NAMA : SYARIFAH ASMAR
NIM : 11140540000016
PRODI : PMI
MASALAH SOSIAL KEPADATAN PENDUDUK MENGGUNAKAN TEORI MALTHUS
A. PENDAHULUAN
Teori Malthus (Thomas Robert Malthus)
Orang yang pertama-tama mengemukakan teori mengenai penduduk adalah Thomas Robert Malthus yang hidup pada tahun 1776 – 1824. Kemudian timbul bermacam-macam pandangan sebagai perbaikan teori Malthus. Dalam edisi pertamanya Essay on Population tahun 1798 Malthus mengemukakan dua pokok pendapatnya yaitu :
a. Bahan makanan adalah penting untuk kehidupan manusia
b. Nafsu manusia tak dapat ditahan.
Malthus juga mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan kebutuhan hidup. Dalil yang dikemukakan Malthus yaitu bahwa jumlah penduduk cenderung untuk meningkat secara geometris (deret ukur), sedangkan kebutuhan hidup riil dapat meningkat secara arismatik (deret hitung). Menurut pendapat Malthus ada faktor-faktor pencegah yang dapat mengurangi kegoncangan dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk dan manusia yaitu dengan jalan :
a. Preventive checks
Yaitu faktor-faktor yang dapat menghambat jumlah kelahiran yang lazimnya dinamakan moral restraint. Termasuk didalamnya antara lain :
1. Penundaan masa perkawinan
2. Mengendalikan hawa nafsu
3. Pantangan kawin
b. Positive checks
Yaitu faktor-faktor yang menyebabkan bertambahnya kematian, termasuk di dalamnya antara lain :
1. Bencana Alam
2. Wabah penyakit
3. Kejahatan
4. Peperangan
Positive checks biasanya dapat menurunkan kelahiran pada negara-negara yang belum maju. Akan tetapi bagaimanapun juga teorinya menarik perhatian dunia, karena dialah yang mula-mula membahas persoalan penduduk secara ilmiah. Disamping itu essaynya merupakan methode untuk menyelesaikan atau perbaikan persoalan penduduk dan merupakan dasar bagi ilmu-ilmu kependudukan sekarang ini.
B. PEMBAHASAN
Seperti kita tahu, bahwa sebenarnya negara diseluruh dunia mayoritas memiliki permasalahan kependudukan yang sama. Masalah itu adalah kepadatan penduduk. Hanya ada beberapa negara saja yang memiliki penduduk sedikit.
Pertambahan penduduk yang meningkat sedemikian cepat merupakan suatu ancaman bagi kehidupan umat manusia itu sendiri, walaupun percepatanpertambahan penduduk di setiap negara di dunia satu sama lain berbeda – beda. Sedemikian bertambah anak manusia, sedemikian pula harus bertambah fasilitas hidup, termasuk di antaranya lahan untuk pemukiman dan pertanian. Dengan demikian semakin padatlah penduduk planet bumi, seiring dengan itu, semakin sempitlah lahan buat pemukiman dan pertanian. Selain lahan, mereka juga akan membutuhkan berbagai sumber daya alam, untuk menunjang kebutuhan hidupnya. Semakin banyak sumber – sumber alam yang dikomsumsikan oleh umat manusia, semakin cepat pula terkurasnya cadangan sumber – sumber daya alam di perut bumi.
Contoh negara yang memiliki kepadatan penduduk sedikit adalah Jerman dengan kelahiran 8,18 per 1000 penduduk. Bahkan pada abad 20 ini Jerman cenderung mengalami krisis penduduk atau dengan kata lain kekurangan penduduk. Di Jerman, penduduk usia muda sangatlah sedikit. Bahkan pernah saya baca bahwa pemerintah Jerman siap membiayai kehidupan anak dari keluarga yang mau memiliki anak lebih dari satu.
Kepadatan penduduk ini sering kali menimbulkan permasalahan baru bagi negaranya. Baik yang memiliki kepadatan penduduk yang rendah maupun tinggi. Contoh untuk kepadatan penduduk yang rendah adalah Jerman. Pemerintahpun rela membiayai hidup sang anak karena memang pemerintah membutuhkan generasi penerus bagi Jerman. Sebaliknya, bagi negara yang memiliki kepadatan penduduk tinggi juga menimbulkan masalah baru bagi negaranya. Masalah yang ditimbulkan misalnya berkurangnya lahan pertanian yang berubah menjadi pemukiman, banyaknya pengangguran yang disebabkan kurangnya sumber penerima tenaga kerja sedangkan pencari tenaga kerja sangat banyak, pengangguran akan mengakibatkan kriminalitas dan sebagainya.
Masalah kependudukan di Indonesia begitu kompleks. Satu poin yaitu peledakan penduduk, mengakibatkan banyak masalah baru dalam masyarakat. Indonesia memiliki sejarah penjajahan yang luar biasa. Bahkan untuk mengenyam pendidikan sangatlah rendah saat itu. Ini merupakan salah satu faktor terjadinya peledakan penduduk di Indonesia pada jaman dahulu. Karena seorang wanita yang dikatakan sudah dewasa akan langsung dinikahkan. Seperti yang kita tahu, pendidikan atau sekolah dapat memperlambat usia menikah. Jika sekolah saja tidak boleh maka inilah yang terjadi.
Sumber daya manusia di Indonesia bisa dibilang masih sangat rendah. Pendidikan begitu kurang tersalurkan kebeberapa daerah. Banyaknya penduduk Indonesia yang tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas pendidikan yang memadahi, membuat banyak anak putus atau bahkan tidak bisa merasakan bagaimana sekolah itu.
Jika di negara maju, ada semacam lembaga yang benar-benar mengawasi dan melindungi anak-anak. Bahkan pendidikan itu diprioritaskan. Inilah yang membedakan Indonesia dengan negara barat. Kepadatan penduduk di negara Barat diimbangi dengan kesadaran pendidikan yang tinggi sehingga pengangguran sangat minim. Dengan bekal pendidikan yang mereka miliki, mereka bisa membuat lapangan pekerjaan bukan mencari pekerjaan. Selain itu, dengan bekal pendidikan itu mereka bisa bersaing di kancah dunia dan bekerja di luar negaranya.
Peledakan penduduk di Indonesia jelas akan merusak alam Indonesia. Mengapa demikian? Karena penduduk jelas akan mengeksploitasi alam untuk memenuhi kebutuhan mereka. Indonesia yang basic negaranya adalah negara agraris, tentu akan menimbulkan masalah besar ketika alamnya rusak dan beralih menjadi beton-beton kokoh.
Hukum dan pemerintahan Indonesia belum bisa bertindak tegas. Berbeda dengan di Amerika. Kekondusifan Indonesia memang agaknya susuah untuk diciptakan. Sumber daya manusia yang rendah berdampak pada kesadaran yang rendah pula terhadap negara. Banyak orang acuh tak acuh dengan kerusakan alam Indonesia yang disebabkan oleh banyaknya penghuni di Indonesia. Mereka hanya berfikir bagaimana cara untuk bertahan hidup. Bahkan tidak bisa kita pungkiri bahwa banyak di luar sana orang yang berkepentingan dengan sengaja mengeksploitasi alam Indonesia untuk keuntungan pribadi.
Masalah peledakan penduduk memiliki dampak yang luas di Indonesia. Kesiapan Indonesia untuk mengolah dan mengkondisikan penduduk yang sangat banyak bisa dibilang sangat kurang. Kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan), kesehatan, pendidikan, dan masih banyak lagi yang harus Indonesia siapkan untuk penduduk sepadat ini.
Untuk negara maju, mereka mulai berfikir dengan lahan pertanian yang sempit, bagaimana menyuplai makanan. Mulai dari menciptakan inovasi pangan melalui teknologi hingga membuat perkebunan atau lahan tanam di atas rumah mereka.
Implikasi Teori Malthus di Indonesia.
Teori Mathus mengatakan bahwa jumlah penduduk bertambah sesuai dengan deret ukur sedangkan jumlah bahan makanan bertambah sesuai dengan deret hitung. Itu tandanya akan terjadi ketimpangan yang luar biasa di sebuah negara. Jika tidak segera diatasi, akan sangat berbahaya karena akan banyak orang yang kelaparan.
Pertambahan penduduk tentu akan membuat berkurangnya lahan pertanian. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan oleh setiap orang membutuhkan pendidikan maka harus diciptakan kuota sekolah yang bisa menampung mereka semua. Mereka membutuhkan kesehatan maka harus dibangun banyak rumah sakit yang melayani kesehatan mereka. Mereka perlu tempat tinggal sehingga harus membangun rumah dan menutup lahan-lahan pertanian agar dapat dijadikan pemukiman. Dan masih banyak lagi kebutuhan seperti transpotasi, toko, dan lain-lain.
Oleh karena itu, semakin banyak penduduk tentu lahan pertanian akan semakin berkurang. Sesuai dengan teori malthus di atas, maka akan terjadi ketimpangan antara bertambahnya penduduk dengan bertambahnya bahan pokok. Bisa dikatakan teori malthus terbukti sekarang di Indonesia. Namun tidak sefrontal itu. Karena di Indonesiapun sekarang sudah memikirkan tempat tinggal atau gedung-gedung bertingkat yang tidak memakan banyak lahan. Namun kembali lagi, kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pemanfaatan lahan masih sangat kurang. Masyarakat kebanyakan lebih memilih memiliki rumah di atas tanahnya sendiri. Bukan tempat tinggal di atas rumah orang lain (rusun).
Jika kita mau melihat kondisi saat ini di Indonesia, di negeri kita inilah terhampar lebat padi di sepanjang jalan. Namun itu dahulu. Sekarang beras saja sudah mulai mengimpornya padahal Indonesia sendiri juga memiliki beras yang baik. Meski lahan pertanian di Indonesia kian sempit.
Jika kita menelisik lebih lanjut, teori malthus mendapat sanggahan berupa bagaimana jika di negara itu terjadi bencana alam, peperangan, kematian, dan lain sebagainya. Tentu kita tidak bisa melupakan sanggahan itu.
Ini adalah data bayi yang meninggal saat persalinan (suaramerdeka.com/6-6-2012) dari 34 kasus per 1.000 kelahiran. Sedangkan ibu meninggal saat melahirkan sebanyak 228 kasus per 1.000 kelahiran. Jadi, menurut saya sanggahan terhadap teori malthus itu tidak dapat diabaikan. Karena pada kenyataannya memang angka kematian yang terjadi di Indonesiapun tidak terhitung rendah.
Selain itu sekarang telah ada pasar bebas. Sekarang dengan mudah Indonesia melakukan jual beli. Termasuk jual beli bahan makanan pokok seperti beras. Kemajuan teknologi juga perlu dipertimbangkan. Karena kini telah banyak inovasi-inovasi baru untuk mengatasi masalah pangan di Indonesia. Uji coba pengolahan panganpun mulai dikembangkan. Dahulu telah dicetuskan panca usaha tani yang bisa melimpahkan hasil pertanian kita dan dilakukan hingga sekarang. Pemanfaatan bahan pangan pun mulai diandalkan. Seperti kulit ketela pohon yang diolah menjadi makanan. Inovasi-inovasi inilah yang mulai dilakukan di Indonesia.
Indonesia kaya akan alam. Tentunya jika mau sedikit saja mengolah darat dan laut, kita tidak akan kehabisan bahan pangan. Karena alam Indonesia sangat banyak yang bisa dikonsumsi. Dari jenis ulat sagu, batang sagu, akar, dan banyak lagi jenis makanan. Hasil laut Indonesiapun sangatlah banyak. Tinggal sedikit saja kita mengelolanya agar tetap bisa lestari dan tidak habis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar