Senin, 22 April 2013

Tugas 4 (Perempuan dan Ekologi)

Perempuan dan Ekologi_Ika Septi Trisnowati_Tugas 4

 

Sekarang ini sudah banyak sekali permasalahan mengenai lingkungan hidup. Banyak pemberitaan di media, yang memberitahukan tentang kondisi bumi kita yang semakin hari semakin memprihatinkan. Salah satu penyebabnya adalah karena kerusakan pada lingkungan hidup. Di mana pelakunya tidak lain adalah karena ulah tangan manusia. Namun, dibalik manusia-manusia yang mungkin hanya memikirkan untuk kemajuan zaman. Tetapi kurang memperhatikan keadaan lingkungan, akibat dari kemajuan zaman itu. Ada sosok lain dibalik itu yang masih peduli dan bahkan berusaha memperjuangkan lingkungan agar tetap terjaga dengan baik.

Sosok yang peduli terhadap lingkungan itu, termasuk di dalamnya adalah sosok perempuan. Mereka berusaha dengan segala kekuatan yang dimiliki untuk melindungi lingkungan bumi kita ini. Dan kisah yang diangkat dalam ringkasan ini, mengenai "perempuan dan ekologi". Bertepatan dengan masih dirayakannya Hari Kartini. Yang sudah banyak diketahui, bahwa beliau adalah salah satu pejuang perempuan. Dan perjuangannya terhadap kaum perempauan, kemudian dikenal dengan emansipasi wanita.

Kisah perempuan berikut ini, bisa dikatakan sebagai penerus R.A Kartini. Di mana beliau berjuang untuk lingkungan kita, khususnya Negeri Indonesia. Beliau adalah Ibu Emmy Hafild. Yang merupakan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Jakarta. Beliau lahir di Petumbukan, Sumatera Utara pada 3 April 1958. Beliau terlahir dan dibesarkan dalam lingkungan pedesaan. Kebiasaan yang dilakukan oleh beliau sewaktu kecil adalah berenang di sungai dan bermain-main di kebun. Dengan kebiasaannya itulah, beliau mulai diajarkan untuk mencintai alam lingkungannya.

Beliau menjadi salah satu aktivis yang melakukan pembelaan pada lingkungan Indonesia. Menurut beliau, konsep pembangunan lingkungan di Indonesia berbeda dengan di Negera Dunia Ketiga lainnya. Persoalan mengenai kerusakan lingkungan di Indonesia, menurutnya adalah karena keserakahan manusianya. Oleh karena itu, beliau pernah membawa persoalan lingkungan yang ada di Indonesia ke pengadilan Internasional. Dan pada saat itu, untuk pertama kalinya LSM Indonesia melakukan gugatan sampai pada tingkat Internasional di Amerika Serikat. Hal itu pun membuat beliau mendapatkan teror, karena dianggap menjadi "pengkhianat bangsa Indonesia".

Awal mula beliau menjadi aktivis  yang peduli lingkungan. Yakni ketika beliau kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB). Saat itu, beliau dan teman-temannya gencar melakukan kritik terhadap Pemerintahan Orde Baru melalui kasus-kasus yang berhubungan dengan lingkungan. Saat beliau menjadi aktivis lingkungan, beliau mendapatkan banyak kritikan dari orang-orang disekitarnya. Di antara mereka ada yang menganggap bahwa isu lingkungan adalah isu yang anti politis, manusia sudah memiliki banyak persoalan hidup. mengapa harus mengurus tumbuh-tumbuhan atau hewan-hewan?. Begitulah salah satu kritikan yang beliau dapat dari sebagian orang. Bahkan saat beraktivitas di lapangan, beliau sering mendapatkan perkataan yang tidak mengenakan untuk dirinya. Di mana itu disampaikan oleh kaum laki-laki yang tidak suka dengan apa yang dilakukannya.

Tekad beliau untuk melakukan pembelaan pada lingkungan begitu kuat. Hal ini dibuktikan dengan berbagai kritikan yang beliau sampaikan pada masa Orde Baru. Seperti pada tahun 80-an, saat beliau menjabat sebagai koordinator SKEPHI (Sekretariat Kerjasama kelestarian Hutan Indonesia). Beliau mengkritik program trnasmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Karena menurut beliau, program tersebut dinilai merusak lingkungan. Karena waktu itu pemerintah membawa konsep Revolusi Hijau dengan penggunaan pupuk buatan pada para petani di Jawa. Namun, kemudian pemerintah memaksakan penggunaan pupuk tersebut untuk para petani di luar Jawa (daerah transmigrasi).

Pada kasus-kasus lingkungan yang beliau tangani. Beliau menemukan bahwa pada persoalan lingkungan pun telah membawa dampak negatif pada perempuan dan anak-anak. Menurut beliau, perempuan telah menjadi korban lingkungan dari negata yang strukturnya sangat paternalistik.

Kemudian, sejak tahun 1982, Ibu Emmy mulai aktif sebagai koordinator program lapangan pada Yayasan Indonesia Hijau. Setelah sebelumnya menjadi koordinator di SKEPHI. Beliau juga menjadi koordinator program untuk isu-isu khusus di WALHI dan Friend Of The Earth Indonesia. Lalu, mulai tahun 1996, beliau menjabat sebagai Direktur Eksekutif di WALHI. Sejak itu namanya semakin mencuat, manakala beliau gencar mengkritik PT. Freeport Indonesia yang melakukan penghancuran lingkungan pada tanah-tanah di Timika, Papua.

Hasil dari segala perjuangan yang pernah beliau lakukan di masa lalunya. Yakni pada tahun 1999, bersama Wangari Maathai, Ibu Emmy dinobatkan oleh majalah Time sebagai The Heroes For The Planet. Penghargaan ini membuatnya begitu berkesan. Karena menurut beliau, sejak saat itu telah banyak orang yang mulai melihat bahwa banyak persoalan di bumi yang berhubungan dengan lingkungan. Dan hal itu tidak beliau jumpai pada tahun-tahun sebelumnya, saat beliau memulai menjadi aktivis lingkungan.

Kemudian, pada tahun 2000, Ibu Emmy mendapatkan penghargaan sebagai Future Leaders of Asia dari majalah Asiaweek. Dan, pada tahun 2001, Ibu Emmy kembali mendapatkan penghargaan yakni Satya Lencana Pembangunan di bidang lingkungan dari Menteri Negara Lingkungan Hidup. Penghargaan-penghargaan tersebut merupakan suatu bukti nyata dari perjuangannya untuk lingkungan.

Ibu Emmy, dalam kesehariannya masih terus melakukan kritik keras terhadap ide pembangunan yang merugikan manusia. Dan sekarang pun dapat kita lihat, peran WALHI disaat terjadi permasalahan lingkungan yang ada di Indonesia. WALHI menjadi salah satu lembaga yang dapat dikatakan sebagai wadah untuk menangani permasalahan lingkungan di Indonesia.

Jadi, dari perjuangan yang beliau lakukan. Dapat menginspirasi bagi kaum perempuan lainnya. Bahwa dengan tekad dan semangat yang kuat untuk melakukan sesuatu. Kaum perempuan pun bisa mencapai segala sesuatu yang dicitakannya. Walau terkadang hingga kini, mungkin masih ada yang menganggap kaum perempuan sebagai kaum yang dinomor duakan dalam beberapa hal. Tetapi, dalam hal yang sama dengan kaum laki-laki pun. Kaum perempuan masih bisa menjadi yang lebih terdepan dari kaum laki-laki. Karena perjuangan, baik itu laki-laki ataupun perempuan, bukanlah kodrat yang tidak bisa digantikan.

 

 

Sumber :

·         Perempuan dan ekologi. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini