Senin, 10 Maret 2014

Aulia Ulfa_Tugas 1_ Dinamika Desa

Aulia Ulfa
pmi2
1113054000020

Dinamika Desa dalam Tinjauan Sejarah dan kebijakan Pembangunandi Indonesia

        Maksud pembangunan desa adalah menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatandalam kehidupan sosial - ekonomi, seperti kurang pengetahuan dan keterampilan, kurang kesempatan kerja, dan sebagainya. Akibat berbagai hambatan tersebut, penduduk wilayah pedesaan umumnya miskin. Salah satu hambatan tersebut adalah tidak meratanya kepemilikan tanah. Misalnya , pada tahun 1973, di Nepal (Misra, 1981,
h. 233-237), 63%  dari keluarga petani kecil hanya memiliki 10,6% dari
seluruh tanah pertanian, sedangkan 17,6% dari keluarga petani besar memiliki
71,50%.
        Di Indonesia hal seperti ini tidak terjadi karena terdapat batas
maksimum kepemilikan tanah. Sasaran program pembangunan desa adalah untuk
meningkatkan kehidupan sosial ekonomi keluarga petani sehingga mereka mendapat
kesejahteraan yang berarti terpenuhi kebutuhan material (makanan, minuman,
pakaian, alat-alat) dan spiritual(pendidikan, agama, keamanan, kepercayaan
terhadap diri sendiri) dengan layak. Untuk mencapai hal itu, sebagian keluarga
petani memerlukan bantuan untuk meningkatkan kemampuannya sebagai petani, dan
sebagian lagi memelukan mata pencaharian diluar sektor pertanian.
        Bantuan itu dapat berupa:
1. peningkatan pendidikan dan keterampilan
2. pemberian penuluhan
3. usaha mengubah mata pencaharian, jika pendapatan dari hasil pertanian tidak
dapat ditingkatkan.
4. perluasan dan perbaikan usaha tani
5. mengikutsertakan keluarga petani dalam kegiatan msyarakat dan kegiatan
kelembagaan.
        Pembangunan atau pengembangan pedesaan sangat di perlukan untuk Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia, yaitu sebesar kurang lebih 60%, melakukan pertanian
sebagai mata pencaharian, dan mereka tinggal di pedesaan. Pembangunan atau
pengembangan pedesaan ('rural development), menurut Mosher (Mosher,
1969, h. 91), dapat mempunyai tujuan: 1. Pertumbuhan sektor pertanian, 2.
Integrasi nasional, yaitu membawa seluruh penduduk suatu negeri kedalam pola
utama kehidupan yang sesuai, 3. Keadilan ekonomi, yakni bagaimana pendapatan
itu dibagi - bagi kepada seluruh penduduk.
        Menurut Fellmann pengertian pembangunan atau pengembangan (Fellmann & Getis, 2003,h. 357) adalah:
1.  mengubah sumber daya alam dan manusia suatu wilayah atau negeri sehingga
berguna dalam produksi barang
2.  melaksanakan pertumbuhan ekonomi, modernisasi, dan perbaikan, dalamtingkat
produksi barang (materi) dan konsumsi
         Menurut Ilmu Geografi, wilayah pedesaan terdiri atas teritorium (alam) dan penduduk
(manusia) serta kebudayaannya. Pada tahun 1992, di Indonesia terdapat kurang
lebih 62.000 desa dan kelurahan, dan pada tahun 2000 ada kurang lebih 67.000
serta pada tahun 2003 terdapat 72.000 desa dan kelurahan. Dan mungkin sekarang
jumlahnya lebih banyak lagi karena adanya pemekaran desa. Menurut Widjaya
desa-desa yang sengaja dimekarkan/dipecah sehingga menurut pengamatan di
lapangan ditemukan desa-desa baru dengan hanya 21 keluarga (KK) , terutama di
luar Jawa.
           Jadi, dalam pembangunan desa, menurut Mosher (Mosher, 1969, h.91), yang menjadi
tujuan utama bukan pertumbuhan pertanian saja, tetapi peningkatan kualitas
hidup para petani yang sebagian bergantung pada pendapatan keluarga dan
sebagian lagi bergantung pada hal-hal lain.
            Fungsi pembangunan disini adalah dengan adanya perubahan pada masyarak desa itu
sendiri. Sasrodiharjo (1972) dengan mengambil setting masyarakat Jawa,
munculnya kelas-kelas pemasaran di Jawa mengakibatkan terjadinya perubahan
dalam struktur masyrakat, yang akhirnya merubah status dan kedudukan anggota
masyarakat. Dalam pemikirang Marx pengasaan alat produksi merupakan saluran
bertindak yang vital bagi kelas pengusaha, hal ini dapat diterapkan pada
masyarakat yang alat produksinya sempurna. Sedangkan pada masyrakat yang alat
produksinya belum sempurna sangat tergantung penguasaan pemasaran.      
             Sejarah menunjukan bahwa kerajaan-kerajaan Jawa telah ada gejala perubahan pemasaran antara golongan yang satu dengan golongan yang lain. Pada zaman Majapahit,
pemasaran bahan-bahan penting dikuasai oleh kerajaan meskipun tidak langsung.
Pegawai negara dan para pujangga tidak diperkenankan berdagang sendiri tetapi
dari tanah jajahan ditarik upeti dan pajak.
Sasrodiharjo
menggambarkan munculnya kelas pemasaran di Jawa dalam empat fase : (1)
permulaan abad ke-20, (2) zaman sekitar Malaise dan menjelang perang dunia ke
2, (3) zaman pendudukan Jepang, (4) zaman kemerdekaan. Pada permulaan abad ke
20 komunitas tionghoa menguasai pasar kelas menengah terutama dalam industi
batik yang bahan bakunya di impor dari Eropa. Disisi lain pengusaha timur asing
juga menguasai harga jual yang mereka tawar lebih rendah sehingga terjadi
persaingan pemasaran yang tidak seimbang. Kondisi ini mendorong timbulnya
gerakan protes yang dimotori oleh SDI terhadap sistem pemasaran yang dikuasai
oleh pengusaha pemasaran kelas menengah.
           Padazaman Malaise dan menjelang PD II, petani merupakan golongan konsumen yang
paling menderita karena turunnya harga riil dari produksi yang dihasilkan.
Pemerintah Hindia-Belanda menekan daya beli petani, sehingga dapat mengunakan
tenaga petani sebgai tenaga kerja murah. Diperkotaan pemerintah Hindia-Belanda
melakukan penghematan dan pengurangan pegawai negeri. Akibatnya banyak kaum
terpelajar yang menganggur dan kemudia menjadi pedagang. Dalam kontek ini dapat
kita lihat adanya bentuk perubahan yang terjadi dalam struktur  masyarakat.
            Fase ketiga zaman pendudukan Jepang. Bagi petani produsen zaman Jepang lebih
menguntungkan dari pada zaman Belanda. Sebab Jepang hanya meminta pajak in
natura berupa padi yang dirasa lebih mudah oleh petani dari ada dalam
bertukang. Namun bagi mereka yang tidak memiliki tanah, justru mendapatkan
masalah baru karena mereka harus menebusnya dengan diikutkan dalam romusha,
sehingga mereka terjebak dari kemiskinan.
            Fase terakhir adalah masa kemerdekaan. Perubahan yang menyolok disini adalah dalam struktur pemerintahan desa, khususnya di Yogyakarta. Semua pamong desa yang
buta huruf diberhentikan dan digantikan dengan orang-orang yang bisa membaca
dan menulis. Disisi lain adanya beberapa perubahan, antara lain : dihapuskannya
penyetoran padi, berubahnya sistem pemilihan kepala desa dengan pola demokrasi
yang dipilih langsung oleh rakyat. Perkembangan selanjutnya adalah mudahnya
pengaruh luar masuk ke masyarakat melalui berbagai inovasi teknologi sepertinya
diterimanya berkembangnya pemakaian kendaraan bermotor (scooter) yang mendorong
terciptanay pemasaran baru.
            Secara sosiologis, mentalitas individu dominan dibentuk oleh situasi tata pergaulan dalam masyarakat, termasuk di dalamnya tekanan hidup. Masyarakat tradisional yang tinggal di desa pada umumnya masih lugu, polos, jujur, lemah dan pamrih, semangat solidaritas tinggi
dan murni. Adapun factor yang mempengaruhi mentalitas tersebut adalah sbb.
1)  Tekanan hidup terasa lebih ringan.
2)  Masih memiliki waktu yang cukup dan seimbang
antara rohaniah dengan keduniawian.
3)  Letaknya di perdalaman berakibat belum banyak
dicemari pengaruh media masa.
4)  Kehidupan paguyuban menjadikan warga saling
mengenal dan akrab.
            Masyarakat perdesaan atau rural community
merupakan masyarakat yang pada umumnya memiliki mata pencaharian bertani,
berkebun, berladang. System kehidupan biasanya berkelompok atas dasar
kekeluargaan dan mempunyai hubungan yang erat serta mendalam di antara
anggotanya.
            Cara bertani masih dilakukan dengan tradisional dan tidak
efisien karena belum dikenal mekanisasi dalam pertanian. Kegiatan bertani hanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga atau masyarakatnya sendiri, bukan untuk
dijual. Ditinjau dari aspek kepemimpinan, hubungan antara pemimpin dan rakyat berlangsung secara informal. Seorang pimpinan memiliki beberapa kedudukan dan peranan yang sulit dipisahkan, sehingga segala sesuatu dipusatkan pada seorang kepala desa.
            Perubahan pada masyarakat pedesaan sulit dilakukan karena pola piker masyarakat (terutama generasi tua) masih didasarkan pada tradisi. Disamping itu juga kurang meratanya proses pembangunan dan informasi sehingga menimbulkan kondisi ang kontras antara masyarakat perdesaan dengan masyarakat perkotaan.
            Dengan berkembangnya iptek, informasi melalui media masa mulai masuk ke masyarakat perdesaan. Hal ini berakibat perubahan karakter/watak, bahkan menghilangkan karakter masyarakat perdesaan. Meskipun pengaruh media masa tidak selalu negatif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini