Senin, 06 Mei 2013

Gizi, Pangan, dan Sistem Ekologi Manusia _ Anisa Fathonah

Gizi, Pangan, dan Sistem Ekologi Manusia
Gizi merupakan terjemahan dari nutrition, yang berasal dari bahasa latin  nutr, yang artinya to nurture (to nousish) atau to feed people propely. Secara sederhana, pengertian gizi mencangkup zat gizi (nutrients) dan status gizi (nutritional status). Zat gizi merupakan komponen pangan yang bermanfaat bagi kesehatan (Mc Collum 1957; Intel et al 2002). Secara klasik gizi dikelompokan pada karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air.
Status gizi mendeskripsikan gizi dari sisi prosess dan output. Menurut DHHS dan USDA (1989), status gizi adalah kondisi kesehatan tubuh seseorang sebagai akibat intik (konsumsi) zat gizi dan pengunaannya oleh tubuh. Pengertian gizi menurut Olson RE (1978) memberi definisi ilmu gizi secara sederhana sebagai ilmu tentang pangan dan hubungannya dengan kesehatan (Olson RE 1978).

Perkembangan ilmu gizi pada mulanya dipengaruhi oleh karya-karya besar ahli dibidang kedokteran, kimia, biologi, fisika dan matematika terutama pada abad ke 18 dan 19. Semula ilmu guzi berkembang pesat di Eropa pada abad tersebut, selanjutnya berkembang pesat mulai abad ke 20 di Amerika Serikat, yang salah ssatu ditandai dengan lahirnya American Dietatic Association (ADA) pada tahun 1917 yang berakar dari American Chemical Society. ADA lahir sebagai salah satu perkembangan American Home Economics Association (AHEA) yang lahir delapan tahun sebelumnya.
Memahami gizi tidak mungkin dilakukan tanpa memehami pangan sebagai bagian dari  sistem ekologi, dan memahami pangan sebagai penyuplai utama zat gizi bagi sistem tubuh manusia. Pangan mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Pangan yang berdasarkan undang-undang pangan No. 7 tahun 1996, diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Dalam hal ini termasuk Bahan Tambahan Pangan (BTP), bahan baku pangan, dan bahan yang lain digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, atau pembuatan makanan dan minuman. Adapun dari segi manfaatnya, pangan tidak hanya bermanfaat guna memenuhi kebutuhan fisiologis manusia untuk tumbuh sehat, kuat dan cerdas, tetapi juga guna memenuhi kebutuhan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat yang terkait erat dengan sistem ekologi.
Gizi Dalam Sistem Ekologi Manusia
Gizi juga mempunyai dua dimensi yang tampak jelas, yaitu: Pertama, gizi dari aspek anatomi (struktur dan bentuk tubuh serta organ tubuh) dan fisiologi (mekanisme kerja tubuh dan organ tubuh yang merupakan bagian dari sistem tubuh manusia sebagai makhluk hidup. Kedua, gizi dari spek pangan dan air, yang merupakan bagian dari sistem ekologi.
Dari dua dimensi tersebut selalu terjadi dalam kehidupan manusia dan mengisi sistem ekologi manusia. Anatomi dan fisiologi yang merupakan bagian dari sistem tubuh manusia (human system) turut dipengaruhi dan mempengaruhi sistem ekologi (ecology system).
Secara klasik zat gizi dikelompokkan pada karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Meskipun secara klasik zat gizi dikelompokkan pada enam katagori tersebut, pada dasarnya semua komponen pangan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia termasuk dalam pengertian zat gizi (Insel et al 2002). Misalnya berbagi komponen phytochemical, zoochemical dari pangan yang mulai banyak dikenal manfaat kesehatannya sejak dekade terakhir. Kemajuan Iptek yang yang pesat bisa jadi akan menambah berbagai phytochemical dan zoochemical baru yang bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Adapun kekurangan dan kelebihan dari zat gizi akan menimbulkan gangguan, seperti sakit, kelesuan, gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Gibson, RS 2005). Masing-masing kelompok gizi dan komponen-komponennya mempunyai peran yang spesifik dan berkaitan satu sama lain di dalam tubuh. Meskipun secara umum karbohidrat dan lemak berperan dalam menghasilkan energi (tenaga), protein berperan sebagai zat pembangunan, vitamin, mineral dan air berperan sebagai zat pengatur. Kekurangnya karbohidrat menyebakan kekurangan tenaga, kekurangan karbohidrat protein dan lemak menyebabkan gangguan pertumbuhan (sering juga disebut kurang energy dan protein – KEP). Sebaliknya kelebihan zat gizi makro ini terutama karbohidrat dan lemak dapat menyebabkan kegemukan dan obesitas, yang menjadi jendela berbagai masalah penyakit kronik degenerative. Kekurangan vitamin dan mineral dapat menimbulkan gangguan kesehatan, rentan mengalami infeksi, gangguan perencanaan dan nafsu makan, serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan, termasuk gangguan kemampuan kognitif.
Masalah gizi ini terjadi pada umumnya karena secara langsung disebabkan oleh konsumsi pangan yang kurang dan tidak seimbang serta gangguan penyakit yang semuanya berakar pada kemiskinan, ketidak-tahunan serta faktor ekologi. Seperti kebijakan, pelayanan, lingkungan fisik dan sosial, serta teknologi yang tidak koondusif. Zat gizi pada umumnya diperoleh manusia dari pangan (makanan dan minuman). Di dalam tubuh pangan mengalami proses fisiologi yang rumit, seperti perencanaan dan penguraian menjadi zat-zat gizi yang kemudian diserap dan digunakan tubuh untuk menghasilkan tenaga, cairan tubuh, membentuk sel baru atau menggantikan sel yang aus (metabolism, penyerapan dan utilisasi). Sisanya dibuang melalui mekanisme pembuangan udara, cairan, dan padatan. Zat gizi berperan dalam semua subsistem anatomi dan fisiologi manusia yang saling berinteraksi dan kompleks dalam proses tubuh kembang manusia, mencangkup subsistem tulang, otot, syaraf, integument (rambut, kuku dan kulit), jantung dan darah, penceranaan, endokrin (hormone), imunitas, reproduksi, respirasi, dan uninari (Noreau, D 2002).
Dalam keadaan santai manusia bernafas 20.000 kali sehari (Barille, PA 1992). Setiap kali bernafas sekitar setengah liter udara masuk ke paru-paru. Jadi setiap hari seseorng menghirup udara sekitar 10.000 liter dari lingkungannya. Kandungan oksigen di udara sekitar 20 %,  berarti setiap dibutuhkan 2000 liter oksigen bagi setiap orang. Manusia juga terkadang terlena akan betapa pentingnya uadara. Salah satu alasannya karena ketersediaanya banyak dan tidak bernilai ekonomi. Bayangkan bila salah satu komponen lingkungsn dekat manusia ini tidak ada atau menjadi benda ekonomi? Sungguh akan sulit bagi manusia untuk bertahan hidup.
Untuk hidup sehat dibutuhkan 40 dan 35 ml air per kg berat badan masing-masing bagi remaja dan dewasa, atau setara dengan1,5 liter bagi orang dewasa yang tidak melakukan kegiatan fisik berat (mengeluarkan keringat). Anak-anak juga membutuhkan 100 ml air per kg berat badan. Keberadaan dan kualitas air juga ditentukan oleh kualitas lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Kualitas air di lingkungan yang kurang sehat dan pada pemukiman akan cenderung lebih jelek. Kualitas udara  turut menentukan kualitas air hujan dan kualitas air yang digunakan manusia dan makhluk hidup lain di lingkungan.
Rasa haus merupakan respon fisiologis terhadap lingkungan, pertanda tubuh kekurangan air dan perlu segera minum. Keringat atau urin yang banyak keluar juga merupakan respon fisiologis tubuh terhadap lingkungan. Dikala otot tubuh sangat aktif bergerak metabolisme meningkat pesat yang salah satu hasil sampingnya adalah air yang bisa dikeluarkan melalui kulit, pernafasan dan urin. Sebaliknya dikala kita berada di dalam ruang AC atau pada suhu dingin, tubuh akan cenderung mengeluarkan air melalui urin untuk pengendalian keseimbangan suhu tubuh dan suhu lingkungan.
Oleh karena itu, semakin banyak keringan dan urin keluar semakin mudah muncul rasa haus dan dahaga. Dahaga yang berkelanjutan samapai mengurangi lima persen air tubuh berakibat pada dehidrasi (kekurangan air tubuh), dan bila hal ini berlanjut akan menimbulkan fatal. Tubuh manusia amat kompleks, bahkan masih ada yang berupa materi. Tubuh manusia bukan sekedar kumpulan molekul, sel dan organ. Pemahaman akan kehidupan tubuh manusia memerlukan pengetahuan tentang anatomi, fisiologi dan biokimia serta kaitannya dengan lingkungan manusia (Marieb, EN 1993)
Pangan dalam Sistem Ekologi Manusia
Pangan bagi tubuh kembang dan pemeliharaan kesehatan telah lama dikenal dan di percaya oleh nenek moyang kita. Hipocrates yang hidup sekitar 500 tahun sebelum masehi, dianggap sebagai orang yang berjasa dalam mengajarkan manfaat makanan bagi kesehatan, meskipun saat itu gizi, zat-zat dalam makanan yang bermanfaat bagi kesehatan, belum tentu dikenal. Meskipun emikian pembuktian seara ilmiah baru banyak terungkap sejak awal abad 20 setelah pengetahuan tentang gizi semakin terungkap lebih rinci (McCollum 1957).
Kesehatan seseorang menurut Hipocrates ditentukan oleh faktor internal (sistem tubuh manusia) dan faktor eksternal tubuh manusia (sistem ekologi). You are what you eat dan let food be your medicine and medicine be your food, merupakan dua dari sekian dalil Hipocrates dalam menelaah hubungan pangan sebagai sistem ekologi yang berkaitan erat dengan sistem tubuh manusia. Hipocrates menggunakan berbagai jenis makanan dan pengaturan gaya hidup untuk mengatasi masalah gizi dan kesehatan manusia di zamannya, misalnya mengkonsumsi hati dianjurkan untuk mengatasi rabun senjapada anak-anak, orang kurus perlu mengkonsumsi lebih banyak serealia, pangan hewani dan makanan berlemak. Menurut Hipocrates, orang yang kebanyakan makan akan mengaami kegemukan dan meninggal lebih dahulu dibandingkan orang berbadan normal. Dan untuk mengatasinya sebaiknya puasa (untuk membatasi makanan dan minum), berdiet (mengatur jenis dan jumlah makanan dan minuman) dan beristirahat diterapkan Hipocrates kepada pasien-pasiennya untuk mempercepat proses penyembuhan.
Sistem ekologi yang sempurna bagi manusia meliputi lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan budaya dan agama. Sejak lahir sampai akhir hayatnya manusia hidup dalanm lingkungan tersebut. Semakin bertambah usia semakin luas dan beragam paparan (exposure) manusia pada lingkungannya. Lingkungan fisik yang selalu dekat dengan manusia sejak lahir adalah udara, air, pangan, dan pakaian secara intens digunakan manusia setiap hari bahakan setiap saat.
Pangan merupakan bagian penting dari komponen ekologi manusia, kerena setiap hari manusia berinteraksi dengan pangan melalui kegiatan makan, minum dan bernafas. Apapun alasannya setaip manusia selalu membutuhkan pangan dengan jenis pangan dan pengelolahan yang beragam tergantung lingkungan fisik, sosial, budaya dan agama. Dari segi lingkungan fisik, jenis pangan yang digunakan manusia dipengaruhi oleh faktor suhu, agroekologi, waktu makan seperti makan pagi, siang dan malam.  Dan lingkungan sosial, mempengaruhi pilihan pangan yang disajikan atau dikonsumsi manusia, ada makanan keluarga, makanan pesta, sarapan, jajanan di sekolah dan lain sebagiannya tergantung nilai-nilai yang dianut. Sedangkan dalam kaitannya dengan lingkungan budaya dan agama, juga dikenal dengan ada makanan khas acara adat dan keagamaan. Bahkan jenis pangan yang dikonsumsi juga ditentukan oleh karakteristik anatomi-fisiologi manusia, sehingga ada makanan bayi yang tidak disukai oleh orang dewasa, dan makanan lansia yang tidak disukai remaja dan sebagainya.
Produksi pangan ditentukan oleh kondisi agreokologi (jenis lahan, topografi, air, suhu, dan iklim) dari wilayah produksi pangan serta sentuhan teknologi dan manajemen yang diberikan manusia. Indonesia memiliki beragam agreokologi yang secara sederhanan dapat dikelompokkan pada agreokologi pantai, agreokologi dataran rendah, agreokologi perbukitan, dan areokologi dataran tinggi pengunungan. Masing-masing memiliki kebolehan dan kelemahan dalam menghasilkan pangan.
Pola konsumsi pangan penduduk bisa berbeda antar daerah dan kelompok budaya. Pada prinsipnya, jenis pangan yang dikonsumsi manusia ditentukan oleh pangan yang diproduksi atau tersedia dilingkungannya. Kebiasaan makanan terbentuk karena interaksi manusia dengan lingkunagn fisik, lingkungan sosial, budaya dan ekonomi manusia terutama dalam konteks keluarga dan masyarakat.
Kebiasaan makan ini dapat berubah dalam jangka panjang karena perubahan faktor lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi keluarga dan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi, peningkatan ekonomi keluarga, kemudahan akses pada berbagai jenis pangan hasil olahan industry termasukk fast food modern, serta gancaran promosi dan daya tarik mengkonsumsi pangan telah mulai merubah prilaku dan kebiasaan makan penduduk Indonesia.
Lima puluh tahun yang lalu mie instan, minuman botol dan kemasan belum menjadi bagian dari budaya makanan dan minuman penduduk Indonesia. Saat ini makanan mie instan dan minuman-minuman botol dan kemasan telah menjadi bagaian dari kebiasaan makan dan minum penduduk Indonesia, terutama lapisan menegah dan atas perkotaan.
Secara ekonomi hal tersebut meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan peluang kerja bagi bangsa Indonesia. Namun bila bahan pangan yang digunakan sebagian besar menggunakan pangan impor tentu memperlamabat pertumbuhan ekonomi petani Indonesia. Keamanan dan kenyamanan akses pada kebutuhan fisiologi dan kebutuhan sosial akan pangan, serta memperluas aneka pilihan bagi konsumen sehingga terbuka peluang persaingan produsen secara sehat. Di lain pihak bila konsumen memiliki keterbatasan informasi tentang makanan sehat, bisa jadi konsumen mengkonsumsi pengan tersebut secara monoton dan berlebihan, sehingga dapat menimbulkan dapat menimbulkan kelebihan lemak, kelebihan gula, kekurangan serat makanan, dapat meningkatkan asam lambung yang dpat meningkatkan resiko berbagai gangguan kesehatan dalam jangka panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini