Sabtu, 15 Maret 2014

Agung Laksono Wibowo_Tugas 2_Max Weber

Teori Max Weber
1)   Teori Kapitalisme
Berdasarkan tesis Max Weber yang berjudul " Die Protestantische Ethik und der Geist des Kapitalismus" , bahwasannya adanya keterkaitan antara Etika Protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Muncul dan berkembangnya kapitalisme di Eropa Barat berlangsung secara bersamaan dengan perkembangan Sekte Kalvinisme dalam agama Protestan. Lalu, Max Weber berpendapat, bahwa ajaran Kalvinisme mengharuskan umatnya untuk menjadikan dunia ini sebagai tempat yang makmur dan sejahtera. Oleh karena itu, hal tersebut dapat terwujud apabila mereka meraihnya dengan kegigihan, serta kerja keras. Hal ini dilakukan oleh mereka, karena besar harapan mereka untuk memperoleh kemakmuran sebagai suatu pertanda yang baik yang dapat menuntun mereka ke arah Surga Eden. Yang sudah barang tentu menjadikan kehidupan mereka menjadi makmur dan sejahtera.
Terlepas dari hal itu, yakni dari memperoleh kehidupan yang makmur dan sejahtera, tidak semata – mata mereka bersikap hedonisme, konsumtif, maupun berfoya – foya, akan tetapi dalam ajaran mereka yakni Sekte Kalvinisme telah mewajibkan kepada semua penganut ajaran mereka untuk menerapkan pola kehidupan yang sederhana, dan menghindari pola hidup hedonis. Dan setelah itu, dari semua yang telah mereka peroleh dari jerih payah kegigihan usaha yang telah mereka lakukan, kemudian mereka investasikan demi keuntungan yang dapat mereka peroleh di masa yang mendatang. Sehingga dengan cara seperti ini, maka Kapitalisme di Eropa Barat dapat berkembang pesat hingga saat ini.
 
2)     Teori Tindakan Sosial
Pandangan Weber terhadap disiplin ilmu sosiologi bertolak belakang dengan pandangan Durkheim. Menurut Weber, tidak semua tindakan manusia itu dianggap sebagai suatu tindakan sosial, akan tetapi tindakan manusia dapat dianggap sebagai suatu tindakan sosial, apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain, serta berorientasi pada perilaku orang lain. Pada hakikatnya, suatu tindakan ialah perilaku manusia yang memiliki makna yang subjektif bagi pelakunya.
Dalam hal ini, Max Weber mengklasifikasikan tindakan sosial menjadi 4 kategori, yaitu ;
1.      Zwerk Rational
Maksudnya ialah suatu tindakan yang dilaksanakan melalui pertimbangan secara matang, mengenai tujuan dan cara yang akan ditempuh untuk meraih tujuan tersebut. Jadi Rasionalitas Instrumental,ialah suatu tindakan yang diarahkan secara rasional agar dapat meraih suatu tujuan tertentu dan diterapkan dalam suatu kondisi, di mana pelaku dapat mengekspresikannya dengan bebas untuk suatu kebutuhan secara efisien dalam meraih tujuan tertentu.
 
 
2.      Wert Rational
Tindakan sosial jenis ini nyaris serupa dengan Rasionalitas Instrumental , dan letak perbedaannya hanya terletak pada pertimbangan atas dasar keyakinan individu pada nilai – nilai estetika, etis, dan religi.
 
3.      Tindakan Afektif
Tindakan afektif ini ialah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang  berdasarkan perasaan yang dimiliki oleh seseorang yang timbul secara spontan yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang dirasa oleh benak hatinya dan emosionalnya tanpa didasari oleh pertimbangan yang matang.
 
4.      Tindakan Sosial Tradisional
Pada tindakan sosial ini bersifat rasional, akan tetapi si pelaku tidak memperhitungkan proses dan tujuannya terlebih dahulu. Dan yang dijadikan pertimbangan ialah suatu tradisi yang sudah baku pada suatu masyarakat tersebut, yang terkadang tidak bisa ditoleransi.
 
3)     Teori Verstehen (Teori Pemahaman)
Max Weber menawarkan model analisis sistem simbol dengan pendekatan Verstehen (pemahaman) yang memungkinkan orang untuk bisa menghayati apa yang diyakini oleh pihak lain, tanpa adanya prasangka tertentu. Dalam tradisi Verstehen, jika obyeknya adalah sistem budaya, maka bisa dipilih antara tradisi agung (great trdition) dan tradisi rendah (litlle tradition).
Aspek pemikiran Weber yang paling terkenal yang mencerminkan tradisi idealis adalah tekanannya pada Verstehen (pemahaman subyektif) sebagai metode untuk memperoleh pemahaman yang valid mengenai arti-arti subyektif tindakan  sosial. Bagi Weber, istilah ini tidak hanya sekedar merupakan introspeksi. Introspeksi bisa memberikan seorang pemahaman akan motifnya sendiri, tetapi tidaklah cukup untuk memahami arti-arti subyektif dalam tindakan orang lain. Sebaliknya, apa yang diminta adalah empati, kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya hendak dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya ingin dilihat menurut perspektif itu. Proses tersebut mengacu pada konsep "take a role play" (mengambil peran) yang terdapat dalam interaksionisme simbol.
Tindakan Subyek harus dapat dipahami dalam hubungannya dengan arti subyektif yang terkandung didalamnya. Untuk itu, orang perlu mengembangkan suatu metode untuk mengetahui arti subyektif ini secara obyektif, akurat dan analitis.
Konsep Rasionalitas merupakan kunci bagi suatu analisa obyektif mengenai arti-arti subyektif dan juga merupakan dasar perbandingan mengenai jenis-jenis tindakan sosial yang berbeda. Pendekatan  obyektif  hanya berhubungan dengan gejala-gejala yang dapat diamati (benda fisik atau perilaku nyata), sedangkan pendekatan  subyektif  berusaha untuk memperhatikan juga gejala-gejala yang sukar ditangkap dan tidak dapat diamati seperti perasaan individu, pikiran dan motif-motifnya.
Memahami realitas sosial yang dihasilkan oleh tindakan itu berarti menjelaskan, " Mengapa manusia menentukan pilihannya ? Metode yang dikembangkan oleh Weber adalah Verstehen, karena menurutnya sosiologi juga adalah manusia yang mengapresiasi lingkungan sosial dimana mereka berada, memperhatikan tujuan-tujuan warga masyarakat yang bersangkutan dan oleh sebab itu dapat berupaya memahami tindakan mereka, sehingga konsep inilah yang dapat membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu sosial.
Verstehen adalah suatu metode pendekatan yag berusaha untuk mengerti makna yang mendasari dan mengitari peristiwa sosial dan histori/sejarah. Pendekatan ini bertolak dari gagasan bahwa tiap situasi sosial didukung oleh jaringan makna yang dibuat oleh aktor yang terlibat di dalamnya. Yang menjadi inti dari sosiologi, bukanlah bentuk-bentuk substansial dari kehidupan masyarakatnya, maupun nilai yang obyektif dari tindakan yang ada di dalamnya, melainkan semata-mata arti yang nyata dari tindakan perindividu yang timbul dari alasan subyektif itu yang di sebut dengan Verstehende Sociologie.
 
4)     Teori Kharisma
Secara etimologi (bahasa), kata "kharisma" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "berkat yang terinspirasi secara agung" atau "pemberian Tuhan". Menurut Weber, kharisma hanyalah suatu persepsi/paradigma dalam masyarakat, bahwa seorang pemimpin telah diberkati oleh Tuhan karena kualitas kepemimpinan yang luar biasa. Kharisma terjadi, pada saat adanya krisis sosial, seorang pemimpin hadir dengan visi yang menawarkan sebuah solusi untuk mengatasi krisis sosial tersebut, kemudian muncul pemimpin yang dapat menarik rakyatnya yang percaya terhadap visi dan misi sang pemimpin itu. Kemudian mereka mengalami suatu keberhasilan berkat jasa sang pemimpin. Sehingga, seluruh rakyatnya percaya, bahwa pemimpin tersebut ialah orang yang diberkati oleh Tuhan dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Pemimpin kharismatik mendapatkan otoritasnya dari kemampuan/bakat luar biasa atau ciri-ciri luar biasa, atau mungkin dari keyakinan rakyatnya, bahwa pemimpin itu memang memiliki ciri tersebut.
                                                                                                     Agung Laksono Wibowo
                                                                                                            1113054100004
                                                                                                                Kessos 2A
 
 Sumber Referensi :
 
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini