I . Pendahuluan
Globalisasi dan Realitas Media
Sesungguhnya setiap bangsa dan kehidupan miliaran orang di seluruh dunia sedang ditransformasikan, sering kali secara dramatis, oleh globalisasi. Derajat dan signifikansi dari dampaknya ini dapat disaksikan di mana-mana, dan yang paling mencolok adalah di dalam protes-protes yang mengiringi pertemuan tingkat tinggi organisasi global seperti WTO (World Trade Organization) dan IMF (International Monetary Fund). Seperti tersirat dalam begitu besarnya isu yang dihadapi organisasi ini dan luasnya protes yang menentangnya, orang-orang di seluruh dunia merasa bahwa mereka sedang mengahdapi persoalan besar.
Dalam proses komunikasi, kita mengenal sebuah proses pertukaran pesan dan informasi. Dimana, dua atau lebih sumber informasi akan saling berkolaborasi demi menemukan kesepahaman akan realita yang sedang ditransferkan tersebut. Dalam proses ini, ada tiga bagian besar yang harus dipahami secara umum, yaitu bahwa proses komunikasi mengalami tahapanencoding-interpreting-decoding. Tiga bagian ini merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam memahami proses komunikasi yang sedang berlangsung.
Dalam dunia jurnalistik, terdapat sebuah realitas parsial dalam realitas yang lebih kompleks, yaitu realitas media. Hal ini dapat dipahami sebagai sebuah bentuk independensi pemberitaan sesuai dengan "core" yang dikelola oleh media tertentu. Faktor-faktor internal (wartawan) dan eksternal (misalnya kepentingan redaksi) mempengaruhi berita jadi yang diedarkan oleh media.
Kapasitas intelektualitas wartawan sangat menentukan bobot dan isi dari pemberitaan yang diedarkan. Ini berkaitan dengan adanya realitas empirik yang tertangkap atau tidak tertangkap oleh wartawan. Realitas empirik ini banyak dan sebenarya eksis serta nyata dalam kejadian tertentu, namun subjektifitas sudut pandang wartawan menjadikan realitas empirik ini tidak dapat terangkum semua. Atau, kalaupun dapat terangkum, akan ada mekanisme penyortiran berita oleh pihak wartawan sendiri atau oleh redaktur yang berkaitan.
Tidak ada yang benar-benar salah atau benar- benar benar dalam pemberitaan media, karena media menggunakan sudut pandang tertentu yang dipengaruhi oleh sisi-sisi historis media tersebut. Kode etik jurnalistik sebagai landasan tata cara penyampaian media saat ini memang mengalami posisi dilematis, dimana ketidakberpihakan media terhadap sebuah hal aka dimaknai sebagai keberpihakan kepada pihak yang lain. Namun, ini tetaplah harus dijadikan acuan bagi wartawan khususnya untuk membuat pemberitaan yang edukatif kepada masyarakat awam.
Kembali ke realitas media, masyarakat umum akan menganggaap realitas media sebagai realitas empirik. Hal ini terjadi karena fungsi media memang membuat pemberitaan dengan sebenar-benarnya pemberitaan, walau didapati sudut pandang medialah yang menentukan realitas yang media buat untuk disampaikan kepada masyarakat. Masyarakat yang sebatas memahami relitas media sebagai realitas empirik akan terkooptasi pemahamannya akan sebuah realitas berdasarkan konsumsi media yang dipakai.
Oleh karenanya, seseorang harus memiliki pemahaman yang integral terkait dengan pemberitaan yang disampaikan oleh media, sehingga dia dapat memahami realitas empirik yang sebenarya. Kemampuan ini memang bukanlah sesuatu yang mutlak dipunyai, tetapi memilikinya akan memberi kelebihan untuk memahami realitas social yang sebenarnya. Media-pun dalam hal ini seharusnya memberikan realitas media yang memiliki jarak terdekat dengan realitas empirik yang ada di lapangan.
II . Metode Studi
Dalam penulisan Resume ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Dalam pengerjaannya, penulis mencari dan mendapatkan sumber informasi dari buku-buku yang membahas mengenai teori-teori sosiologi. Sepert buku (Teori Sosiologi Modrn: Edisi keenam) (George Ritzer dan Doulglas J. Goodman) dan mencari sumber di wordpress dan google.
III. Analisis
Globalisasi menjadi kata popular yang berkembang dimasyarakat, globalisasi adalah hasil karya menakjubkan dari kemajuan pikiran mahluk yang bernama manusia yang tidak bisa kita pungkiri lagi. Arus globalisasi menerjang seluruh penjuru dunia termasuk juga Indonesia, perkembangan ini beriringan dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi yang memudahkan penyebaran informasi dengan cepat dan luas. perkembangan teknologi ini berimplikasi pada muncul banyaknya media massa di Indonesia baik cetak, elektronik maupun online. Seperti halnya televisi juga mengalami peningkatan sangat signifikan dalam jumlah maupun kreatifitas konten program yang disuguhkan pada penontonnya.
Tanpa disadari atau disadari industri media massa khususnya televisi telah memberikan banyak pengaruh pada masyarakat. apa yang ditayangkan televisi akan berdampak pada psikologi masyarakat yang mempunyai kecenderungan untuk meniru apa saja dari pengalaman mereka menonton televisi. sasarannya tidak pandang bulu entah anak-anak, remaja, eksekutif muda ataupun orang tua sekalipun semua bisa saja menikmatinya dan terjebak didalamnya.
Pada dasarnya media massa (televisi) memiliki berbagai macam fungsi sosial, yakni media informasi, pendidikan, control sosial, lembaga ekonomi dan juga hiburan[1]. Namun pada realitasnya fungsi media tersebut tidak terpenuhi semuanya. Ketika banyak dari kita memikirkan bagaimana televisi bisa digunakan untuk kepentingan pendidikan justru realitas sekarang sangat terbalik. Media televisi semakin gencar meluncurkan program tayangan hiburan. sebut saja OVJ, Bukan Empat Mata, Sinetron Kolosal Indosiar, FTV SCTV, Acara Music, tayangan keseharian selebritis, dan banyak lagi lainya. Televisi semakin cendrung menjalankan fungsi ekonominya melalui program-program hiburan baik yang bermuatan humor, mistik, seksual, politik,dll.
Daftar Pustaka
George Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi Ke Enam, Prenada Media Group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar