Oleh: Badzlia Rusydina Framutami
(Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta)
· Bagian III : Ekofeminisme, Gender, dan Konsumen Hijau
· Gender dan Keluarga
A. Pengertian dan Teori Gender
Gender membicarakan perbedaan peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh masyarakat atau budaya sejak ia dilahirkan dan bukan kodrati. Dalam hal ini, gender bukan hanya membicarakan tentang perempuan saja, namun juga membicarakan tentang laki-laki dalam kaitannya dengan kerjasama atau partnership dan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan untuk mencapai suatu tujuan. Jadi gender membahas permasalahan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat.
Istilah gender dimunculkan oleh ilmuwan sosial untuk menjelaskan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang bersifat kodrati atau bawaan sebagai ciptaan tuhan dan hal-hal yang merupakan bentukan budaya yang diturunkan dan disosialisasikan oleh masyarakat yang berkaitan dengan non kodrati.
Ada dua kelompok besar dalam diskursus feminisme mengenai konsep kesetaraan gender, dan keduanya saling bertolak belakang, pertama adalah sekelompok feminis yang mengatakan bahwa konsep gender adalah konstruksi sosial, sehingga perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan perilaku gender dalam tataran sosial. Jedua adalah sekelompok feminis lain yang menganggap perbedaan jenis kelamin akan selalu berdampak terhadap konstruksi konsep gender dalam kehidupan sosial, sehingga akan selalu ada jenis-jenis pekerjaan berstereotip gender.
Deklarasi Beijing atau Beijing platform of action pada 4th world conference on women menyatakan bahwa :
"pemberdayaan dan partisipasi penuh perempuan didasarkan atas persamaan hak dalam segala aspek kegiatan masyarakat, termasuk partisipasi dalam proses pembuatan keputusan dan akses ke kekuasaan adalah dasar bagi tercapainya persamaan, pembangunan, dan perdamaian"
Arti dan makna kesetaraan gender adalah bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam proses pembangunan, akses yang sama terhadap pelayanan, serta memiliki status sosial dan ekonomi yang seimbang.
Teori teori gender atau feminisme terdiri atas dua klasifikasi yaitu :
1. Menuntut perubahan Nature perempuan
Perubahan yang menuntut perubahan nature perempuan yang bertujuan untuk terlaksananya transformasi sosial dengan mengajak perempuan masuk ke dunia maskulin. Teori-teori yang tergolong pada kelompok perubahan nature perempuan adalah
a. Feminisme eksistensialisme yang bergerak pada tataran individu dengan mengedepankan pentingnya sosialisasi sifat dan perilaku androgini
b. Feminisme liberal yang bertujuan untuk terlaksananya transformasi sosial melalui perubahan undang-undang dan hukum agar perempuan dapat mengubah nature sehingga dapat mencapai kesetaraan dengan laki-laki
c. Feminisme sosial/Marxis yang bertujuan untuk mencapai masyarakat sosialis yang dilakukan mulai dari keluarga
d. Teologi feminis yang merupakan pendekatan Marxis yang tekah dimodifikasi dengan memasukkan agama untuk melegitimasi pembebasan golongan tertindas
B. Pengertian dan Teori Keluarga
Keluarga menurut sejumlah ahli adalah sebagai unit sosial-ekonomi terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi, merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal.
Menurut Mattesich dan Hill, keluarga merupakan suatu kelompok yang memiliki hubungan kekerabatan, tempat tinggal, atau hubungan emosional yang sangat dekat yang memperlihatkan empat hal, yaitu :
1. Interdepensi intim
2. Memelihara batas-batas yang terseleksi
3. Mampu beradaptasi dengan perubahan dan memelihara identitas sepanjang waktu
4. Melakukan tugas-tugas keluarga
Menurut Settels keluarga diartikan sebagai suatu abstraksi dari ideologi yang memiliki citra romantis, suatu proses sebagai satuan perlakukan intervensi, sebagai suatu jaringan dan tujuan atau peristirahatan akhir.
Adapun tujuan membentuk keluarga adalah untuk mewujudkan kesehjateraan bagi anggota keluarganya. Keluarga yang sejahtera diartikan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan fisik dan mental yang layak, bertakwa kepada tuhan, serta memiliki hubungan yang serasi,selaras,dan seimbang antar anggota keluarga, dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya.
Menurut Pitts yang dikutip oleh Kingsbury dan Scanzoni bahwa tujuan dari terbentuknya keluarga adalah sebagai suatu struktur yang dapat memenuhi kebutuhan fisik, dan psikologis anggotanya dan untuk memelihara masyarakat yang lebih luas. Dalam mencapai tujuan keluarga, peraturan pemerintah (PP) nomor 21 tahun 1994 menyebutkan delapan fungsi yang harus dijalankan oleh keluarga tersebut meliputi fungsi pemenuhan kebutuhsn fisik dan non fisik yang terdiri atas fungsi keagamaan, sosial, budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, serta pembinaan keluarga (BKKBN 1996).
Keluarga juga sangat tergantung dari lingkungan di sekitarnya, begitu pula sebaliknya, keluarga juga mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Beberapa peneliti memberikan contoh-contoh hubungan-hubungan antara keluarga dan lingkungan. Dijelaskan bahwa saat ini sedang terjadi perubahan-perubahan global baik dari segi sosial-ekonomi,teknologi, dan politik, serta perubahan sistem dunia yang berdampak pada perubahan dalam keluarga dan masyarakat, misalnya keluarga menjadi tidak stabil dan berada dalam masa transisi menuju keseimbangan yang baru.
Bronfrenbrenner(1981), Deacon dan Firebaugh(1988),Melson(1980),Holman(1983), Klein dan White (1996) menyajikan model pandangan dari segi ekologi dalam memahami proses sosialiasi anak-anak. Model tersebut menempatkan posisi anak atau keluarga inti pada pusat di dalam model secara langsung dapat berinteraksi dengan lingkungan yang berada di sekitarnya. Yaitu lingkungan mikrosistem (the microsystem) yang merupakan lingkungan terdekat dengan anak berada, meliputi keluarga, sekolah, teman sebaya, dan tetangga. Lingkungan yang lebih luas disebut lingkungan mesosistem (the mesosystem) yang berupa hubungan antara lingkungan mikrosistem satu dengan mikrosistem yang lainnya, misalnya hubungan antara lingkungan keluarga dengan sekolahnya, dan hubungan antara lingkungan keluarga dengan teman sebayanya. Lingkungan yang lebih luas lagi disebut dengan lingkungan exosystem yang merupakan lingkungan tempat anak tidak secara langsung mempunyai peranan secara aktif, Misalnya lingkungan keluarga besar (extended family) atau lingkungan pemerintahan. Akhirnya lingkungan yang paling luas adalah lingkungan makrosistem (the macrosystem) yang merupaka tingkatan paling luas yang meliputi struktur sosial budaya suatu bangsa secara umum.
Teori-teori yang melandasi studi keluarga diantaranya adalah teori struktural fungsional/teori sistem. Penganut pandangan teori ini melihat sistem sosial sebagai suatu sistem yang seimbang, harmonis, dan berkelanjutan. Pendekatan struktural fungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat. Eshleman (1991), Gelles (1995), serta Newman dan Grauerholz (2002) menyatakan bahwa pendekatan teori struktural dapay digunakan dalam menganalisis peran keluarga agar dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat.
Levy menyatakan bahwa persyaratan struktural yang harus dipenuhi oleh keluarga agar dapat berfungsi, meliputi :
1. Diferensiasi peran yaitu alokasi peran/tugas dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga
2. Alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi relasi antar anggota keluarga
3. Alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga untuk mencapai tujuan keluarga
4. Alokasi politik yang menyangkut distribusi kekuasaan dalam keluarga
5. Alokasi integrasi dan ekspresi yaitu meliputi cara/teknik sosialisasi internalisasi maupun pelestarian nilai-nilai maupun perilaku pada setiap anggota keluarga dalam memenuhi tuntutan norma-norma yang berlaku
Teori keluarga lain yang sering dipakai sebagai landasan analisis keluargab adalah teori pertukaran sosial, teori ini dipergunakan untuk menganalisis studi keluarga, diantaranya dalam memahami konflik dan perceraian.
Teori keluarga lain yang sering dgunakan adalah teori perkembangan yang menjelaskan proses perubahan dalam keluarga. Teori perkembangan keluarga merupakan multilevel theory yang berhubungan antara individu dan institusi keluarga. Terdapat 8 tahapan perkembangan keluarga, yaitu tahapan perkawinan (married couple), mempunyai anak (childbearing), anak berumur pra sekolah (preschool age), anak berumur sekolah dasar (school age), anak berumur remaja (teenage), anak lepas dari orang tua (launching center), orang tua umur menengah (middle-aged parents), dan orang tua umur manula (aging parents).
C. Posisi Gender dan Keluarga Dalam Ekologi Manusia
Konsep ekologi manusia menyangkut saling ketergantungan antara manusia dengan lingkungan, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan. Pendekatan ekologi atau ekosistem menyangkut hubungan interdependensi antara manusia dan lingkungan di sekitarnya sesuai dengan aturan norma kultural yang dianut. Konsep ekologi manusia juga dikaitkan dengan pembangunan. Keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan sangat bergantung pada faktor manusianya yaitu seluruh penduduk dan sumberdaya alam yang dimiliki serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berkaitan dengan keluarga dan lingkungannya, Coleman (Fukuyama 2000), seorang ahli sosiologi, membawa istilah modal sosial atau social capital pada aspek pendidikan dan pengasuhan anak. Modal sosial didefinisikan sebagai suatu set sumberdaya yang diwariskan dalam hubungan keluarga dan organisasi sosial masyarakat di sekitarnya yang sangat berguna untuk perkembangan kognitif dan sosial anak-anaknya. Fukuyama (2000) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara keluarga dengan modal sosialnya. Keluarga merupakan landasan unit kerjasama sosial dengan melibatkan orangtua, ayah, dan ibu untuk bekerja bersama dalam berkreasi, melakukan sosialisasi, dan mendidik anak-anaknya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gender dan keluarga adalah bagian dari konsep ekologi manusia, terutama yang berkaitan dengan hubungan relasi antar manusia-manusia di dalam wadah institusi keluarga. Selama menyangkut relasi manusia, yang terdiri atas laki-laki dan perempuan, maka disitulah terdapat relasi gender yang berkaitan dengan peran dan fungsi dari manusia-manusia tersebut. Gender merupakan konsep yang berkaitan dengan peran antara laki-laki dan perempuan (anak cacat/normal, anak berdasarkan perkembangannya-balita,anak,remaja,dewasa, atau lansia), relasi gender memandang hubungan antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan pembagian peran yang dijalankan masing-masing.
Dampak kesenjangan gender dapat dilihat pada kehidupan keluarga, yaitu adanya bias gender dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan tenaga kerja ekonomiu yang semuanya membawa ketertinggalan kaum perempuan dibandingkan dengan laki-laki; meningkatnya aktivitas trafficking yang sebagian besar merugikan kaum perempuan dam anak-anak, meningkatnya frekuensi domestic violence (kekerasan dalam rumah tangga) yang kasusnya lebih besar menimpa kaum perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dan masih adanya pengasuhan bias gender yang lebih menguntungkan anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
D. Permasalahan Gender dan Keluarga
Secara umum sudah terjadi kemitraan peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Kemitraan tersebut tercermin dalam akses dan kontrol terhadap sumberdaya keluarga, meskipun belum tercapai kesetaraan yang sempurna, tetapi walaupun begitu masih ditemui adanya kendala terhadap peran perempuan dalam berkontribusi pada kegiatan ekonomi dan sosial budaya. Belum terjadi keseimbangan peran yang sempurna antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan budaya masyarakat tradisional yang patriarki. Budaya tersebut menganggap bahwa laki-laki sebagai a main/primary breadwinner, dan perempuan sebagai a secondary breadwinner.
Saat ini, permasalahan keluarga didominasi oleh masalah sosial ekonomi (social economics problems) seperti perceraian, konflik antar anggota keluarga, kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga, kenakalan remaja,dll. Pembangunan ekonomi nasional selama ini masih belum mampu meningkatkan kesehjateraan rakyat secara luas. Indikator utamanya adalah tingginya ketimpangan dan kemiskinan. Ketimpangan gender yang masih terjadi di Indonesia diantaranya tampak pada pasar kerja, yaitu adanya akses perempuan terhadap kesempatan yang mendatangkan pendapatan lebih rendah daripada akses lelaki. Perempuan lebih kecil kemungkinannya untuk bekerja, dan sebaliknya lebih besar kemungkinannya untuk tidak diperkerjakan. Perempuan cenderung mendapatkan upah lebih kecil daripada lelaki.
Rendahnya tingkat kesehjateraan rakyat terlihat pula dari masih meluasnya masalah kemiskinan. Selama kurun waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun secara drastis dari 40,1 persen manjadi 11,3 persen. Namun demikian, jumlah penduduk miskin meningkat setalah krisis ekonomi nasional sejak pertengahan 1997.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwibowo,Soeryo.2007.Ekologi Manusia.Fakultas Ekologi Manusia IPB : Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar