Minggu, 18 Mei 2014

FitaFauziah_TugasVII_PenelitianTema3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat kita sering memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan
sebagai pendidikan formal atau lebih sering kita sebut sebagai
"sekolah". Padahal konsep pendidikan adalah belajar seumur hidup, atau
dinyatakan bahwa hidup itu adalah belajar. Pendidikan dapat dibagi
dengan tiga jalur; pertama yang disebutnya pendidikan formal
(pendidikan melalui bentuk sekolah), jalur kedua yang disebutnya
pendidikan nonformal (pendidikan luar sekolah yang masih
diorganisasikan), dan ketiga yang disebutnya pendidikan informal
(pendidikan dalam masyarakat dan keluarga tanpa pengorganisasian
tertentu).

Walaupun begitu, masih banyak di masyarakat kita yang percaya dengan
pendidikan formal atau lebih sering kita sebut sekolah, sangat
diandalkan dan mengesampingkan pendidikan non formal (agama, etika,
kebudayaan dll.) Hal ini dilandasi karena berkembang asumsi di
masyarakat bahwa dengan sekolah yang tinggi itu dapat mengubah
kehidupan seseorang menjadi lebih baik. Maka dari itu tidak
mengherankan setiap tahunnya banyak orangtua yang memasukan anaknya ke
sekolah-sekolah. Menurut Prof. Dr. S. Nasution M.A (1983) setidaknya
ada banyak alasan yang menyebabkan orangtua menyekolahkan anak-anaknya
yaitu di antaranya adalah harapan dan kepercayaan bahwa sekolah
mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan, pandangan bahwa sekolah
membuka kesempatan memperbaiki nasib, dan masih banyak fungsi sekolah
yang diharapkan orangtua dari sekolah.

Namun sering kali fungsi sekolah yang diharapkan oleh orangtua seperti
yang telah disebutkan di atas sering tidak sesuai dengan harapan.
Sekolah sebagai pendidikan formal seringkali tidak dapat memecahkan
masalah kemiskinan dan pengangguran.

B. Masalah dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini merupakan gambaran mengenai pendidikan formal melalui
sudut pandang subyek-subyek yang berasal dari kalangan yang kurang
mampu secara ekonomi. Ruang lingkup penelitian ini meliputi persepsi
mereka tentang sekolah atau pendidikan, faktor-faktor yang menyebabkan
mereka tidak melanjutkan pendidikan formal, pengalaman-pengalaman
mereka selama menempuh sekolah sampai harapan-harapan yang mereka
inginkan dari dunia pendidikan di Indonesia ini.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang
bagaimana para subyek yang peneliti wawancarai melihat kondisi di
sekolah yang ada sekarang. Definisi operasional penelitian ini adalah
mengenai pandangan dari para subyek mengenai pendidikan formal yang
meliputi: (a) Fungsi dan Peran Sekolah bagi mereka, keluarga mereka;
(b) Harapan dan keluh kesah mereka mengenai pendidikan di Indonesia.

C. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini mengambil metode dari Emile Durkheim yaitu
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang lebih menekankan
perhatian pada proses daripada produk atau hasil, tertarik pada makna,
sehingga peneliti sendiri merupakan instrumen pokok untuk pengumpulan
dan analisa data. Data didekati melalui instrumen manusia, bukan
melalui inventaris, daftar pertanyaan, atau mesin. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik observasi baik itu melalui pengamatan mengenai
tingkah-laku subyek dan lingkungan sekitar subyek maupun melalui
obrolan-obrolan ringan serta wawancara formal dengan subyek. Wawancara
dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih mendalam.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Profil Subyek Kalangan Menengah ke Bawah

Kalangan Menengah ke bawah yang dimaksud peneliti di sini adalah dua
orang subyek yang peneliti wawancarai. Peneliti memilih kedua orang
subyek ini karena menurut peneliti sesuai dengan masalah yang ingin
peneliti teliti. Dua orang ini berdomisili di kelurahan Limo. Subyek
pertama bernama Ismi dan yang kedua bernama bapak Dirman

Pelaksanaan Penelitian dengan Wawancara

Subjek Pertama bernama Ismawati usia 15 tahun kesehariannya membantu
orang tua mencari barang bekas di jalan atau tempat pembuangan sampah
di Kelurahan Limo

Fitta : Assalam'alaikum, maaf mba ganggu, boleh minta waktu sebentar?
Isma : Wa'alaikumsalam, iya boleh ada apa?
Fitta : masih bersekolah?, kenapa?
Isma : engga, karena tidak ada biaya.
Fitta : sekarang tinggal dengan orang tua? Atau bagaimana?
Isma : iya masih sama orang tua.
Fitta : boleh tau tinggal dimana? Rumah sendiri atau sewa?
Isma : di limo depok, rumah ngontrak
Fitta : Kamu berapa bersaudara?, Bapak Ibu kerjanya apa?
Isma : anak pertama dari dua bersaudara, bapak dan ibu juga pemulung
Fitta : Hasil dari memulung sehari dapet kisaran berapa?, pengeluaran berapa?
Isma : 50 rb sehari, untuk makan sehari 10 rb
Fitta : Kalau dikalikan sebulan bisa mencapai 1 juta-an untuk kamu sendiri.
Isma : kalo dihitung seperti itu memang iya bisa mencapai 1 juta,
namun karena perhari tidak tentu jadi sebulan ya sudah dikumpulkan ke
orang tua.
Fitta : kamu pernah menabung? Berapa pernah dapat menabung?
Isma : pernah coba menabung, tapi tidak setiap hari, nabung di
celengan, pernah baru sebulan sudah dibongkar karena butuh biaya
berobat adik sakit.
Fitta : Orang tua kamu tidak menyuruh untuk melanjutkan sekolah?
Isma : bapak bilang sekolah Cuma buang2 uang, karena sekolah tinggi
tinggi juga belum dapet kerjaan layak, malah banyak pengangguran.
Fitta : kalau kamu sendiri apa masih ada keinginan untuk sekolah?
Isma : masih ada tapi biaya untuk sekolah tidak murah
Fitta : Menurut kamu lebih baik mencari uang dengan memulung atau
mencari ilmu dengan sekolah?, kenapa?
Isma : lebih baik memulung, karena bisa bantu cari uang untuk orang tua
Fitta : menurut kamu seberapa penting si pendidikan itu?
Isma : tidak tau, karena dlu SD pernah sekolah tetapi tidak terpakai
apa yang dipelajari, makanya SMP saya tidak melanjutkan, disamping
memang biayanya tidak ada.
Fitta : kalo boleh berandai atau berharap, apa harapan kamu yang
mungkin mengenai pendidikan?
Isma : ingin sekolah gratis tanpa ada biaya apapun, kan sekarang
gratis katanya tetapi yang lainnya masih harus beli dan prosesnya
sulit
Fitta : Tetapi paling tidak untuk biaya sudah digratiskan, namun
seperti seragam dan ongkos bisa coba menabung sedikit.
Fitta : Bagaimana caranya untuk mewujudkan harapan kamu?
Isma : iya betul saya ingin pemerintah benar-benar menggratiskan
sekolah jadi saya bisa bersekolah, dan sepulang sekolah saya bisa
memulung untuk membantu orang tua.
Fitta : Jika ada yang ingin membantu kamu lebih meilih dibantu dengan
uang, atau dibantu melanjutkan sekolah?
Isma : saya lebih baik disekolahkan.
Fitta : baik kalo begitu terima kasih atas waktunya ya, semoga harapan
kamu bisa terwujud.
Isma : amin



Subyek ke dua adalah bapak Dirman 45 tahun, dia berprofesi sebagai
Tukang Ojek di jalan Limo Raya

Fitta : Maaf pak bisa minta waktu sebentar?
Dirman : iya mba mau diantar kemana?
Fitta : engga pak mau tanya – tanya sebentar boleh?
Dirman : oh iya mumpung tidak ada penumpang.
Fitta : iya pak kalo nanti ada penumpang tidak apa-apa dicukupkan saja.
Dirman : oo gitu, mau nanya apa mba? Alamat?
Fitta : bukan pak ini ada tugas kuliah.
Dirman : ya sudah mau tanya apa?
Fitta : bapak selain ngojek, apa punya usaha atau pekerjaan lain?
Dirman : enggak neng saya Cuma ngojek aja setiap hari mangkal disini.
Fitta : begitu ya, trus istri kerja?
Dirman : istri dirumah aja mba ngurus anak, anak saya ada 4 yang dua
masih kecil yang pertama mungkin seumuran mba ini.
Fitta : anak pertama sudah lulus sekolah? Sudah bekerja juga?
Dirman : iya anak pertama saya lulusan SMA tetapi tidak kuliah dan
sekarang menganggur.
Fitta : lho kenapa ga kerja, sudah coba melamar pekerjaan? Lalu anak
yang lain masih bersekolah?
Dirman : iya mba dia sudah coba melamar pekerjaan dimana-mana, namun
tidak ada yang diterima karena saat di tes atau wawancara tidak
memenuhi kriteria. Anak yang kedua masih SMP, dan yang dua lagi tidak
sekolah harusnya sekolah SD.
Fitta : lho kenapa tidak disekolahkan pak?
Dirman : enggak mba nanti malah seperti kakak nya disekolahkan
mahal-mahal tidak menjamin bisa kerja, karena disekolah itu tidak
diajarkan kerja, yang diajarkan tidak bermanfaat buat mencari uang.
Fitta : jadi menurut bapak pendidikan tidak penting?
Dirman : kalo untuk orang pas – pasan seperti saya kurang penting,
lebih baik anak dari kecil diajarkan mencari uang saja biar kalo besar
sudah bisa mencari uang.
Fitta : dari bapak ngojek disini setiap hari rata-rata dapat berapa rupiah pak?
Dirman : ya ga tentu mba, rata-rata 60rb-100rb, bensin 15rb, makan
10rb, rokok 5rb jadi bawa pulang rata-rata 70rb-50rb
Fitta : kalo rata – rata segitu sebulan bisa 2 jt-an ya pak?
Dirman : haha iya mba klo dihitung seperti itu ya memang, tapi kan
keadaannya berbeda kalo sebenarnya kan buat makan ama bayar kontrakan
juga.
Fitta : ooh rumah masih ngontrak ya pak, lalu harapan bapak seperti
apa untuk masa depan anak – anak bapak sendiri?
Dirman : mau nya sih sekolah gratis tapi benar-benar gratis, karena
anak saya yang SMP itu sudah gratis SPP nya tapi masih harus beli ini
itu seperti LKS, biaya olah raga/ praktek dll itu yang memberatkan
saya.
Fitta : lalu apa harapan bapak untuk dunia pendidikan agar pendidikan
itu menjadi penting?
Dirman : ya harusnya di sekolah itu tidak kebanyakan teori, harus
diajarkan ilmu2 yang berguna buat kehidupan sehari-hari, anak sekarang
bisanya Cuma tawuran aja.
Fitta : begitu ya pak.
Dirman : maaf mba ada penumpang itu, apa masih ada yang mau ditanyakan?
Fitta : oh iya pak silahkan diantar saja, saya cukup pak terima kasih
atas waktunya, semoga bapak selalu dapat rejeki yang banyak ya pak.
Dirman : ammin mba sama – sama semoga tugasnya juga dapat nilai bagus..
Fitta : ammin pak

B. Sekolah Tidak Berfungsi Mempersiapkan Anak Untuk Suatu Pekerjaan

Seperti yang telah diuraikan oleh Prof. Dr. S. Nasution M.A harapan
kebanyakan orangtua dan murid pada sekolah adalah untuk mempersiapkan
anak untuk suatu pekerjaan. Maka dari itulah muncul STM, SMK dan
sebagainya untuk menjawab harapan-harapan ini. Namun, pada
kenyataannya pendidikan formal belum tentu mampu untuk mempersiapkan
tenaga kerja dan juga mengurangi kemiskinan.

Seperti yang terjadi dengan subyek pertama dia pernah sekolah namun
sekolah tidak membantunya untuk mendapatkan kehidupan yang layak,
begitu juga subyek ke dua yaitu bapak Dirman iya memiliki anak yang
telah lulus SMA namun sulit mendapat pekerjaan.

Bagi kalangan menengah ke bawah atau kalangan miskin adalah sangat
sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak apalagi jika mereka tidak
bersekolah dan memiliki skill apapun. Jikalau mereka mendapatkan
pekerjaan biasanya pekerjaan mereka itu didapat karena adanya jaringan
kekerabatan seperti yang peneliti lihat di usaha-usaha Warteg, Kusen
dan Las di kelurahan Limo ini. Mereka biasanya mengambil
saudara-saudaranya yang berasal dari kampung mereka untuk dipekerjakan
atau istilah halusnya membantu usaha tersebut. Namun demikian tetap
saja bagi kalangan menengah ke bawah atau kalangan miskin pilihan
bekerja sangat terbatas karena pekerjaan yang bagus kemungkinan besar
hanya akan ditempati oleh orang-orang yang memiliki modal yang lebih
baik. Baik itu modal ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya

Harapan-Harapan Subyek Pada Pendidikan Formal

Berdasarkan wawancara peneliti dengan para subyek ada harapan-harapan
yang disematkan kepada pendidikan di Indonesia ini untuk ke depannya
lebih baik lagi

BAB III
PENUTUP

Uraian yang telah dipaparkan oleh peneliti memang dirasa masih kurang
memadai untuk mendeskripsikan dan menganalisis persepsi para subyek
yang berasal dari kalangan menengah ke bawah, peneliti mendapati
faktor utama yang menyebabkan tidak berlanjutnya para Subyek menempuh
pendidikan adalah ketidakmampuan ekonomi dan juga persepsi akan
seberapa pentingnya pendidikan untuk memperbaiki kehidupan mereka.

Walaupun begitu dengan segala kekurangan pendidikan formal di
Indonesia ini. Para subyek tetap menaruh harapan pada pendidikan
formal untuk dapat setidaknya memperbaiki nasib mereka. Dan karena itu
mereka berharap agar pendidikan itu murah dan terjangkau kalau memang
tidak bisa gratis dan juga ada perhatian dari pemerintah terhadap
orang-orang seperti mereka ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini