Rabu, 16 Maret 2016

mir'atun nisaPMI 6_Ekologi Manusia_tugas 1

           
NAMA: Mir'atun Nisa
NIM: 111305400038
Ekologi Manusia
 
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Ekologi dan Keadilan Sosial
Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan pengembangan masyarakat merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan suatu kelompok tertentu di suatu daerah. Pengembangan masyarakat tersebut biasa dikenal dengan istilah pemberdayaan (empowerment) masyarakat. Ada beberapa definisi mengenai konsep pemberdayaan. Menurut Ife (dalam Martono, 2011) mendefinisikan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai proses menyiapkan masyarakat dengan berbagai sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan memengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat itu sendiri. Sedangkan Kartasasmita (1995), mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Intinya bahwa pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk melahirkan masyarakat yang mandiri dengan menciptakan kondisi yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang. Setiap daerah memiliki potensi yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan membantu meningkatkan kualitas hidup mereka dan melepaskan diri dari keterbelakangan dan ketergantungan. Masyarakat memiliki peranan penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat tersebut, karena masyarakat merupakan subyek dari pemberdayaan. Jadi pemberdayaan masyarakat tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan (Sutoro, 2002). Konsep pemberdayaan (masyarakat desa) dapat dipahami juga dengan dua cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukan hanya obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro, 2002)
Perspektif ekologi
Perspektif ini berpandangan bahwa telah terjadi krisis yang sangat parah terhadap lingkungan akibat eksploitasi yang dilakukan terus menerus terhadap bumi ini. Oleh sebab itu, dalam pandangan perspektif ini harus ada langkah-langkah konkret dalam gerakan penghijauan untuk memperbaiki lingkungan yang telah rusak tersebut. Gerakan penghijauan secara tidak langsung juga berarti sebagai gerakan penyelamatan terhadap nasib manusia. Sebab menyelamatkan lingkungan secara tidak langsung berarti menyelamatkan seluruh ekosistem yang ada di dalamnya salah satunya adalah manusia. Gerakan-gerakan pengembangan masyarakat pada dasarnya dipengaruhi oleh persefektif ini.
Kebijakan sosial tidak dapat dilepaskan dari proses dan dimensi pembangunan secara luas. Karenanya perlu ditelaah secara singkat beberapa isu kebijakan sosial yang mungkin timbul dan perlu dipertimbangkan dalam proses dan mekanisme perumusan kebijakan sosial. Pada dasarnya pemerintah memiliki peran yang besar dalam perumusan kebijakan sosial, Namun tidak hanya pemerintah sajalah yang berhak menangani masalah ini. pemerintah tidak akan pernah mampu memenuhi seluruh kebutuhan warganya. Sebesar apapun sumber-sumber ekonomi-sosial yang dimilikinya dan sehebat apapun kemampuan para pejabat dan aparatur pemerintah, tetap membutuhkan peran masyarakat. Oleh karena itu, perumusan kebijakan sosial mensyaratkan adanya keseimbangan dan proporsionalitas dalam hal pembagian peran dan kekuasaan pemerintah dan masyarakat.
Kebijakan sosial seringkali menjadi urusan berbagai departemen dan lembaga, baik pemerintah maupun swasta. maka, perlu adanya koordinasi dan kerjasama antar lembaga tersebut agar kebijakan sosial tidak bersifat tumpang tindih dan saling bertentangan satu sama lain.
Para pembuat kebijakan biasanya terlibat dalam menciptakan situasi dan mekanisme yang memungkinkan warga masyarakat mampu mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang ada pada diri mereka, maupun mengakses sumber-sumber kemasyarakatan yang berada di sekitarnya. Pembuat kebijakan juga berusaha untuk membangun dan memperkuat jaringan dan hubungan antara komunitas setempat dan kebijakan-kebijakan pembangunan yang lebih luas. Karenanya, mereka harus memiliki pengetahuan dan kemampuan mengenai bagaimana bekerja dengan individu-individu dalam konteks masyarakat lokal, maupun bagaimana mempengaruhi posisi masyarakat dalam konteks lembaga-lembaga sosial yang lebih luas.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini