Minggu, 28 September 2014

Muhammad Arif Fathurrahman_KPI 5E_Tugas Etika 2

Nama : Muhammad Arif Fathurrahman
NIM : 1112051000154
Tugas : Etika dan Filsafat Komunikasi


A.    Pengertian Etika Terapan
Etika terapan (applied ethics) sama sekali bukan hal yang baru dalam sejarah filsafat moral. Sejak Plato dan Aristoteles, etika merupakan filsafat praktis, artinya, filsafat yang ingin memberikan penyuluhan kepada tingkah laku manusia dengan memperlihatkan apa yang harus dilakukan. Sifat praktis ini bertahan selama seluruh sejarah filsafat. Dalam abad pertengahan, Thomas Aquinas melanjutkan tradisi filsafat praktis ini dan menerapkannya di bidang teologi moral. Pada awal zaman modern muncul etika khusus (ethica specialis) yang membahas masalah etis suatu bidang tertentu seperti keluarga dan negara. Namun pada dasarnya etika khusus dalam arti sebenarnya sama dengan etika terapan.
 
B.     Etika Terapan dan Pendekatan Multidisipliner
Salah satu ciri khas etika terapan sekarang ini adalah kerja sama erat antara etika dan ilmu-ilmu lain. Etika terapan tidak bisa dijalankan dengan baik tanpa kerja sama itu, karena ia harus membentuk pertimbangkan tentang bidang-bidang yang sama sekali di luar keahliannya. Karena itu pelaksanaan etika terapan minta suatu pendekatan multidisipliner, suatu pendekatan yang melibatkan berbagai ilmu sekaligus.
Di sini kita bisa membedakan antara pendekatan multidisipliner dan pendekatan interdisipliner. Pendekatan multidisipliner adalah usaha pembahasan tentang tema yang sama oleh berbagai ilmu, sehingga semua ilmu itu memberikan sumbangannya yang satu di samping yang lain. Sekat-sekat pemisah antara ilmu-ilmu itu tetap dipertahankan. Tentu saja, setiap ilmu akan berusaha memberi penjelasan yang dapat dipahami juga oleh ilmuwan-ilmuwan dari bidang lain, shingga seusai pembicaraan para ilmuwan bersangkutan telah menyoroti tema itu dari berbagai segi. Tapi perspektif setiap ilmu tetap dipertahankan dan tidak melebur dengan perspektif-perspektif ilmiah yang lain.
Pendekatan interdisipliner adalah kerja sama antara beberapa ilmu tentang tema yang sama dengan maksud mencapai suatu pandangan terpadu. Pendekatan interdisipliner dijalankan dengan cara lintas disiplin. Di sini semua ilmu yang ikut serta meninggalkan sudut pandang yang terbatas, sehingga melebur kedalam satu pandangan yang menyeluruh.
C.    Pentingnya Kasuistik
Dengan kasuistik dimaksudkan usaha memecahkan kasus-kasus konkret di bidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum. jadi, kasuistik ini sejalan dengan maksud umum etika terapan. Tidak mengherankan bila dalam suasana etis yang menandai zaman kita sekarang, timbul minat baru untuk kasuistik. Jika kita memandang sejarah etika, kasuistik mempunyai suatu tradisi panjang dan kaya yang sebenarnya sudah dimulai dengan pengertian Aristoteles mengenai etika sebagai ilmu praktis. Kita ingat saja akan peranan sentral yang diberikannya kepada keutamaan phronesis, kebijaksanaan praktis (Inggris: prudence) yang menunjukkan apa yang harus dilakukan kini dan di sini. Karena sifatnya praktis, setiap uraian tentang etika dengan sendirinya disertai contoh-contoh mengenai situasi konkret.
D.    Kode Etik Profesi
Kode etik sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah "Sumpah Hippokrates" yang bisa dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi. Hippokrates adalah dokter Yunani kuno yang digelari "bapa ilmu kedokteran" dan hidup dalam abad ke-5 S.M. menurut ahli-ahli sejarah belum tentu sumpah ini merupakan buah pena Hippokrates sendiri, tapi setidak-tidaknya berasal dari kalangan murid-muridnya dan meneruskan semangat profesional yang di wariskan dari dokter Yunani ini.
Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Mereka yang membentuk suatu profesi di satukan juga karena latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain. Dengan demikian profesi menjadu suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan tersendiri dan karena itu mempunyai tanggung jawab khusus. Karena memiliki monopoli atas suatu keahlian tertentu, selalu ada bahaya profesi menutup diri bagi orang dari luar dan menjadi suatu kalangan yang sukar ditembus. Bagi klien yang mempergunakan jasa profesi tertentu keadaan seperti itu dapat mengakibatkan kecurigaan jangan-jangan ia dipermainkan. Kode etik dapat mengimbangi segi negatif profesi ini. Dengan adanya kode etik kepercayaan masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat, karena setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin. Kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat.
Dalam konteks ini etika terapan memegang peranan penting. Kode etik bisa dilihat sebagai produk etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi oleh refleksi etis. Kode etik yang sudah ada, sewaktu-waktu harus dinilai kembali dan, jika perlu, direvisi atau disesuaikan. Hal itu bisa mendesak karena situasi yang berubah.
E.     Metode Etika Terapan
Etika terapan merupakan pendekatan ilmiah yang pasti tidak seragam. Di sini tidak mau diberi kesan seolah-olah dalam etika terapan selalu dipakai metode yang sama. Justru untuk ilmu praktis seperti etika terapan tidak ada metode siap pakai yang bisa dimanfaatkan begitu saja oleh semua orang yang berkecimpung di bidang ini. Dalam etika terapan, variasi metode dan variasi pendekatan pasti besar sekali. Di sini kami menyebut empat unsur yang dengan salah satu cara selalu berperanan dalam etika terapan, berapa pun besarnya variasi yang dapat ditemui di sini. Dan sebenarnya empat unsur ini mewarnai setiap pemikiran etis. Setiap orang yang ingin membentuk suatu pendirian yang beralasan tentang problem problem etis juga di luar kerangka etika terapan yang resmi akan menjumpai empat unsur ini. Jadi, metode etika terapan dalam hal ini sejalan dengan proses terbentuknya pertimbangan moral pada umumnya. Empat unsur yang dimaksud di sini adalah sikap awal, informasi, norma-norma moral, logika.
 
sumber:
K., Bertens.2011.Etika.(Jakarta:PT Gramedia).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini