Selasa, 13 Oktober 2015

ahmad rizal_Masalah Kota dengan Teori Dunlap dan Catton _Tugas 5 Soskot

nama : ahmad rizal

prodi : pmi3


MASALAH LINGKUNGAN DAN SAMPAH DI PERKOTAAN


Dunlap and Catton dibangun literatur ilmu sosial yang berkenaan dengan masalah lingkungan dan artikel Bernard(1992) berjudul The Significance of Environment as a Social Factor dari beberapa konsep yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu sebagai berikut :

1.      Persoalan-persoalan lingkungan dan ketidakmampuan sosiologi konvensional untuk membicarakan persoalan-persoalan tersebut merupakan cabang dari pandangan dunia yang gagal menjawab dasar-dasar biofisik struktur sosial dan kehidupan sosial.

2.      Masyarakat modern tidak berkelanjutan sebab mereka hidup pada sumber daya yang sangat terbatas dan penggunaan di atas pelayanan ekosistem jauh lebih cepat dibanding kemempuan ekosistem memperbaharui dirinya. Dalam tingkatan global proses ini diperparah dengan dengan pertumbuhan populasi secara cepat.

3.      Masyarakat menuju tingkatan yang lebih kurang berhadapan dengan kondisi yang rentan ekologis.

4.      Ilmu lingkungan modern telah mendokumentasikan kepelikan persoalan lingkungan tersebut dan menimbulkan kebutuhan akan penyesuaian besar-besaran jika krisis lingkungan ingin dihindari.

5.      Pengenalan dimensi-dimensi krisis lingkungan yang menyumbang pada "pergeseran paradigma" dalam masyarakat secara umum, seperti yang terjadi dalam sosiologi (penolakan pandangan dunia barat dominan dan penerimaan sebuah paradigma ekologi baru)

6.      Perbaikan dan reformasi lingkungan akan dilahirkan lewat perluasan paradigma ekologi baru di antara publik, massa, dan akan dipercepat oleh pergeseran paradgima yang dapat dibandingkan antara ilmuwan sosial dan ilmuwan alam.

Kelahiran sosiologi lingkungan ditandai dengan menyatakan bahwa paradigma sosiologi klasik tentang hubungan manusia dan alam tidak lagi relevan. Paradigma lama itu dikenal sebagai Human Exceptionalism Paradigm (HEP) yang memiliki gagasan bahwa:

"humans are so unique among species that we are exempt from the power of environmental forces." - manusia cukup unik di antara spesies-spesies di mana kita terbebas dari kekuasaan kekuatan lingkungan.

Ilmuwan sosiologi meyakini bahwa manusia memang berbeda dengan makhluk lain, baik tumbuhan maupun hewan. Jika kedua makhluk tersebut benar-benar hidup mengikuti hukum alamiah, manusia tidak. Manusia bisa mengontrol dan menciptakan kebudayaan. Riley Dunlap dan William Catton mengubah pandangan ini dengan mengakui kemampuan lingkungan fisik mempengaruhi kehidupan manusia.

Sosiologi lingkungan menerima lingkungan fisik sebagai suatu yang berpengaruh langsung maupun tidak terhadap kehidupan sosial vice versa. Paradigma baru ini oleh mereka disebut sebagai New Environmental Paradigm(NEP). Akan tetapi, paradigma tersebut kemudian diubah menjadi New Ecological Paradigm untuk menegaskan dasar ekologis suatu masyarakat.

NO

PERBEDAAN

HEP

NEP

1

 

 

 

 

 

2

 

 

 

 

 

 

3

 

 

 

 

 

4

Asumsi tentang sifat manusia

 

 

 

 

Asumsi tentang penyebab sosial

 

 

 

 

 

Asumsi tentang konteks masyarakat sosial

 

 

 

Asumsi tentang kendalan masyarakat sosial

manusia memiliki warisan budaya di samping  warisan genetik  dengan demikan manusia berbeda dengan makhluk lainnya.

 

Faktor sosial dan budaya termasuk teknologi adalah penentu utama urusan manusia

 

 

 

 

Lingkungan sosial dan budaya merupakan konteks yang penting untuk urusan manusia dan lingkungan biofisik sebagian tidak relevan

 

Budaya itu kumulatif sehingga perkembangan teknologi dan budaya dapat dilanjutkan tanpa batas dan membuat semua masalah dapat di selesaikan

Meskipun karakteristik manusia itu luar biasa, manusia tetap satu diantara banyak makluk lainnya yang saling bergantung dalam ekosistem dunia

 

Urusan manusia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya, tapi juga oleh hubungan yang komplek antara penyebab, dampak dan umpan balik alam

 

Manusia hidup didalam dan tergantung pada lingkungan biofisik yang terbatas sehingga membebankan dan membatasi urusan manusia

 

Meskipun manusia cipta mungkin
tampaknya
sementara memperpanjang
daya dukung
batas, ekologi
hukum tidak dapat
dicabut.

Sembilan tahun setelah pendirian sosiologi lingkungan, Frederick Buttel mencoba menelusuri apakah ada arah di luar NEP yang dikembangkan para sosiolog lingkungan. Dalam tulisan F. Buttel (1996) dinyatakan bahwa sosiologi lingkungan bisa dikembangkan dari sosiologi pedesaan. Bahkan ia menegaskan bahwa silsilah sosiologi lingkungan baik beberapa atau keseluruhan merupakan keahlian khusus dalam sosiologi pedesaan. Lima wilayah utama sosiologi menurut Buttel menurutnya menyebabkan kemunculan beragam pendekatan pada sosiologi lingkungan, seperti berikut :

1.      Sosiologi lingkungan seperti dinyatakan Dunlap dan Catton

2.      Gerakan lingkungan seperti dinyatakan oleh pemanasan global dan perubahan lingkungan. Dalam konteks ini, penyebab beralihnya sosiolog untuk memberikan perhatian pada substratum ekologis-material dari struktur sosial dan kehidupan sosial.

3.      Pelebaran kajian kebudayaan (cultural studies) pada sosiologi yang mengutamakan diskursus seperti ; moernitas, postmodernitas masyarakat berisiko (risk society) dan modernisasi ekologis.

4.      Sosiologi lingkungan merupakan arena kepentingan yang tumbuh dalam ilmu pengetahuan lingkungan dan hubungan produksi pengetahuan lingkungan dengan politik dan pergerakan lingkungan.

5.      Sosiologi lingkungan kebudayaan

Dalam tahapan hubungan manusia dan lingkungan, ditunjukan bahwa seluruh aspek budaya, perilaku bahkan "nasib" manusia dipengaruhi, ditentukan dan tunduk pada lingkungan. Dalam kehidupan berkelompok, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa bentuk-bentuk persekutuan hidup manusia muncul sebagai akibat dari interaksi iklim, geografi dan ekonomi. Ketiga bagian dari lingkungan itu juga bersifat sangat menentukan corak temperamen manusia (Ibnu Khaldun dalam Madjid Fakrhy, 2001:126). Sementara itu, Donald L. Hardisty yang mendukung dominasi lingkungan menyatakan lingkugan fisik memainkan peran dominan sebagai pembentuk kepribadian, moral, budaya, politik dan agama, pandangan ini muncul tidak lepas dari asumsu dalam tubuh manusia ada tiga komponen dasar, yakni bumi, air, dan tanah yang merupakan unsur-unsur penting lingkungan.

Memahami pandangan dominasi lingkungan tidaklah sulit, inti penjelasannya telerak pada asumsi bahwa kehidupan manusai bergantung pada alam. Untuk memperjelas tentang dominasi lingkungan kita bisa mejelaskan mengapa ada perbedaan antara masyarakat desa dan masyarakat kota. Lingkungan fisik desa didominasi dengan hukum-hukum yang berhubungan dengan lingkungan biologis( seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan). Lingkungan biologi ini memiliki hukum keteraturan tertentu yang bersifat evolutif dan cenderung jauh dari intervensi manusia.

Berbeda dengan lingkungan desa, masyarakat kota lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan buata ( ada yang menyebutnya dengan istilah lingkungan binaan). Lingkungan buatan adalah lingkungan yang sudah tidak alamian karena sudah ada intervensi manusia dalam menciptakan model atau bentuk lingkungan. Lingkungan kota memiliki hukum-hukum sendiri yang tidka sama dengan desa dan hukum-hukum tersendiri tersebut bergerak secara independen yang memiliki kekuatan memaksa individu penghuni kota untuk tunduk. Demikianlah, lingkungan kota yang serba menantang sangat memengaruhi dalam pembentukan watak, budaya, bahkan etos yang dimiliki manusia. Maka, tampaklah perbedaan tajam antara etos masyarakat desa dengan masyarakat kota.

Teori Kemungkinan, penganut teori ini berkeyakinan bahwa lingkungan memiliki sifat yang relatif. Artinya, pada saat tertentu lingkungan berperan penting dalam menjelaskan kecocokan dengan budaya tertentu, tetapi pada sisi lain lingkungan tidak cocok dengan budaya tertentu itu. Dengan kata lain, kondisi lingkungan yang sama tidak menjamin akan munculnya budaya yang sama juga. Kondisi lingkungan tidak berlaku secara deterministis, ia tidak mendominasi dan membentuk budaya manusia secara langsung. Melainkan hanya berfungsi membatasi pengembangan budaya dan teknologi.

Teori Ekologi Budaya, teori ekologi budaya diperkenalkan Julian H. Steward pada permulaan dasawarsa 1930-an. Inti dari teori ini adalah lingkungan dan budaya tidak bisa dilihat terpisah, tetapi merupakan hasil campuran (mixed product) yang berproses lewat dialektika. Dengan kalimat lain, proses ekologi memiliki hukum timbal balik. Budaya dan lingkungan bukan entitas yang masing-masing berdiri sendiri atau bukan barang jadi yang bersifat statis.

Etnosentrisme, Rene Descartes menyatakan bahwa manusia berkedudukan lebih terhormat dibanding makhluk lain. Menurutnya, manusia memiliki jiwa yang memungkinkan untuk berpikir dan berkomunikasi menggunakan bahasa. Sebaliknnya, binatang memiliki tubuh yang dianggap Descartes sebagai sekadar mesin yang bergerak secara otomatis. Binatang tidak memiliki jiwa yang bersumber pengetahuan dan keyakinan. Disinilah, sesungguhnya bisa disimpulkan bahwa etika antroposentirisme bersifat sangat instrumentialis, sebab pola hubungan manusia dan alam dilihat hanya dalam relasi instrumentalnya saja(Sony Keraf, 2002: 34). Ini berarti orientasi kepada alam tidak diletakan sebagai tujuan tindakan sosial manusia, melainkan ia hanya dinilai sebagai batas alat bagi kepentingan manusia.

Jika sumber daya alam dimanfaatkan mengikuti kebutuhan masing-masing secara individu, ia akan memiliki kemampuan meregenerasi dengan sendirinya, hanya yang terjadi, penggunaan sumber daya alam tidak memerhatikan daya dukung lingkungan, akibatnya lingkungan rusak dimana-mana dan besar kemungkinan tidak terselamatkan. Jumlah populasi manusia yang meningkat, jelas akan diikuti meningkatnya konsumsi atas sumber daya alam(SDA). Rusaknya lingkungan air, berbentuk pencemaran di sungai-sungai dan menurunya kadar air di muka bumi sebagai akibat terlalu seringnya dieksploitasi. Kotornya sungai-sungai selain disebabkan oleh limbah rumah tangga juga oleh adanya limbah-limbah pabrik yang tidak dikelola secara baik, contohnya kasus di kawasan laut dan oantai Kampung Dapur 12 di Sumatera, pencemaran berat disebabkan 7.000 ton minyak mentah ditumpahkan oleh Kapal Tanker Natuna Sea yang menabrak karang (Republika,06 Juni 2005).

Memang benar bahwa paham antroposentrisme kini banyak hinggap di mental para birokrat, pengusaha, pendidik, petani, atau pedagang. Akan tetapi, sebagai bagian dari hukum alam, paham destruktif ini pasti memiliki antithesis. Artinya, antroposentrisme hadir juga dengan paham-paham tandingan (lawan) yang memiliki visi bertentangan. Jika antroposentrisme membernarkan perilaku eksploitatif manusia, paham-paham tandingan menjadikan "proyek" penyelamatan lingkungan sebagai asas-asas dan tujuan-tujuan gerakan. Setidaknya ada tiga paham yang dikategorikan sebagai para pejuang lingkungan yakni paham biosentrisme, ekosentrisme, dan ekofeminisme.

Paham Biosentrisme, menyatakan bahwa bukan hanya manusia dan komunitasnya yang pantas mendapatkan pertimbangan moral, melainkan juga dunia binatang. Akibat pertimbangan moral hanya ditujukan pada kepentingan manusia saja (seperti dinyatakan antroposentrisme), hewan-hewan yang langka di sekitar kita gagal dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena itu, biosentrisme mendasarkan perhatian dan perlindungan pada seluruh spesies, baik mamalia, melata, biota laut, maupun ungags.

Paham Ekonsentrisme (The Deep Ecology) : Memperjuangkan Keseimbangan, dibanding dengan biosentrisme, ekosentrisme memiliki pandangan lebih luas. Menurut penganut paham ini sama dengan biosentrisme, perjuangan penyelamatan dan kepedulian terhadap lingkungan alam tidak hanya mengutamakan penghormatan atas spesies (makhluk hidup saja), tetapi yang tidak kalah penting pula adalah perhatian setara atas seluruh kehidupan.

Paham Ekofeminisme : Melawan Androsentrisme, istilah ekofeminisme muncul pertama kali tahun 1974 dalam buku karya Francoise d' eaubonne yang berjudul "le feminism ou la mort". Dalam karya ini diungkapkan pandangan tentang hubungan langsung antara eksploitasi alam dengan penindasan pada perempuan. Pembebasan salah satunya tidak bisa dilakukan tanpa membebaskan penindasan yang lain. kedua-duanya tidak bisa dipisahkan sebab persoalan lingkungan dan perempuan sangat ditentukan keterpusatan yang terletak pada laki-laki (androsentrisme). Adapun definisi ekofeminisme menurut Ariel Salleh adalah sebagai berikut : "eco-feminism adalah pengembangan kini dalam pemikiran feminism yang menyatakan bahwa krisis lingkungan global akhir-akhir ini adalah diramalkan hasil dari kebudayaan patrialkhal"(Salleh : 1988).

George Sessions menyatakan bahwa sebelum teknologi dan bisnis besar mengambil alih, yang disusul kemudian dengan kualitas pertanian barat menjadi merosot dalam minimum melebihi pertambangan dari tanah agrikultur, petani-petani (baik dari wilayah barat maupun timur) telah memiliki empati yang sama atas tanah-tanah mereka. Tanah dan semua yang tumbuh di atasnya tidak lepas dari bentuk-bentuk pernghormatan. Kemudian mereka memperbaiki tanah-tanah lewat pemahaman dari dunia dan ilmu pengetahuan alamiah. Mereka berpikir bahwa berinteraksi dengan alam bukanlah harus berlawanan kepentingan tetapi aktivitas yang saling mengisi.

Beberapa kalangan menyatakan bahwa sekarang ini kita sedang memasuki sebuah masyarakat modern, yakni masyarakat yang berproses menuju "kemajuan" yang ditandai penggunaan akal yang jelas-jelas berbeda dengan masyarakat sebelumnya. Perbedaan ini ditandai dengan beberapa karakter yaitu :

1.      Perkembangan masyarakat dibawah kendali ilmu, teknologi dan pemikiran rasional.

2.      Perkembangan pesat masyarakat menuju kondisi semakin mengglobal, baik berkaitan dengan wilayah (teritorial), gerak ekonomi makro, intervensi politik, maupun pada perkembangan dan penyebaran teknologi.

3.      Akibatnya gerak dan corak hidup masyarakat tidak mungkin dijelaskan hanya sebatas kepentingan local maupun nasional saja, tetapi harus dijelaskan sesuai dengan konteks global.

 

A. Pengertian Sampah

Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan". Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis." (Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996). Berangkat dari pandangan tersebut sehingga sampah dapat dirumuskan sebagai bahan sisa dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi sampah yang dihasilkan dari:

1. Rumah tangga

2. kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan.

3. fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara, rumah sakit, klinik, puskesmas

4. fasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, taman, jalan,

5. Industri

6. hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai.

B.Sampah padat pada umumnya dapat di bagi menjadi dua bagian

a. Sampah Organik

sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran dll.

b. sampah Anorganik

Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol, tas plsti. Dan botol kaleng

Kertas, koran, dan karton merupakan pengecualian. Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik.

C. Dampak Sampah bagi Manusia dan lingkungan

Sudah kita sadari bahwa pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun rumah tangga sangat merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan perindustrian dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih ditingkatkan. Namun seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak negatif yang tidak sedikit.

1. Dampak bagi kesehatan

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit.

Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:

- Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.

- Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

- Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.

- Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.

2. Dampak Terhadap Lingkungan

Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.

1. Dampak terhadap keadaan social dan ekonomi

- Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.

- Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

- Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).

- Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.

- Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

D. Bahaya Sampah Plastik bagi Kesehatan dan Lingkungan

Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang sampai saat ini masih tetap menjadi "PR" besar bagi bangsa Indonesia adalah faktor pembuangan limbah sampah plastik. Kantong plastik telah menjadi sampah yang berbahaya dan sulit dikelola. Diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk membuat sampah bekas kantong plastik itu benar-benar terurai. Namun yang menjadi persoalan adalah dampak negatif sampah plastik ternyata sebesar fungsinya juga. Dibutuhkan waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah secara terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Ini adalah sebuah waktu yang sangat lama. Saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air tanah.

Jika dibakar, sampah plastik akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan yaitu jika proses pembakaranya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai dioksin. Senyawa ini sangat berbahaya bila terhirup manusia. Dampaknya antara lain memicu penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati, gangguan sistem saraf dan memicu depresi. Kantong plastik juga penyebab banjir, karena menyumbat saluran-saluran air, tanggul. Sehingga mengakibatkan banjir bahkan yang terparah merusak turbin waduk. Diperkirakan, 500 juta hingga satu miliar kantong plastik digunakan di dunia tiap tahunnya. Jika sampah-sampah ini dibentangkan maka, dapat membukus permukaan bumi setidaknya hingga 10 kali lipat! Coba anda bayangkan begitu fantastisnya sampah plastik yang sudah terlampau menggunung di bumi kita ini. Dan tahukah anda? Setiap tahun, sekitar 500 milyar – 1 triliyun kantong plastik digunakan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap orang menghabiskan 170 kantong plastik setiap tahunnya (coba kalikan dengan jumlah penduduk kotamu!) Lebih dari 17 milyar kantong plastik dibagikan secara gratis oleh supermarket di seluruh dunia setiap tahunnya. Kantong plastik mulai marak digunakan sejak masuknya supermarket di kota-kota besar.

Sejak proses produksi hingga tahap pembuangan, sampah plastik mengemisikan gas rumah kaca ke atmosfer. Kegiatan produksi plastik membutuhkan sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon setiap tahunnya. Proses produksinya sangat tidak hemat energi. Pada tahap pembuangan di lahan penimbunan sampah (TPA), sampah plastik mengeluarkan gas rumah kaca.

E. Usaha Pengendalian Sampah

Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif pengolahan yang benar. Teknologi landfill yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah lingkungan akibat sampah, justru memberikan permasalahan lingkungan yang baru. Kerusakan tanah, air tanah, dan air permukaan sekitar akibat air lindi, sudah mencapai tahap yang membahayakan kesehatan masyarakat, khususnya dari segi sanitasi lingkungan.

Gambaran yang paling mendasar dari penerapan teknologi lahan urug saniter (sanitary landfill) adalah kebutuhan lahan dalam jumlah yang cukup luas untuk tiap satuan volume sampah yang akan diolah. Teknologi ini memang direncanakan untuk suatu kota yang memiliki lahan dalam jumlah yang luas dan murah. Pada kenyataannya, lahan di berbagai kota besar di Indonesia dapat dikatakan sangat terbatas dan dengan harga yang tinggi pula. Dalam hal ini, penerapan lahan urug saniter sangatlah tidak sesuai.

Berdasarkan pertimbangan di atas, dapat diperkirakan bahwa teknologi yang paling tepat untuk pemecahan masalah di atas, adalah teknologi pemusnahan sampah yang hemat dalam penggunaan lahan. Konsep utama dalam pemusnahan sampah selaku buangan padat adalah reduksi volume secara maksimum. Salah satu teknologi yang dapat menjawab tantangan tersebut adalah teknologi pembakaran yang terkontrol atau insinerasi, dengan menggunakan insinerator.

Teknologi insinerasi membutuhkan luas lahan yang lebih hemat, dan disertai dengan reduksi volume residu yang tersisa ( fly ash dan bottom ash ) dibandingkan dengan volume sampah semula. Ternyata pelaksanaan teknologi ini justru lebih banyak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa pencemaran udara. Produk pembakaran yang terbentuk berupa gas buang COx, NOx, SOx, partikulat, dioksin, furan, dan logam berat yang dilepaskan ke atmosfer harus dipertimbangkan. Selain itu proses insinerator menghasilakan Dioxin yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya kanker, sistem kekebalan, reproduksi, dan masalah pertumbuhan. Global Anti-Incenatot Alliance (GAIA) juga menyebutkan bahwa insinerator juga merupakan sumber utama pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat, yang mengganggu sistem motorik, sistem panca indera dan kerja sistem kesadaran.

Belajar dari kegagalan program pengolahan sampah di atas, maka paradigma penanganan sampah sebagai suatu produk yang tidak lagi bermanfaat dan cenderung untuk dibuang begitu saja harus diubah. Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis.

Prinsip-prinsip Produksi Bersih adalah prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian, misalnya, dengan menerapkan Prinsip 4R, yaitu:

1. Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.

2. Re-use (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.

3. Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. Teknologi daur ulang, khususnya bagi sampah plastik, sampah kaca, dan sampah logam, merupakan suatu jawaban atas upaya memaksimalkan material setelah menjadi sampah, untuk dikembalikan lagi dalam siklus daur ulang material tersebut.

4. Replace ( Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.

Selain itu, untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan ( sustainable development ), saat ini mulai dikembangkan penggunaan pupuk organik yang diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia yang harganya kian melambung. Penggunaan kompos telah terbukti mampu mempertahankan kualitas unsur hara tanah, meningkatkan waktu retensi air dalam tanah, serta mampu memelihara mikroorganisme alami tanah yang ikut berperan dalam proses adsorpsi humus oleh tanaman. Penggunaan kompos sebagai produk pengolahan sampah organik juga harus diikuti dengan kebijakan dan strategi yang mendukung. Pemberian insentif bagi para petani yang hendak mengaplikasikan pertanian organik dengan menggunakan pupuk kompos, akan mendorong petani lainnya untuk menjalankan sistem pertanian organik. Kelangkaan dan makin membubungnya harga pupuk kimia saat ini, seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengembangkan sistem pertanian organik.

F. Peran Pemerintah dalam Menangani Sampah

Dari perkembangan kehidupan masyarakat dapat disimpulkan bahwa penanganan masalah sampah tidak dapat semata-mata ditangani oleh Pemerintah Daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota). Pada tingkat perkembangan kehidupan masyarakat dewasa ini memerlukan pergeseran pendekatan ke pendekatan sumber dan perubahan paradigma yang pada gilirannya memerlukan adanya campur tangan dari Pemerintah.

Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, pengolahan. Berangkat dari pengertian pengelolaan sampah dapat disimpulkan adanya dua aspek, yaitu penetapan kebijakan (beleid, policy) pengelolaan sampah, dan pelaksanaan pengelolaan sampah.]

Kebijakan pengelolaan sampah harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat karena mempunyai cakupan nasional. Kebijakan pengelolaan sampah ini meliputi :

1. Penetapan instrumen kebijakan:

a. instrumen regulasi: penetapan aturan kebijakan (beleidregels), undang-

undang dan hukum yang jelas tentang sampah dan perusakan lingkungan

b. instrumen ekonomik: penetapan instrumen ekonomi untuk mengurangi

beban penanganan akhir sampah (sistem insentif dan disinsentif) dan

pemberlakuan pajak bagi perusahaan yang menghasilkan sampah, serta

melakukan uji dampak lingkungan

1. Mendorong pengembangan upaya mengurangi (reduce), memakai kembali (re-

use), dan mendaur-ulang (recycling) sampah, dan mengganti (replace);

2. Pengembangan produk dan kemasan ramah lingkungan;

3. Pengembangan teknologi, standar dan prosedur penanganan sampah:

a. Penetapan kriteria dan standar minimal penentuan lokasi penanganan

akhir sampah;

b. penetapan lokasi pengolahan akhir sampah;

c. luas minimal lahan untuk lokasi pengolahan akhir sampah;

d. penetapan lahan penyangga.

G. Kompos, Alternatif Problem Sampah

Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Pengomposan dapat mengendalikan bahaya pencemaran yang mungkin terjadi dan menghasilkan keuntungan. Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa bahan tambahan. Pengomposan merupakan penguraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologis dalam temperatur thermophilic (suhu tinggi) dengan hasil akhir berupa bahan yang cukup bagus untuk diaplikasikan ke tanah. Pengomposan dapat dilakukan secara bersih dan tanpa menghasilkan kegaduhan di dalam maupun di luar ruangan.

Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang biasa digunakan Activator Kompos seperti Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Keunggulan dari proses pengomposan antara lain teknologinya yang sederhana, biaya penanganan yang relatif rendah, serta dapat menangani sampah dalam jumlah yang banyak (tergantung luasan lahan).

Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.

Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.

Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.

 

MASALAH SAMPAH DI INDONESIA DAN SOLUSINYA

A.MASALAH SAMPAH DI INDONESIA DAN SOLUSINYA

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah meningkatkan taraf kehidupan penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kegiatan produksi dan konsumsi. Pertumbuhan ini juga membawa pada penggunaan sumber semula jadi yang lebih besar dan pengeksploitasian lingkungan untuk keperluan industri, bisnis dan aktivitas sosial. Di bandar-bandar negara dunia ketiga, pengurusan sampah sering mengalami masalah. Pembuangan sampah yang tidak diurus dengan baik, akan mengakibatkan masalah besar. Karena penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan berdampak ke saluran air tanah. Demikian juga pembakaran sampah akan mengakibatkan pencemaran udara, pembuangan sampah ke sungai akan mengakibatkan pencemaran air, tersumbatnya saluran air dan banjir (Sicular 1989). Selain itu, Eksploitasi lingkungan adalah menjadi isu yang berkaitan dengan pengurusan terutama sekitar kota. Masalah sampah sudah saatnya dilihat dari konteks nasional. Kesukaran untuk mencari lokasi landfill sampah, perhatian terhadap lingkungan, dan kesehatan telah menjadi isu utama pengurusan negara dan sudah saatnya dilakukan pengurangan jumlah sampah, air sisa, serta peningkatan kegiatan dalam menangani sampah..

Oleh sebab itu, banyak negara besar melakukan incineration atau pembakaran, yang menjadi alternatif dalam pembuangan sampah. Sementara itu, permasalahan yang dihadapi untuk proses ini adalah biaya pembakaran lebih mahal dibandingkan dengan sistem pembuangan akhir (sanitary landfill). Apabila sampah ini digunakan untuk pertanian dalam jumlah yang besar, maka akan menimbulkan masalah karena mengandung logam berat (Ross 1994). Sampah boleh dikategorikan kepada dua, yaitu sampah domestik dan sampah bukan domestik (Ridwan Lubis 1994). Sampah domestik adalah bahan-bahan buangan yang dibuang dari rumah atau dapur. Contohnya ialah pakaian lama atau buruk, botol, kaca, kertas, beg plastik, tin aluminium dan juga sisa makanan. Sampah bukan domestik pula ialah bahan-bahan buangan yang dihasilkan dari industri, perusahaan, pasar, dan pejabat. Bahan-bahan buangan ini terdiri daripada berbagai jenis termasuk sisa jualan, sisa pembungkusan dan sisa daripada proses pengilangan.

Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Sampah berasal dari rumah tangga, pertanian, perkantoran, perusahaan, rumah sakit, pasar, dsb. Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi:

1. Sampah organik/basah

Contoh : Sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah dll yang dapat mengalami pembusukan secara alami.

2. Sampah anorganik/kering

Contoh : logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dll yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami.

3. Sampah berbahaya

Contoh : Baterai, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dll.

Permasalahan sampah di Indonesia antara lain semakin banyaknya limbah sampah yang dihasilkan masyarakat, kurangnya tempat sebagai pembuangan sampah, sampah sebagai tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus, menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air, dan udara, menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan kesehatan.

B. Alternatif Pengelolaan Sampah

Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Landfill bukan merupakan alternatif yang sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah lingkungan. Malahan alternatif-alternatif tersebut harus bisa menangani semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yang harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru. Daripada mengasumsikan bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus meningkat, minimalisasi sampah harus dijadikan prioritas utama. Sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah.

Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi/ mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa di daur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem daur-ulang atau tahapan penghapusan penggunaan.

Program-program sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama program-program di negara-negara berkembang seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung) merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu contoh sukses adalah zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu sistem pengumpulan dan daur-ulang sampah yang mampu mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang terkumpul dan mempekerjakan 40,000 orang.

Secara umum, di negara Utara atau di negara Selatan, sistem untuk penanganan sampah organik merupakan komponen-komponen terpenting dari suatu sistem penanganan sampah kota. Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan kompos, vermi-kompos (pengomposan dengan cacing) atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan nutrisi-nutrisi yang ada ke tanah. Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang tidak terkontaminasi, yang juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan sampah. Daur-ulang sampah menciptakan lebih banyak pekerjaan per ton sampah dibandingkan dengan kegiatan lain, dan menghasilkan suatu aliran material yang dapat mensuplai industri.

C. Tanggung Jawab Produsen dalam Pengelolaan Sampah

Hambatan terbesar daur-ulang, bagaimanapun, adalah kebanyakan produk tidak dirancang untuk dapat didaur-ulang jika sudah tidak terpakai lagi. Hal ini karena selama ini para pengusaha hanya tidak mendapat insentif ekonomi yang menarik untuk melakukannya. Perluasan Tanggung jawab Produsen (Extended Producer Responsibility – EPR) adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. Kebijakan ini memberikan insentif kepada mereka untuk mendesain ulang produk mereka agar memungkinkan untuk didaur-ulang, tanpa material-material yang berbahaya dan beracun. Namun demikian EPR tidak selalu dapat dilaksanakan atau dipraktekkan, mungkin baru sesuai untuk kasus pelarangan terhadap material-material yang berbahaya dan beracun dan material serta produk yang bermasalah.

Di satu sisi, penerapan larangan penggunaan produk dan EPR untuk memaksa industri merancang ulang, dan pemilahan di sumber, komposting, dan daur-ulang di sisi lain, merupakan sistem-sistem alternatif yang mampu menggantikan fungsi-fungsi landfill atau insinerator. Banyak komunitas yang telah mampu mengurangi 50% penggunaan landfill atau insinerator dan bahkan lebih, dan malah beberapa sudah mulai mengubah pandangan mereka untuk menerapkan "Zero Waste" atau "Bebas Sampah".

D.Sampah Bahan Berbahaya Beracun (B3)

Sampah atau limbah dari alat-alat pemeliharaan kesehatan merupakan suatu faktor penting dari sejumlah sampah yang dihasilkan, beberapa diantaranya mahal biaya penanganannya. Namun demikian tidak semua sampah medis berpotensi menular dan berbahaya. Sejumlah sampah yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas medis hampir serupa dengan sampah domestik atau sampah kota pada umumnya. Pemilahan sampah di sumber merupakan hal yang paling tepat dilakukan agar potensi penularan penyakit dan berbahaya dari sampah yang umum.

Sampah yang secara potensial menularkan penyakit memerlukan penanganan dan pembuangan, dan beberapa teknologi non-insinerator mampu mendisinfeksi sampah medis ini. Teknologi-teknologi ini biasanya lebih murah, secara teknis tidak rumit dan rendah pencemarannya bila dibandingkan dengan insinerator. Banyak jenis sampah yang secara kimia berbahaya, termasuk obat-obatan, yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Sampah-sampah tersebut tidak sesuai diinsinerasi. Beberapa seperti merkuri harus dihilangkan, dengan cara merubah pembelian bahan-bahan, bahan lainnya dapat didaur-ulang, selebihnya harus dikumpulkan dengan hati-hati dan dikembalikan ke pabriknya. Studi kasus menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diterapkan secara luas di berbagai tempat, seperti di sebuah klinik bersalin kecil di India dan rumah sakit umum besar di Amerika. Sampah hasil proses industri biasanya tidak terlalu banyak variasinya seperti sampah domestik atau medis, tetapi kebanyakan merupakan sampah yang berbahaya secara kimia.

 

E. Produksi Bersih dan Prinsip 4R

Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis. Prinsip-prinsip Produksi Bersih adalah prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian misalnya dengan menerapkan Prinsip 4R yaitu:

•Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.

•Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.

•Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.

•Replace ( Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong kresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.

F. Masalah Sampah dan Lingkungan Perkotaan

Dalam membahas berbagai masalah perkotaan, khususnya masalah lingkungan yang akhir-akhir ini terasa semakin kompleks, rumit, dan semakin mendesak untuk segera diselesaikan. Kita semua memang perlu terus menerus berupaya guna menanggulangi persoalan perkotaan yang semakin pelik tersebut. Oleh karena itu, justru itu perlu kiranya memicu para pihak, baik pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan para pakar untuk melahirkan ide-ide segar yang dapat diterapkan guna menyelesaikan persoalan perkotaan mulai dari pengangguran, kemiskinan, polusi udara, persampahan dan lainnya di Indonesia, khususnya dalam mengatasi pencemaran lingkungan.

Upaya mengatasi permasalahan perkotaan yang sedemikian pelik haruslah tetap dipandang dengan sikap optimis. Saat ini kita menyadari bahwa kita telah terlanjur pada pilihan pembangunan perkotaan yang kurang tepat. Dengan adanya konsep pembangunan berkelanjutan maka selayaknya Indonesia tidak harus mengikuti pola dari negara-negara maju. Kalaupun bukan yang pertama, Indonesia dapat menerapkan konsep pembangunan perkotaan berkelanjutan secara cerdas, holistik, inovatif dan partisipatif. Pada tatanan kebijakan, perlu dilakukan mainstreaming pembangunan berkelanjutan dalam setiap upaya pembangunan misalnya eksploitasi sumber daya alam dan pemanfaatan ruang yang berbasis ekologis, kampanye hemat energi dan energi alternative terbarukan, serta mendorong terbangunnya infrastruktur lingkungan hidup diperkotaan, seperti sewerage system dan TPA berbasis usaha komunal (dengan memanpaatkan sampah sebagai bahan baku produksi lanjutan, misalnya pupuk organic basis sampah kota). Sedangkan dalam tataran pelaksanaan, strategi yang ditempuh adalah dengan pengembangan sistem penaatan, baik dalam koridor penegakan hukum dan HAM maupun dengan cara persuasif inklusif (incentive mechanism). Penaatan norma lingkungan hidup dalam kerangka supremasi hukum dilakukan secara komprehensif, yaitu dengan konsisten menjalankan UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah yang berlandaskan pada prinsip-prinsip 3P; peningkatan pendayagunaan aparat (PPNS), prasarana dan sarana penegakan hukum lingkungan; serta pengembangan Jejaring Penegakan Hukum Lingkungan.

Seiring dengan peningkatan dan pengembangan penegakan hukum lingkungan maka, Kementerian Lingkungan Hidup telah menawarkan langkah inovatif melalui berbagai program. Dua program unggulan KLH, yaitu Langit Biru dan ADIPURA merupakan upaya strategis untuk mewujudkan lingkungan perkotaan yang berkualitas baik, sehat dan berkelanjutan. Program Langit Biru yang antara lain dilaksanakan melalui penggunaan bahan bakar dan penggunaan kendaraan yang berteknologi ramah lingkungan perlu diperluas dan didukung oleh semua pihak. Upaya yang dimaksudkan untuk mewujudkan kualitas udara yang lebih baik (Better Air Quality) tersebut sungguh sangat nyata manfaatnya, karena dapat mengurangi dampak serius bagi kualitas / kesehatan manusia seperti menurunnya IQ, gejala autis dan anemia, kemandulan/keguguran dan agresivitas remaja. Tidak kurang pentingnya adalah peningkatan perhatian terhadap masalah kebisingan, karena secara nyata juga telah menimbulkan gangguan kejiwaan yang serius. Namun usaha tidak sampai disitu saja, perlu upaya yang lebih serius dan Pengelolaan pola berkelanjutan (berwawasan lingkungan).

Awal abad XXI ini persoalan lingkungan telah bertambah semakin rumit. Persoalan lama masih banyak yang belum berhasil diselesaikan seperti sampah/MSW dan bencana alam yang telah menimbulkan dampak lingkungan, namun isu-isu baru (emerging issue) telah muncul, antara lain persoalan e-waste, B-3 dan perubahan iklim yang berdampak serius terhadap kesehatan manusia. Persoalan-persoalan baru tersebut telah menambah kerumitan permasalahan di kawasan perkotaan, karena sebagian besar sumbernya justru di wilayah perkotaan. Tuntutan hidup di perkotaan telah menimbulkan gaya hidup yang serba cepat dan menuntut penggunaan fasilitas modern seperti alat-alat elektrik dan elektronik serta konsumsi energi yang terus meningkat yang ternyata telah menimbulkan dampak negatip serius bagi kehidupan umat manusia. Upaya untuk mewujudkan clean land, clean water dan clean air di daerah perkotaan perlu terus dilakukan, karena kualitas lingkungan yang buruk telah menimbulkan dampak serius bagi kehidupan manusia. Salah satu hasil kajian menunjukkan bahwa akibat lingkungan yang buruk, masyarakat miskin Indonesia terpaksa harus membelanjakan dana yang sangat besar (sekitar 43 triliun rupiah) untuk biaya pengobatan yang semestinya dapat di dayagunakan untuk keperluan yang lebih produktip dan bermanfaat langsung bagi peningkatan kualitas kehidupannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini