Senin, 15 Oktober 2012

M.Badruzzaman Jurnalistik 1 A

Protestant Ethic and Spirit of Capitalism

Dalam menjelaskan karakteristik agama Protestan, Weber membangun argumentasinya dalam tiga bagian. Pertama: ia mendefinisikan spirit protestan tersebut bagian kedua: mengenai uraian etika protestan dan karakter khas sekte asketis, serta pada bagian ketiga: menjelaskan hubungan antara etika protestan dengan kapitalisme. Dari semua kajian tersebut mengantarkan Weber pada kajian komparatif terhadap agama-agama dan berbagai struktur sosial lainnya. Weber menampilkan bukti-bukti mengenai hubungan antara berbagai bentuk dalam agama Protestan dan perkembangannya menuju kapitalisme. Ia mengemukakan contoh yang terjadi pada masyarakat Belanda pada abad ke-16, kepemilikan bersama dalam kegiatan usaha kapitalis dalam keluarga Huguenots dan orang Katholik di Prancis pada abad ke-16 dan 17. Beberapa contoh yang ia temukan menunjukan bahwa kegiatan ekonomi menghancurkan tradisionalisme ekonomi yang lama. Berdasarkan contoh ini, Weber berpendapat bahwa perubahan yang cepat dalam metode kegiatan ekonomi, tidak akan terjadi bila tanpa dorongan dari moral dan agama ia menyimpulkan bahwa penganut agama Kristen Protestan Calvinis lebih berperan dalam perekonomian dari pada penganut Katholik dan Protestan Lutheran, yang tetap setia menjalankan perekonomian tradisional mereka yaitu pertanian dan kerajinan berskala kecil.

Data komparatif tersebut mendorong Weber mengambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara agama Protestan Calvinis dengan kapitalisme. Kondisi kapitalisme dengan berorientasi pada perdagangan dengan menggunakan uang dalam rangka menumpuk modal dengan berspekulasi. Orientasi penumpukan modal ini bertentangan dengan kondisi masyarakat pra-kapitalistik, dimana kegiatan perdagangan dan penumpukan modal dipandang rendah, hina, dan dikutuk keras oleh gereja. Pada masa awal kapitalisme, terjadi menentang terhadap kondisi ini dengan didasarkan pada keyakinan bahwa kemakmuran yang dijadikan tujuan mereka merupakan rahmat Tuhan dalam kehidupan mereka.

Bagi Weber kapitalisme merupakan fenomena universal, terutama muncul di daerah Negara-kota. Kapitalisme adalah upaya untuk menggunakan capital berupa uang atau barang yang memiliki nilai uang dalam rangka memperoleh keuntungan dengan memproduksi dan menjual hasil produksi tersebut. Sebagai sebuah sistem ekonomi, kapitalisme menuntut adanya organisasi rasional para pekerja legal yang digaji secara bebas oleh pemilik capital dengan semata-mata bertujuan memperoleh keuntungan.

Spirit kapitalisme adalah "sikap untuk berusaha memperoleh keuntugan secara rasional dan sistematis untuk memanfaatkan tenaga kerja seolah-olah ia adalah tujuan akhir itu sendiri. Spirit ini merupakan suatu etika sosial yang terfokus pada upaya "memperoleh uang dan lebih banyak uang, disertai dengan upaya menghindari kesenangan hidup yang spontan".

Etika protestan, menurut Weber, bertujuan untuk menjawab pertanyaan terhadap pengaruh ide-ide keagamaan tertentu terhadap perkembangan spirit ekonomi atau terhadap etos sistem ekonomi yaitu spirit kapitalisme modern. Ia meletakkan dasar argumentasinya pada konsep "seruan" yaitu konsep tentang suatu kewajiban individu yang dibebankan Tuhan. Konsep "seruan" ini berkaitan erat dengan gagasan tentang takdir yang dimiliki oleh sekte-sekte puritan, terutama Calvinisme. Weber memandang ajaran Calvinisme sebagai ajaran yang modern karena berhasil meniadakan kekuatan magis di dunia. Dengan menanggalkan semua cara-cara magis dalam memperoleh keselamatan dengan mengkategorikannya sebagai takhayul dan dosa, maka Tuhan bersifat absolute dalam menetapkan takdir terhadap individu, sehingga menimbulkan sikap fatalisme yaitu sikap penyerahan total kepada kondisi dunia. Berdasarkan argumentasinya ini, Weber menyimpulkan bahwa spirit kapitalisme dilahirkan dari spirit asketisme agama Kristen, yaitu gagasan untuk membuktikan keyakinan seseorang dalam aktifitas dunia, yang diwujudkan dalam doktrin takdir. Weber juga mengakui pada perkembangan kemudian, kapitalisme tidak lagi membutuhkan dukungan agama ketika sistem ekonomi tersebut telah mapan. Menurut Weber semangat kapitalisme modern menjelma karena adanya etika agama yang lahir dari agama Kristen Protestan. Agama Protestan telah menempati posisi terhormat dan menentukan.

Weber menunjukkan bahwa agama memiliki 'kemampuan mengubah' dari agama. Ia ingin menegaskan bahwa kesadaran agama bukan merupakan akibat dari kondisi sosio-ekonomi, tetapi merupakan faktor otonomi, dan berperan penting dalam memberikan ciri pada system perilaku. Sistem ini berperan dalam perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat.

Weber berpendapat bahwa 'ajaran panggilan' ini merupakan konsep agama yang muncul setelah terjadinya pembaharuan dalam agama Kristen, terutama di agama Kristen Protestan. Dengan ajaran ini, maka kegiatan-kegiatan profan dalam kehidupan sehari-hari menjadi bernilai keagamaan. Panggilan bagi seseorang berarti berusaha melakukan segala kewajiban terhadap Tuhan dengan cara berlaku yang bermoral dalam kehidupan sehari-hari. Dapat disimpulkan bahwa 'panggilan' merupakan konsep agama tentang tugas yang diperintahkan Tuhan untuk bekerja. Bekerja tidak hanya dipandang sebagai pemenuhan kebutuhan hidup semata tetapi bekerja merupakan sebuah tugas suci dari Tuhan.

Etos kerja yang dibangun untuk menjalankan tugas suci ini adalah dengan mengembangkan mentalitas kapitalis dalam kehidupan seharihari. Sikap tersebut antara lain berlaku hati-hati, bijaksana, rajin, dan bersungguh-sungguh dalam mengelola usaha. Sikap mentalitas ini adalah memandang rendah bagi sikap bermalas-malasan dan berdiam diri, pasrah menerima tanpa berusaha. Sikap mental tersebut dibangun dalam rangka mencapai tujuan hidup yaitu mendapat kemakmuran dan kekayaan. Tujuan hidup hanya dapat dicapai melalui aktifitas ekonomi. Berdasarkan sikap mental ini, Weber menyimpulkan bahwa hal yang utama dari semangat kapitalisme modern adalah 'memperoleh kekayaan (uang) sebanyak- banyaknya serta menghindari pengeluaran yang sifatnya bermewah-mewahan'.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini