Senin, 23 September 2013

Gilang Adhitya KPI 1A_TUGAS 3 SOSIOLOGI_EMILE DURKHEIM2

 THE DIVISION OF LABOR IN SOCIETY

The Division of Labor in Society (Durkheim, 1893/1964) dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama (Tiryakian, 1994). Didalamnya, Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat. Dalam karya ini Durkheim terutama ingin menggunakan ilmu sosiologi untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas. Pada pendahuluan edisi pertama karyanya ini, Durkheim memulai dengan ungkapan, "Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode ilmu positivistik."
           
Selama hidupnya di perancis, Durkheim merasakan adanya krisis moral. Revolusi perancis telah menggiring orang untuk terpusat pada hak hak individual yang sering mengekspresikan diri sebagai serangan terhadap otoritas traditional dan keyakinan religious.


Tesis The Division of Labor in Society adalah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memakasa mereka agar tergantung satu sama lain. Kelihatannya pembagian kerja memang menjadi tuntutan ekonomi yang merusak solidaritas sosial, akan tetapi Durkheim (1893/1964:17) berpendapat bahwa "fungsi ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya. Maka fungsi sesungguhnya daripembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas antara dua orang atau lebih."

Solidaritas Mekanis dan Organis
Durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara dimana solidaritas sosial terbentuk, bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utuh. Durkheim membagi dua tipe solidaritas yaitu mekanis dan organis. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat seperti ini terjadi karena mereka terlibat dalam aktivitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama justru dengan perbedaan yang ada  didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Durkheim berpendapat bahwa masyarakat primitive memiliki kesadaran kolektif yang lebih kuat,yaitu pemahaman, norma dan kepercayaan bersama.

Di dalam masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas mekanis, kesadaran kolektif melingkup seluruh masyarakat dan seluruh anggotanya; dia sangat diyakini, sangat rigid; dan isinya sangat bersifat religious. Sementara dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organis, kesadaran kolektif dibatasi pada sebagian kelompok; tidak dirasakan terlalu mengikat; kurang rigid dan isinya adalah kepentingan individu yang lebih tinggi daripada pedoman moral.

Dinamika penduduk
Durkheim meyakini bahwa perubahan solidaritas mekanis menjadi solidaritas organis disebabkan oleh dinamika penduduk. Semakin banyak orang berarti makin meningkatnya kompetisi memperebutkan sumber-sumber yang terbatas, sementara makin meningkatnya jumlah interaksi akan berarti makin meningkatnya perjuangan untuk bertahan diantara komponen-komponen masyarakat yang pada dasarnya sama.



Hukum Represif dan Restitutif
Dalam karyanya The Division of Labor in Society, Durkheim mencoba mengkaji perbedaan antara hukum dalam masyarakat dengan solidaritas mekanis dan hukum dalam masyarakat dengan solidaritas organis (Cotterrell, 1999). Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum represif. Karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apa pun pelanggaran terhadap sistem nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu. Sebaliknya, masyarakat dengan solidaritas organis dibentuk oleh hukum restitutif, dimana seseorang yang melanggar mesti  melakukan restitusi untuk kejahatan mereka. Dalam masyarakat seperti ini, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau segmen tertentu dari masyarakat dan bukannya terhadap sistem moral itu sendiri.

Normal dan Patologi
Durkheim berpendapat bahwa kriminal adalah sesuatu yang normal dan bukan patologis. Menurut dia, karena ditemukan dalam setiap masyarakat, kriminal adalah sesuatu yang normal dan memiliki sebuah fungsi yang bermanfaat. Bagi Durkheim, kriminal mendorong masyarakat mendefinisikan dan membuktikan kesadaran kolektif mereka.

Keadilan
Masyarakat modern tidak lagi disatukan oleh pengalaman dan kepercayaan bersama, melainkan melalui perbedaan yang terdapat didalamnya, sejauh perbedaan ini mendorong perkembangan tempat terjadinya kesalingtergantungan. Durkheim berpendapat bahwa kata kunci untuk persoalan ini adalah keadilan social.
Maka tugas masyarakat maju adalah menciptakan keadilan… Kalau tugas masyarakat yang lebih rendah adalah menciptakan atau mempertahankan semangat hidup bersama sebisa mungkin, di mana individu terserap ke dalamnya, maka cita-cita kita dalam masyarakat modern adalah menciptakan relasi sosial yang seadil-adilnya, dan memastikan kekuatan-kekuatan yang bermanfaat secara sosial dapat berkembang secara bebas. (Durkheim, 1893/1964:387).

ELEMENTARY FORMS OF RELIGIOUS LIFE

Teori Agama –Yang-Sakral dan Yang-Profan
Raymond Aron (1965: 45) mengatakn The Elementary Forms of Religious Life adalah karya Durkheim yang paling penting, paling besar, dan paling orisinal. Collins dan Makowsky (1998: 107) mengatakan karya ini "barangkali sebagai satu-satunya buku terbaik pada abad ke-20." Dalam buku ini, Durkheim menempatkan sosiologi agama dan teori pengetahuan di bagian depan. Sosiologi agamanya terdiri dari usaha mengidentifikasi hakikat agama yang selalu ada sepanjang zaman dengan menganalisis bentuk-bentuk agama yang paling primitif. Sementara teori pengetahuannya berusaha menghubungkan kategori-kategori fundamental pikiran manusia dengan asal-muasal sosial mereka. Durkheim menemukan hakikat abadi agama dengan cara memisahkan yang sakral dari yang profan. Masyarakat (melalui individu) menciptakan agama dengan mendefinisikan fenomena terntentu sebagai sesuatu yang sakral sementara yang lain sebagai profan. Aspek realitas sosial yang dianggap sakral inilah –yaitu suatu yang terpisah dari peristiwa sehari-hari yang membentuk esensi agama. Segala sesuatu yang selainnya didefinisikan dan dianggap profan –tempat umum, suatu yang bisa dipakai, aspek kehidupan duniawi. Durkheim berpendapat bahwa secara simbolis masyarakat menubuh ke dalam masyarakat itu sendiri. Agama adakah sistem simbol yang dengannya masyarakat dapat menyadari dirinya. Inilah satu-satunya cara yang bisa menjelaskan kenapa setiap masyarakat memiliki kepercayaan agama, akan tetapi masing-masing kepercayaan tersebut berbeda satu sama lain.

Totemisme
Karena Durkheim percaya bahwa masyarakat adalah sumber agama, dia terutama masyarakat sangat berminat pada totemisme dalam masyarakat Arunta di Australia. Totemisme adalah sistem agama dimana sesuatu, bisa binatang dan tumbuhan, dianggap sakral dan jadi simbol klan. Durkheim memandang totemisme sebagai bentuk agama yang paling sederhana dan paling primitif dan percaya bahwa totemisme terkait dengan bentuk paling sederhana dari organisasi sosial, sebuah klan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini