Nama :Nurlaila
NIM :1112054000027
Jurusan : PMI3
Sosiologi Perkotaan: Urbanisasi sebagai Fenomena Sosial
Dalam ranah kehidupan sosial khususnya perkotaan mudah sekali bagi kita menjumpai fenomena sosial yang menciptakan suasana baru di daerah perkotaan. Sosiologi perkotaan sendiri diartikan sebagai studi tentang kehidupan sosial dan interaksi manusia di wilayah perkotaan yang mencakup struktur, proses perubahan, masalah yang muncul dalam wilayah urban, kebijakan, dll. Salah satu kajian yang akan dibahas dalam mempelajari Sosiologi perkotaan adalah urbanisasi.
Urbanisasi merupakan perpindahan masyarakat dari desa ke kota. Penyebab terjadinya Urbanisasi sendiri bermacam-macam. Salah satunya adalah karena di daerah pedesaan, masyarakat tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga mereka memutuskan untuk melakukan urbanisasi karena mereka menganggap bahwa di kota mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Pada kenyataannya sebagian besar dari mereka setelah melakukan urbanisasi yang terjadi adalah mereka semakin tidak bisa mendapatkan pekerjaan seperti yang mereka inginkan. Hal ini disebabkan karena para urban tidak mempunyai skill atau kemampuan yang memadai untuk beradaptasi dengan lapangan pekerjaan yang ada di kota. Hal ini dapat diartikan bahwa ketika seorang urban berusaha mencari pekerjaan yang terdapat di kota namun kemampuan atau skill yang dimiliki tidak sesuai. Pada umumnya pihak yang berpendidikan profesional pada bidang tertentu cenderung lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan namun hal ini menjadi masalah bagi mereka yang tidak mempunyai skill atau kemampuan yang bisa untuk diandalkan. Maka yang terjadi ialah urban tersebut tidak bisa mendapatkan pekerjaan sesuai dengan skill yang dimiliki. Akibat pengangguran tersebut mereka mengambil keputusan untuk memperoleh pekerjaan apa pun yang terpenting bagi urban ialah untuk mendapatkan pendapatan walaupun itu relatif sedikit dan memaksa mereka untuk hidup berkecukupan. Namun dalam hidup yang berkecukupan bahkan kekurangan membuat mereka untuk masuk pada indikator dalam hal kemiskinan. Kemiskinan dalam perkotaan secara umum cenderung dihubungkan dengan pemukiman kumuh, pemukiman kumuh yang terjadi dalam perkotaan membuat tata kota kota menjadi tidak teratur. Hal ini menjadi pandangan yang buruk terhadap kota tersebut yang sesungguhnya pemukiman kumuh tersebut memberikan beberapa dampak yang negatif terhadap lingkungan sekitar seperti mengenai kebersihan dan kesehatan di lingkungan kota menjadi tidak baik. Dalam hal ini lebih mendiskripsikan mengenai dampak dari urbanisasi, karena pada sesungguhnya keterbelakangan desa dan kemiskinan masyarakat merupakan akibat yang tidak terelakkan lagi dari proses urbanisasi.
Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi oleh sebagian orang dalam setiap negara, bagi mereka yang tergolong miskin lebih merasakan susahnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Kemiskinan berawal dari adanya terbatasnya tingkat pemenuhan kebutuhan yang harus mereka penuhi demi mempertahankan hidup. Permasalahan pemenuhan kebutuhan pada umumnya dapat diatasi dengan memperoleh pendapatan sebagai hasil dari pekerjaan. Namun dengan pertumbuhan penduduk yang pesat dan lapangan pekerjaan yang terbatas membuat mereka untuk bersaing lebih keras untuk mendapatkan pekerjaan demi memperoleh pendapatan untuk berjuang mempertahankan hidup.
Secara singkat menurut Soekanto, kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisik dalam kelompok tersebut.[1] Pada realitasnya yang menjadi tolok ukur atau indikator ialah mengenai pendapatan ekonomi mereka, dimana bagi mereka yang memiliki harta benda yang relatif sedikit serta kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan hidup dan pendapatan akan penghasilan yang dibawah batas tertentu.
Pada perkotaan fenomena kemiskinan yang ditandai dengan adanya pemukiman kumuh yang berada di kota seringkali kita lihat. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat kontras bila kita membandingkan gambaran kota yang mayoritas ditandai dengan bangunan gedung-gedung yang tinggi dan mewah. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa kemiskinan yang berada di perkotaan secara umum adalah para urban yang tidak mempunyai kemampuan atau skill untuk hidup di kota. Sama halnya dengan kota-kota besar lainnya, kota Malang dianggap sebagai salah satu kota pendidikan di Indonesia, banyak para urban yang datang dengan tujuan untuk menempuh pendidikan atau mencari pekerjaan. Sehingga tidak jarang bagi kita untuk melihat pemukiman kumuh dan PKL yang ada di pinggir jalan karena para urban yang datang ke kota Malang dengan tujuan mencari pekerjaan tidak banyak dari mereka mendapatkan pekerjaan, kecuali bagi mereka yang mempunyai kemampuan atau skill. Pedagang kaki lima sering disebut-sebut dalam banyak studi tentang proses urbanisasi tentang masalah dan kebijakan kesempatan kerja, serta tentang kerangka dan perencanaan kota, menurut gambarannya yang paling buruk, pedagang kaki lima dipandang sebagai parasit dan sumber pelaku atau benar-benar pelaku kejahatan, yang bersama-sama dengan pengemis dan pelacur, pencuri yang tergolong dalam rakyat jelata atau semata-mata dianggap sebagai jenis pekerjaan yang sama sekali tidak relevan. Sedangkan menurut pandangan yang paling baik, ia dipandang sebagai korban langkanya kesempatan kerja yang produktif di kota.[2] Dengan terbatasnya lapangan kerja di perkotaan membuat para urban untuk bersaing mendapatkan pekerjaan, namun yang menjadi permasalahan ialah ketika urban yang tidak memiliki skill atau kemampuan akan mengalami kesulitan dalam hal itu. Para urban yang mana sudah masuk tergolong dalam angkatan kerja namun tidak memiliki pekerjaan dinamakan pengangguran. Salah satu permasalahan umum di perkotaan ialah bagaimana menciptakan lapangan kerja agar tingkat pengangguran menurun, dengan ini akan berpotensi untuk menekan tingkat kriminalitas di perkotaan, karena kebanyakan kriminalitas yang dilakukan oleh individu disebabkan karena mereka tidak memiliki pekerjaan atau sulitnya mendapatkan pekerjaan di kota.
Salah satu akibat meningkatnya urbanisasi di kota yaitu rusaknya tata kota daerah tujuan para urban. Urban yang mendirikan bangunan liar di pusat kota menyebabkan tata kota menjadi tidak teratur, contohnya saja trotoar di pinggir jalan yang seharusnya digunakan untuk berjalan kaki digunakan sebagai tempat persinggahan mereka untuk mencari uang. Disinilah letak mengapa para urban yang tidak memiliki kemampuan dikatakan mempunyai dampak negatif, walaupun sesungguhnya mereka dapat memberikan dampak positif, antara lain meningkatnya aktifitas perekonomian kota. Kota bertambah ramai, perdagangan semakin meningkat sehingga kehidupan di kota semakin berkembang dengan banyaknya pendatang-pendatang baru dari luar kota.[3]
Daftar Pustaka
[1] Herdhiana Hana Putri. 2010. Pengaruh Tingkat Kemiskinan Terhadap Perilaku Agresif Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Malang : Universitas Brawijaya. Halaman 1
[2] Chris Manning dan Tadjudin Noer Effendi. Urbanisasi, Pengangguran dan Sektor Informal di Kota. Jakarta : PT. Gramedia ; 1985 : 228
[3] Diakses pada world wide web at http://bataviase.co.id/node/179266, pada tangga l 9 Mei 2011 pukul 15.45 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar