Nama : Hisan Harir Ridho
Kelas : BPI 6
Ruang Cermin
Kamar persegi dengan satu pintu dan satu jendela. Di pintu yang berwarna coklat usang terpampang jelaa sekumpulan gambar dan tulisan yang selalu menyambut dari tempat peraduan dalam mencari jati diri diluar sana. Di pintu itu terlihat wajah sang pejuang HAM dan tokoh politik bahkan ada tulisan yang tidak dapat dijelaskan maknanya.
Ketika membuka dan melihat pintu itu selalu terlihat wajah Munir yang terlihat lelah seolah menjadi gambaran wajahku ketika pulang dari peraduan dalam proses aktualisasi diri. Setelah melihat wajah Munir dan kemudian membuat wajahnya tergeser setelah sedikit didorong maka dihadapkan pada tumpukan buku dan baju yang bertempat bukan pada tempatnya. Hanya seenggok lemari kayu dan sekumpulan kapuk yang terbungkus kain biru yang berasa pada posisi seharusnya. Saat melihat tembok ruangan tertulis jelas coretan- coretan abstrak menghiasinya. Saat menatap langit- langit kamar terlihat warna yang putih mulai berubah kecoklatan.
Inilah ruangan yang menjadi saksi bisu akan hidupku. Layaknya buku dan baju yang bertempat bukan pada tempatnya, diriku inipun selalu menempatkan diri ditempat yang seharusnya tidak ditempati. Layaknya seenggok lemari kayu dan kasur uang berada pada posisi seharusnga akupun pernah bertahan pada posisi yang tepat. Jika melihat coretan- coretan yang menghiasi tembok maka aku teringat coretan- coretan masa lalu yang mengindahkan diriku saat ini. Saat melihat langit- langit kamar yang putih mulai berubaj menjadi kecoklatan maka aku sadar bahwa seiring dengan berjalannya waktu yang dilalui akupun telah berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar