Sabtu, 15 Maret 2014

tugas 2

TUGAS 2
Nama : Ajeng Dwi  Rahma Putri
Kelas : PMI 2
NIM : 1113054000019
 
 
 
PEMBANGUNAN DESA INDUSTRI
BERBASIS PERTANIAN INDUSTRI
SAMPAI TAHUN 2030
 
Pembangunan dalam era reformasi juga harus dapat membawa perubahan dan menghasilkan pembaruan. Dengan bertolak dari pemikiran demikian, maka pembangunan dalam era reformasi untuk dihadapkan sampai tahun 2030 harus diberi makna perubahan yang menghasilkan pembaruan juga.kita ubah visi dan misi pembangunan nasional menjadi berawal dari desa. Desa tidak hanya menjadi fokus pembangunan, tetapi juga menjadi titik tolak pembangunan. Bukan hanya pembangunan fisik, tetapi juga manusianya. Masyarakat yang kurang pendidikannya dan kurang produktif apalagi untuk berfikir yang rasional sudah menjadi stigma yang berlaku bertahun-tahun. Semua itu kalau tidak diusahakan perubahan, lama-kelamaan desa kita akan menjadi cagar-budaya di tengah-tengah dunia yang bergelimang kapitalistik dan liberalistik ini. Reformasi yang sudah kita cetuskan harus bisa berfungsi sebagai kunci untuk membuka desa kita menjadi titik tolak pembangunan bangsa dan negara ini.
Empat paradigma baru.
 Desa memang bisa menjadi titik tolak pembangunan nasional yang bukan saja manyangkut pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan manusia desa seutuhnya, maka keterbukaan desa menjadi persyaratan utama. Dengan keterbukaan desa maka paradigma baru yang akan saya utarakan dalam makalah saya ini bisa masuk ke dalam desa, sehingga terjadi proses reformasi di desa. Dengan demikian desa akan menjadi mandiri, tidak menjadi aparat dan tidak takut akan proses pengaruh eksternal yang masuk seperti kapitalisme, liberalisme, individualisme, karena karakter desa yang asli masih bisa membantengi , sehingga kearifan-kearifan desa tetap dominan dalam desa yang sudah bisa menerima pandangan maju. Secara riil keempat paradigma baru dapat mewujudkan skema peradaban baru di pedesaan kita. Tidak dibedakan antara desa di gunung, di pesisir, di tepi hutan, di tepi pesawahan, di dataran tinggi ataupun di dataran rendah. Tidak dibedakan pula antara masyarakat desa yang hidup dari padi, palawija, sayuran, buah-buahan, tanaman kayu, ternak, ikan ataupun dari warung, industri, perdagangan, pariwisata, pijat, tenaga, dalam dan apapun lagi lainnya. Semua bisa diwujudkan asalkan berniat mengisi reformasi pembangunan nasional kita yang bertolak dari desa. Paradigma baru yang saya kemukakan adalah pertama, bahwa pertanian itu proses industri. Kedua, bahwa pertanian dan desa itu univalent. Ketiga, bahwa desa menjadi desa industri yang berbasis pertanian industri. Keempat, bahwa desa industri itu merupakan satu sistem. Dengan paradigma baru itu maka mentalita industrial harus bisa dididikan kepada warga desa seluruhnya, termasuk petani. Petani dengan mentalita industrial mengelola usaha taninya berharap bisa merombak pemikiran petani yang saat ini berproduksi tanpa target yang jelas, tanpa berorientasi pada kontinuitas produk, tanpa berorientasi pada kualitas, dan target yang dihasilkan. Mentalita industrial juga harus dididikan pada segenap warga desa. Dengan demikian ada univalensi antara desa dan pertanian. Keduanya agar bereaksi dan menghasilkan produk maka harus bervalensi sama. Membangun desa juga berarti membengun pertanian, begitu sebaliknya. Produk dari reaksi itu ialah desa industri yang akan menghasilkan nilai tambah bagi desa dan warganya. Dengan orientasi pada menghasilkan nilai tambah itu , warga desa akan menjadi lebih progresif, krearif, dinamis semua di manfaatkan di desa. Seluruh warga desa dan petaninya perlu dididik untuk bergerak dalam pemikiran sistem. Artinya mereka mesti tahu apa-apa saja yang merupakan subsistemnya dalam desa industri yang berbasis pertanian industri. Subsistem vertikal merupakan subsistem kelembagaan, sedangkan subsistem horizontal merupakan subsistem proses. Subsistem vertikal berisikan empat lembaga yang merupakan "stakeholders" desa industri itu. Adapun subsistem horizontal merupakan subsistem proses yang terdiri dari subsistem primer yang menghasilkan benih, pupuk, pestisida, alat pertanian, dan processing.
 
Implikasi Berdirinya Desa Industri
Dengan asumsi bahwa kebijakan pembangunan nasional kita memang bisa direformasi berangkat dari desa industri  yang berbasis pertanian industri maka kita harus bisa mereformasi pertanian kita. Sungguh suatu ironi, kalau di negeri kita yang agraris dan bahari ini justru kemiskinan bersumber dari desa baik yang di gunung ataupun di pantai. Desa bukan lagi menjadi sumber "gemah ripah loh jinawi",  tetapi sumber "rumah rapuh rohnya juga mati". Desa sudah puluhan tahun ditinggalkan, meski dalam era revolusi fisik 1945-1950 menjadi sumber keunggulan perjuangan bangsa mempertahankan kemerdekaanya. Industri-indutri modern dan besar di bangun di lahan-lahan desa, tetapi bukan milik orang desa. Hampir semuanya milik orang luar. Jalan-jalan besar pun dibangun d atas lahan-lahan pertanian dan desa, dengan modal asing dan hutangan luar negri pemerintah. Dengan tumbuhnya desa industri akan terjadi proses konsolidasi pertanian, baik bersifat menyatunya lahan pertanian menghasilkan suatu produk bahan industri, ataupun menyatunya suatu bentuk usaha tani meski lahan produksinya berpencar-pencar. Konsolidasi pertanian demikian pada akhirnya berimplikasi terjadinya proses konsolidasi lahan. Prose ini akan menyelamatkan lahan pertanian tidak beralih fungsi, atau kalaupun harus beralih fungsi misalnya sebagai jalan tol, atau lapangan golf dalam rangka industri pariwisata.
Menghadapi Era 2030.
Dari segi kebutuhan air untuk padi sawah kita akan menghadapi tantangan dari kebutuhan air untuk pemukiman, industri, perhotelan dan lain-lain. hal itu belum kita perhitungkan betapa besarnya kita kehilangan air yang dikirim dari hulu akibat gundulnya daerah aliran sungai dan hutan-hutan kita. Ditinjau dari perubahan iklim global yang disebabkan meningginya suhu global akibat proses rumah kaca, kemudian mencairnya es kutub yang meninggikan permukaan laut, semua tentu bisa berdampak negatif pada luasnya areal pesawahan dan produksi padi kitayang sebagian besar masih hasil panen lahan sawah. Karena itu kita harus tinggalkan kebijakan perberasan in. Kita harus menggantinya dengan program pemberagaman pangan dan yang berbasis tepung. Contoh lain ialah biofuel. Inipun merupakan target jangka panjang untuk bisa di capai dalam membangun desa industri. Desa industri akan menjadi tempat pelaksanaan industri itu dan semuanya menjadi garapan warga desa dan milik warga desa. Penyiapan tenaga-tenaga SDM yang berkeahlian itu merupakan program jangka menengah. Demikian untuk berbagai materi untuk bisa diusahakan dalam pertanian industri. Subsistem primer misalnya dalam jangka menengah harus bisa menyelenggarakan sistem pengadaan benih tanaman unggulan untuk proses industri di desa industri. Dengan adanya target jangka panjang dan menengah seperti contoh di atas, maka dalam jangka pendek perlu diisi dengan program-program diseminasi ke masyarakat luas mengenai paradigma baru, program desa industri, pertanian industri, kebutuhan SDM. Perlu dalam jangka waktu pendek itu didekati "stakeholder" kelembagaan sehingga mereka memiliki wawasan yang sama dalam reformasi pembangunan yang bertitik tolak dari desa itu. Sesudah bisa dibayangkan apa yang bisa dikerjakan baik sebagai program jangka panjang, jangka menengah, maupun jangka pendek, maka untuk menghadap ke tahun 2030 dapat dikemukakan misalnya, lima tahun pertama untuk program jangka waktu pendek, sepuluh tahu berikutnya untuk jangka waktu menengah dan sepuluh tahun terakhir untuk jangka waktu panjang. Semua upaya ini merupakan proses pendidikan masyarakat baik masyarakat desa, maupun untuk segenap "stakeholders" atau subsistem vertikal maupun subsisem horizontal.
Kalau program pembangunan nasional hingga 2030 benar-benar akan direformasikan, bertitik tolak dari pembanguan pedesaan, maka terjadilah konsolidasi desa dan pertanian dalam bentuk desa industri sebagai satu sistem itu. Semua itu bisa diwujudkan apabila ada dukungan dari perguruan tinggi sebagai subsistem kelembagaan yang merupakan "think tank" dalam segala proses reformasi pertanian yang berisi konsolidasi desa dan pertanian. Semua program itu dapat direalisasikan kalau tersedia dana. Bank konsolidasi lahan yang berfungsi sebagai "pasar modal" juga akan sangat besar perannya, karena harus bisa berfungsi sebagai stimulator dan akselerator, disamping sebagai fasilitator seluruh kegiatan industri dalam desa industri yang berbasis pertanian industri itu.
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini