 kg.
Area persawahan diperluas terutama pada 1954. Kawasan Curugrame, Lebak dibangun sebuah dam yang mampu mengairi sawah-sawah seluas 1700 Ha. Biayanya sebesar Rp325.000 ditanggung Kantor Penempatan tenaga. Perluasan sawah juga terjadi di Cilangkahan (juga di Lebak) dengan pembangunan dam yang mampu mengairi 5000 Ha sawah.
Menurut keterangan kepala desa Bojong Nangka di desa Padasuka udah terjadi 5 periode pergantian kepengurusan itu yang beliau tau saja. 1 periode 8 tahun menjabat dan ada yang dua kali menjabat jadi total dari 5 periode usia desa Padasuka 45 tahun. Dimulai dari Abah Mahmud 1 periode
Bapak Muhammad Zen 1 periode
Bapak Kanra 2 periode,
Bapak Harun 1 periode, dan kini dijabat oleh Bapak Mohammad Assan
.
Desa Bojong Nangka adalah desa yang paling jauh tempatnya dari titik kantor kepala desa Padasuka, jadi banyak warga, tokoh masyarakat dan tokoh agama yang mempunyai inisiatif untuk memisahkan diri dari desa Padasuka. Rencana tersebut disambut baik oleh kepala desa pada saat itu yaitu bapak Harun.
Memang letak Desa Bojong Nangka yang sangat jauh dari kantor kepala desa, jadi warga masyarakatnya tidak ter-urus seperti tidak dianggap. Kalau ada program-program pun Desa Bojong Nangka ini sering terlupakan. Selain itu Desa Bojong Nangka sulit dipantau oleh keamanan dari Desa Padasuka.
Dari alasan inilah kepala Desa Padasuka Bapak Harun menyetujui pemekaran dilakukan. Selain itu para tokoh anggota masyarakat dan tokoh agama mengajukan rencana pemekaran ke kecamatan dan pada akhirnya disetujui oleh pihak kecamatan.
Nama Bojong Nangka itu sendiri diambil dari kampung terbesar yang berada di wilayah Bojong Nangka. Atas persetujuan inilah Bojong Nangka di ambil menjadi nama desa.
Gambaran umum desa Bojong Nangka memiliki 3 RW terdiri dari 11 RT. Desa Bojong Nangka merupakan pecahan atau anak dari desa Padasuka. Desa Bojong Nangka ini merupakan desa baru. Tahun 2013 desa Bojong Nangka dibentuk 1 tahun pengurusan sementara, dan tahun 2014 desa Bojong Nangka di sahkan menajadi desa yang diakui.
Keindahan alam di desa Bojong Nangka sangat indah banyak sawah-sawah yang berada di wilayah desa tersebut. Akan tetapi selain mempunyai kekayaan alam yang bagus desa Bojong Nangka pun masih banyak mempunyai kekurangan. Baik di bidang sarana prasarana, Infrastruktur, dan pendidik yang masih agak ketinggalan. Desa Bojong Nangka mempunyai masjid sebanyak 3, mempunyai musholah sebanyak 10, dan mempunyai posyandu hanya 1.
Kelompok sosial di desa Bojong Nangka ini sangat banyak, diantaranya karang taruna, ibu pkk, dan kegiatan majelis ta'lim yang rutin. Menurut sekdes desa memang desa Bojong Nangka ini desa baru tapi masyarakatnya bersama-sama membangun desa ini, dengan cara banyaknya gotong royong ketika ada kegiatan. Mengadakan maulid Nabi setiap tahunnya, dan mengadakan pengajian setiap malam dari musholah 1 ke musholah lainya.
Desa Bojong Nangka baru dibentuk pada tahun 2013 dan di sahkan pada tahun 2014, desa Bojong Nangka baru sekali mengalami kepengurusan. Sekali periode itu selama 8 tahun menjabat.
Di desa Bojong Nangka banyak sawah dan pohonan. Banyak petani, petani disana menggarap padi di sawahnya. Dan hasil dari panen tersebut tidak di jual melainkan dinikmatin sendiri, tidak di jual kepada tengkulak maupun ke kota. Di desa Bojong Nangka ini yang menajdi sorotan kami adalah selain jalanan yang sangat buruk, desa Bojong Nangka pun tidak memiliki SD.
Jadi menurut keterangan kepala desa sebetulnya desa Bojong Nangka ini memiliki SD, akan tetapi SD tersebut berada di perbatasan desa Bojong Nangka dan desa Sanding. Kalo dari peta wilayah SD tersebut berada di wilayah Bojong Nangka, tapi pada kenyataanya SD tersebut dimiliki oleh desa Sanding. Jadi anak-anak dari desa Bojong Nangka harus penempuh 6 kilo perjalanan untuk sampe ke SD tersebut.
Pengertian masyarakat desa
Desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama; tinggal bersama sebanyak-banyak beberapa ribu orang, yang gampir semua saling mengenal. Kebanyakan yang termasuk di dalamnya hidup dari pertanian, pertanian dan sebagiannya. Usaha-usaha sangat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak-kehendak alam. Dalam tempat tinggal itu terdapat ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan pada tradisi dan kaidah-kaidah sosial. Jiwa keagamaan yang tumbuh dengan kuatnya, buat sebagian disebabkan oleh perasaan tergantung pada alam.
Mengapa warga desa dalam hubungan sosialnya demikian erat hingga kenal satu dengan yang lain sampai dengan nama seseorang. Hal ini disebabkan mereka hidup dalam tempat tinggal terbatas. Pada mereka belum terdapat birokrasi dan spesialisasi, sehingga hampir semua kebutuhan yang memerlukan kerja berat mereka lakukan secara bersama-sama. Seperti membangun rumah, mengatur pembagian air, menyelenggarakan upacara perkawinan, selamatan dan lain sebagianya. Semua itu diwujudkan dengan gotong royong bersama-sama.
Sesuai dengan letak geografis desa adalah bukan tempat persimpangan dan pertemuan aktivitas perdagangan yang memberi pengaruh dalam perekonomian dagang. Warga desa sangat tergantung pada sawah dan ladang- padanya mata pencariannya bergantung.
Oleh karena itu antara warga desa terdapat hubungan akrab, sebab mereka sama-sama petani, senasib dalam mencari nafkah pada sawah dan ladang. Mereka saling terbuka dan saling memberi informasi tentang bagaimana meningkatkan hasil. Ritme alam menuntun mereka dalam irama hidup sampai apa yang mereka makan pun disesuaikan dengan hasil panen.
Atas dasar alasan ini ada sementara pendapat yang berspekulasi bahwa warga desa rata-rata lebih sehat dan usia pun lebih panjang dan kehidupannya lebih gembira.
Kolektivisme di masyarakat desa sangat dominan. Mereka menghormati kaidah-kaidah sosial yang ada. Melanggar atau menyimpang dari kadiah sosial yang ada berarti menentang kolektivisme, si pelanggar akan dipergunjingkan orang, bahkan dapat dikucilkan. Dikucilkan di masyarakat desa berarti penderitaan batin. Sebab dalam banyak hal orang tersebut tidak akan mendapat simpati dan sulit mendapat bantuan. Menentang adat berarti hidupnya akan mengalami kesulitan.
Para warga yang setia pada adat dan kaidah sosial dinilai sebagai warga yang baik. Antara mereka terjalin keakraban perasaan-dekat, dan saling merasa sebagai warga yang baik. Jadi ikatan kekeluargaannya dekat. Ada perasaan "we feeling".
Jiwa keagamaan warga desa lebih kuat. Kalau dimaksud jiwa keagamaan disini adalah rasa ketuhanan maka tampaknya adalah benar. Warga desa disini insyaf betul tentang apa arti nasib. Mereka selalu berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk mendapatkan hasil pertanian yang maksimal. Tetapi diluar kekuasaan mereka, kadang-kadang justru akibat sesuatu hal mereka tidak mengalami panen yang baik.[1]
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Letak Geografis Kabupaten Serang berada di ujung barat laut Pulau Jawa, berbatasan dengan Laut Jawa, dan Kota Serang di utara, Kabupaten Tangerang di timur, Kabupaten Lebak di selatan, serta Kota Cilegon di barat.
Semenjak otonomi daerah tanggal 2 November 2007, Kabupaten Serang terbagi atas 28 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah kelurahan. Salah satunya yakni kecamatan Petir. Menurut data yang dihasilkan dari penelitian yang telah kami lakukan kami mendapat kesimpulan bahwa apa yang ada, apa saja yang terjadi, apa saja yang tersedia sampai tidak tersedianya di desa ini akan kami simpulkan. Bahwa, desa ini merupakan pemekaran dari desa Padasuka. Yang di PJS kan tahun 2014 bulan November. Dimana rata-rata pencaharian warga adalah sebagai produsen emping melinjo, ada juga yang sebagai petani dan buruh.
Kegiatan rutin yang ada didesa ini ada pengajian rutin yang diadakan secara keliling desa, tidak seperti desa sebelah yang dapat mengadakan pengajian rutin yang tempatnya menetap di balai desa. Karena keterbatasan fasilitas dan baru merintisnya Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Keinginan warga yang sangat ingin memajukan desanya sangat terasa sehingga banyak upaya-upaya warga dan BPD untuk menutupi kekurangan-kekurangan di desa. Adanya sarana ibadah seperti 3 unit masjid, 10 unit musholah, dan 1 unit posyandu. Yang secara garis besar dapat menunjang kegiatan warga. Namun, tidak seperti di kota yang terkordinasi dengan baik. Tidak adanya DKM, seperti masjid-masjid di kota yang menonjol. Adalagi kelompok sosial yakni RISMA, atau sering disebut Remaja Islam Masjid. Namun, masih kurang karena tidak adanya wadah kordinasi. Adanya karang taruna yang aktif menambah nilai plus untuk desa ini. Mengapa? Karena karang taruna yang aktif sehingga dianggkat ke tingkat kecamatan. Dimana mayoritas anggota karang tarunanya adalah remaja tanggung.
Salutnya lagi baru tahun pertama BPD ada, sudah ada koperasi yang didirikan yang dapat menujang kebutuhan masyarakat desa. Namun, kebutuhan infrastruktur sangatlah tidak mendukung keseharian masyarakat desa. Karena jalan yang ada hancur berbatu, terputus dari penerangan seperti di kota. Keadaan ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Menurut narasumber ada lagi kendala di desa ini, yakni sarana mck yang kurang memadai dan sulit mendapatkan air bersih. Tanah yang subur tidaklah cukup untuk menghidupi masyarakat sekitar jika air bersih sulit didapatkan.
Perjuangan BPD sangatlah memprioritaskan untuk perbaikan infrastruktur, demi menujang pertumbuhan dari segala aspek masyarakat. Selain itu, pada sektor pendidikan di desa ini sangatlah minim, ketidak tersedianya Sekolah Dasar yang mengharuskan para siswa sekolah dasar yang tinggal di desa Bojong Nangka melewati perjalanan sejauh 6 km.
BAB V
PENUTUP
Dari hasil penelitian kami di desa Bojong Nangka, kami menemukan kesenjangan yang terjadi antara kota tempat kami tinggal dan desa tempat kami melakukan penelitian. Begitu jauh perbedaan yang terjadi, mulai dari sarana dan prasarana desa, infrastruktur jalan, dan lembaga pendidikan yang ada didesa tersebut, sangat jauh berbeda sekali dengan kota tempat kami tinggal.
Akan tetapi banyak juga keistimewaan yang kami temukan dan hal tersebut jarang sekali kami dapatkan di daerah perkotaan tempat kami tinggal. Seperti ladang persawahan yang hijau dan amat sejuk dipandang mata, pohon – pohon besar yang memayungi desa, yang menjadikan sejuk udara sekitar. serta sungai – sungai yang bersih airnya, sungguh hal yang sulit ditemukan didaerah perkotaan.
Didesa tempat kami meneliti banyak sekali kekurangan yang dimiliki, seperti pada awal penulis katakan, mulai dari sarana desa yang kurang memadai, hal ini kami lihat dari kantor desa yang sangat sederhana, penerangan jalan yang minim. Kekurangan yang terasa didesa tersebut juga pada infrasrtuktur jalan yang bisa dibilang tidak layak untuk dilewati kendaraan. Dan disini juga kami menemukan minimnya lembaga pendidikan yang ada didesa tersebut, ketika kami melakukan wawancara, kepala desa didesa tersebut sangat mengharapkan sekali mahasiswa membantu mendirikan sarana pendidikan didesa tersebut, karena didesa tersebut tidak ada sekolah, ada sekolah akan tetapi terletak didesa sebelah yang jarak nya lumayan jauh dari desa Bojong Nangka.
Dari penelitian yang kami lakukan ini, terketuk hati kami sebagai mahasiswa yang sebetulnya inilah peran kami sebagai mahasiswa, bagaimana melakukan pengembangan desa yang terbelakang menjadi setara dengan kota – kota besar yang menjadi pusat. Paling tidak, setara sumber daya manusia nya dan setara sarana yang dimilikinya. Sehingga pembangunan perkotaan dan pedesaan bisa saling bersinergi, sehingga pembangunan indonesia bisa serempak, dalam arti tidak hanya didaerah perkotaan saja. Dan hal ini juga bisa membangkitkan perekonomian indonesia, karena keadaan bangsa indonesia yang saat ini sangat konsumtif terhadap barang produksi asing, dikarenakan belum baiknya pemanfaatan sumber daya yang dimiliki. Jika sumber daya alam yang berada didesa bojong nangka dapat dimanfaatkan oleh orang indonesia sendiri, dan bisa di distribusikan ke kota – kota besar yang ada di indonesia, bukan tidak mungkin akan terjadi kemajuan didesa bojong nangka, karena adanya keuntungan bagi masyarakat sekitar, dan menjadi keuntungan bagi negara indonesia sendiri karena terjadinya pembangunan yang merata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar