Nama : Badzlia Rusydina Framutami & Yulia Yusyunita
NIM : 1110054000033
Mata Kuliah : Ekologi Manusia
Semester : 6 (enam)
Jurusan : Pengembangan Masyarakat Islam
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
· KISAH PEJUANG EKOLOGI
· PENDAUR ULANG CAIRO ( LAILA KAMEL )
Kairo adalah ibu kota dari Mesir yang merupakan kota terbesar di benua Afrika, yang setiap harinya menghasilkan enam ton sampah padat dan mendaur ulang hampir lima perenam dari sampah ini.
Mayoritas tukang sampah yang ada di kota Kairo adalah orang Kristen Coptic, mereka tidak memiliki keterampilan apapun dan juga tidak berpendidikan, sehari-harinya mereka mencari makan mengumpulkan sampah kota dengan gerobak yang ditarik keledai, dan mereka membuat tempat tinggal seadanya dari sampah-sampah seperti kaleng,kardus, dan plastik yang mereka kumpulkan. Dan merekapun tinggal di tanah-tanah kosong, sehingga setiap beberapa tahun pemerintah selalu mengusir mereka.
Sampai pada akhirnya, berkat bantuan dan upaya sebuah kelompok pembela kaum miskin bernama Association of Garbage Collectors (himpunan pengumpul sampah), penduduk liar tersebut akhirnya mempunyai tempat tinggal. Tetapi walaupun mereka sudah mempunyai tempat tinggal mereka masih dikelilingi oleh gunungan sampah, asap, uap, dan air limbah. Lalu pada pertengahan tahun 1980-an, Associatiom of garbage collectors mendapat hibah untuk membuka sebuah industri daur ulang. Para penduduk liar tersebut mempelajarinya dan menjadi pendaur ulang. Dan nyaris tidak ada lagi warga yang mengganggur tetapi tetapn kemelaratan masih nyata. Terutama anak-anak gadis yang seharusnya mengemban pendidikan tetapi mereka malah harus memilah-milah sampah-sampah busuk selama empat jam setiap hari, dan harus memasak juga mengasuh adik-adik kecil mereka.
Lalu muncullah seorang Laila kamel, dia adalah seorang yang berpendidika, sudah kemana-mana di dunia, dan seorang yang kaya. Dia mencoba mendirikan semacam sekolah untuk anak-anak gadis kampung sampah tersebut. Sekolah itu tidak ketat, para gadis tersebut bisa datang setelah mereka menyelesaikan pekerjaan mereka. Mata pelajarannya pun dirancang khusus oleh Kamel yang menekankan kepada kesehatan dan kesehatan lingkungan, termasuk pelajaran yang sangat mendasar seperti cara menggunakan jamban.
Gunungan sampah yang mengelilingi rumah-rumah para penduduk liar tersebut sungguh buruk, terutma kandang Babi mereka yang keadaannya jauh lebih buruk lagi. Lingkungan tersebut sangat tidak sehat, dan begitu banyak kotoran. Akhirnya pada tahun 1987, sebuah kelompok nirlaba bernama Associations for the Protection of the Environment-APE(himpunan pelindung lingkungan) mendirikan tempat membuat kompos. Dan sekarang warga tersebut dapat membersihkan kandang masing-masing dan membawa kotoran itu ke tempat membuat kompos untuk diolah, dijadikan bubuk, dan dijual untuk pupuk, dan kini keadaan lingkungan pun berangsur membaik.
Dan pada tahun 1988 Laila Kamel menjadi Direktur Lapangan Sukarela bagi APE, dan melihat langsung masyarakat pendaur ulang itu secara keseluruhan. APE sudah memulai program daur ulang kain rombeng untuk membuat permadani dan mangadakan pelatihan dan membuka lapangan kerja. Kamel mengambil alih program itu dan mengubahnya untuk kepentingan gadis-gadis remaja. Kamel memfokuskan para gadis-gadis remaja tersebut sebagai kelompok sasarannya untuk program APE. Untuk memulaui program ini Kamel membutuhkan kain rombeng dan tenaga kerja, Kamel tidak mempunyai uang untuk membeli bahan baku dan untuk pelatihan gadis-gadis remaja tersebut, akhirnya Kamel berkeliling ke perusahaan-perusahaan tekstil dan pakaian jadi terbesar di Mesir untuk meminta sumbangan kain-kain rombeng dari mereka.
Para gadis-gadis remaja tersebut belajar membuat selimut kain perca dan bertenun. Para gadis yang banyak menghasilkan barang, atau mutu barang yang yang dihasilkannya lebih tinggi, mendapat imbalan uang yang lebih besar. Gadis-gadir itu tidak hanya diajarkan menenun saja tetapi juga mereka diajarkan membaca,menulis, dan juga berhitung.
Laila Kamel bekerja dengan penduduk daerah kumuh karena mereka sangat butuh bantuan tetapi tidak ada satu orangpun yang membantu. Kamel adalah salah satu dari warga asli Cairo yang berpendidikan luar negeri yang mau turun tangan bekerja di desa gunung sampah. Kamel mengemban kuliah di University of California, Berkeley, dan menyelesaikan sarjana satunya. Kemudian dia mengajar bahasa Arab di Stanford University dan Columbia University Teacher's College, tempat dia menyelesaikan sarjana tiganya dalam ilmu pendidikan. Tesisnya mengenai pembangunan di tengah-tengah penduduk miskin di pedesaan dan di kota. Dia kembali ke Cairo dan setelah beristirahat sejenak mulai bekerja dengan para tukang sampah. Dia menuturkan bahwa "lebih banyak pelajaran yang diperolehnya selama dia bekerja dengan tukang-tukang sampah itu daripada selama masa yang dihabiskannya untuk memperoleh gelar doktornya", bagi kamel banyak pelajaran yang diambil darin orang-orang miskin tersebut kepadanya, mereka buta huruf, tetapi mereka belajar dari tradisi.
Sebagai penghargaan atas program dan kegiatan yang dilakukannya, kamel mendapat Goldman Environmental Prize pada tahun 1994. Penghargaan ini, yang dinamakan secara tidak resmi " Nobel Prize of the Environtment", termasuk hibah sebesar USS 60.000. Kamel menggunakan uang itu untuk menyelesaikan pusat pembangunan di sebuah desa bernama Sharmouk di luar kota Cairo, tempat dia menyebarkan pengetahuan kesehatan dan mendorong kerajinan tangan setempat seperti menganyam keranjang di kalangan penduduk desa itu.
Baru-baru ini, Kamel mendengar, dalam sebuah konferensi di Tunisia, mengenai proyek-proyek yang menarik di Afrika. "mendaur ulang termasuk industri yang makin populer untuk menarik remaja yang menganggur, sebagai pilihan lain daripada masuk dunia kejahatan,obat-obatan terlarang dan senjata api." Mereka-mereka ini, manusia "tercampak" ini sekarang sedang didaur ulang, sama seperti sumber daya. Program daur ulang serupa juga mulai dilaksanakan di Pakistan. Dan Laila Kamel berharap semua masyarakat mau bekerja sama untuk menyisingkan lengan baju dan menyebarkan keadilan bagi penduduk miskin, karena keadilan bagi penduduk miskin berarti keadilan bagi lingkungan hidup. Karena itu, janganlah kita menjarah orang lain, dan janganlah kita menjarah bumi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Wallace, Abrey. 1997. Langkah-Langkah Hijau Hidup Lembut Bersama Alam. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar