Sabtu, 15 Maret 2014

Anindia Prestiawani Rizki_Tugas2_Max Weber

Nama                           : Anindia Prestiawani Rizki

NIM                            : 1113054100013

Jurusan/Kelas              : Kesejahteraan Sosial / 2A

 

TEORI MAX WEBER

 

A.     Tindakan Sosial

Menurut Weber, sosiologi adalah suatu ilmu yang berusaha memahami tindakan - tindakan sosial dan menguraikannya dengan menerangkan sebab – sebab tindakan tersebut. Dengan demikian, yang menjadi inti dari sosiologi adalah arti yang nyata dari tindakan perseorangan yang timbul dari alasan – alasan subyektif. Itulah yang kemudian menjadi pokok penyelidikan Max Weber dan disebutnya sebagai Verstehende Sociologie. Dalam hal ini verstehende adalah suatu metode pendekatan yang berusaha mengerti makna mendasari dan mengitari peristiwa sosial dan historis. Pendekatan ini bertolak pada gagasan bahwa tiap situasi sosial didukung oleh jaringan makna yang dibuat oleh para actor yang terlbat di dalamnya.

Weber membagi tindakan sosial menjadi empat, yakni sebagai berikut.

1.      Zweck rational, yaitu tindakan sosial yang dilandasi pertimbangan – pertimbangan manusia yang rasional ketika menanggapi lingkungan eksternalnya(juga dalam menanggapi orang lain di sekitarnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup). Dengan kata lain, zweck rational adalah tindakan  sosial yang ditujukan untuk mencapai semaksimal mungkin dengan menggunakan dana serta daya seminimal.

2.      Wert rational, yaitu tindakan sosial yang rasional, tetapi dilandaskan pada nilai – nilai absolut tertentu. Nilai yang dijadikan landasan ini bisa nilai etis, estetis, keagamaan, atau nilai – nilai lain. Dengan demikian, manusia selalu menyandarkan tindakannya yang rasional pada keyakinan terhadap suatu nilai tertentu.

3.      Affectual, yaitu suatu tindakan sosial yang timbul karena dorongan atau motivasi yang sifatnya emosional. Seperti ungkapan rasa cinta, ledakan kemarahan, dan rasa kasihan.

4.      Tradisional, yaitu tindakan sosial yang didorong dan berorientasi kepada tradisi atau masa lampau. Dalam hal ini, yang dimaksud tradisi adalah suatu kebiasaan bertindak yang berkembang di masa lampau. Mekanisme tindakan ini berlandaskan atas hukum – hukum normatif yang telah ditentukan oleh masyarakat.

Meskipun Weber membedakan empat bentuk tindakan, ia sepenuhnya sadar bahwa tindakan tertentu biasanya terdiri dari kombinasi dari keempat tipe tindakan tersebut. Weber juga berargumen bahwa sosiolog harus lebih memahami tindakan yang lebih memiliki variasi rasional daripada memahami tindakan yang didominasi oleh perasaan atau tradisi.

 

B.     Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme

Max Weber hidup tatkala Eropa Barat sedang menjurus ke arah pertumbuhan kapitalisme modern. Situasi demikian mendorong Weber untuk mencari sebab – sebab hubungan antara tingkah laku agama dan ekonomi, terutama pada masyarakat Eropa Barat yang mayorias beragama protestan. Titik perhatian Weber sesungguhnya sudah menjadi perhatian Karl Marx, di mana pertumbuhan kapitalisme modern pada saat itu telah menimbulkan kegoncangan – kegoncangan hebat di lapangan kehidupan sosial masyarakat Eropa Barat. Marx dalam persoalan ini mengkhususkan perhatiannya pada system produksi dan perkembangan teknologi, yang menurut beliau akibat perkembangan sedemikian itu telah menimbulkan dua kelas masyarakat. Dua kelas dalam masyarakat tersebut yaitu kelas yang terdiri dari sejumlah kecil orang – orang yang memiliki modal dan menguasai alat – alat produksi, dan kelas yang terdiri dari orang – orang yang tidak memiliki modal atau alat – alat produksi. Golongan pertama yang dinamakan kaum borjuis secaa terus menerus berusaha untuk memperoleh untung yang lebih besar untuk mengembangkan modal yang sudah mereka miliki. Weber tidak berselisih dengan pendapat Marx dalam hal ini, terutama tentang ciri – ciri yang menandai tumbuhnya kapitalisme modern itu.

Adapun karakteristik Spirit Kapitalisme modern menurut Weber adalah sebagai berikut.

1.      Adanya usaha – usaha ekonomi yang diorganisir dan dikelola secara rasional di atas landasan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan dan berkembangnya pemilikan/kekayaan pribadi.

2.      Berkembangnya produksi untuk pasar.

3.      Produks untuk massa dan melalui massa.

4.      Produksi untuk uang.

5.      Adanya anthusiasme, etos dan efisiensi maksimal yang menuntut pengabdian manusia kepada panggilan kerja.

Kerja merupakan suatu tujuan pribadi dari setiap orang, kerja tidak dipandang sebagai kegiatan yang insidental melainkan sebagai sesuatu yang melekat di dalam eksistensi hidup manusia. Masyarakat kapitalis memandang manusia terutama sebagai pekerja dan tidak peduli apapun yang menjadi pekerjaan mereka. Inilah yang disebut dengan vocational ethics yang merupakan tingkah laku yang menonjol dari Spirit Kapitalisme modern. Mereka yang miskin vocational ethicsnya akan runtuh, dan mereka memiliki vocational ethics akan dengan baik meningkatkan prestasi hidupnya.

Selain faktor di atas, ada beberapa elemen dari ekonomi kapitalis, yakni sebagai berikut.

1.      Di satu pihak berkembang rasionalisme, utilitarianisme, rangsangan untuk berinisiatif dan menemukan hal – hal baru melalui berbagai sarana yang mungkin, dan di lain pihak ;

2.      Terjadinya reduksi (penyusutan atau penyederhaan besar – besaran daripada tradisionalisme di dalam hal yang dipandang tidak efisien, kuno dn bersifat takhayul, irrasional dan segala sesuatu yang tidak sempurna dipandang dari sudut metoda – metoda  rasional.

Keseluruhan elemen di atas merupakan tipe ideal dari karakteristik kapitalisme modern. Selanjutnya elemen – elemen tersebut masuk dalam masyarakat kapitalis dalam berbagai bentuk dan kondisi sebagai berikut.

1.      Rational capital accounting and bussines management (perhitungan modal dan pengelolaan usaha secara rasional).

2.      Appropriation of all means of production (pengerahan segala sarana produksi secara tepat guna).

3.      Rational technique of production (penggunaan teknik – teknik produksi rasional).

4.      Rational law (hukum rasional).

5.      Free labor (adanya tenaga kerja yang bebas)

6.      Commerzialization and marketing of the products of labor(komersialisasi serta pemasaran hasil – hasil produksi dan tenaga kerja).

Untuk mewujudkan kondisi di atas dan menjadi seorang kapitalis, seseorang harus memiliki karakteristik psikologis tertentu.  Karakter ini sebagaimana yang tercermin dari unkapan – ungapan seperti: Time is Money, Credit is Money; Money grows Money; dan Honesty is the best policy. Dalam hal ini Weber berpendapat bahwa kapitalisme modern adalah kapitalisme yang bersumber dari agama protestan. Spirit kapitalisme modern adalah Protetanisme, yaitu merupakan aturan – aturan agama protestan tentang watak dan perilaku penganut – penganutnya dalam kehidupan sehari – hari.

Dalam catatannya, Weber menyatakan bahwa sebelum kapitalisme modern lahir, telah lahir etika protestan.  Adanya etika protestan menumbuhkan spirit kaptalisme sehingga lahir dan berkembanglah kapitalisme dalam kehidupan sehari – hari penganut protestan.

Weber megajukan pembuktian secara analitis melalui penelitian yang mendalam terhadap ajaran – ajaran protestan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa spirit protestan dalam etika praktis sehari – hari identik dengan spirit kapitalisme modern. Menurut Weber, etika protestan mewujudkan diri sebagai suatu pengertian tertentu tentang Tuhan, di mana Tuhan dianggap sebagai Yang Maha Esa, maha Pencipta, dan Penguasa dunia. Tuhan menentukan akhir kehidupan manusia. Dengan kata lain sebelum manusia lahir Tuhan telah menetapkan apakah manusia itu akan dikutuk atau dibebaskan. Oleh karena itu tidak ada gunanya manusia membujuk Tuhan. Tuhan menciptakan alam dan manusia untuk kemegahan Tuhan sendiri. Manusia berkewajiban untuk bekerja bagi kemegahan Tuhan dan menciptakan kerajaan Tuhan di dunia. Pembebasan manusia hanya melalui anugerah Tuhan.

Adanya konsepsi mengenai Tuhan yang demikian membuat penganut protestan menganggap bahwa kesenangan adalah sesuatu yang tidak baik. Untuk mengagungkan Tuhan orang harus berhemat. Semangat protestan demikian menurut Max Weber identik dengan spirit kapitalisme modern. Spirit kapitalisme modern pada dasarnya menganggap bahwa bekerja keras adalah suatu panggilan  suci bagi kehidupan manusia. Dunia harus dipelajari secara ilmiah, rasional, hal ini terjadi karena Tuhan tidak dapat dibujuk untuk  mengubah nasib manusia. Spirit proestan juga menganut paham bahwa membuat atau mencari uang dengan jujur merupakan aktivitas yang tidak berdosa.

Demikian di atas pembuktian pertama analisis Weber mengenai keidentikan spirit kapitalisme dengan spirit protestan.

Pembuktian kedua dilakukan Weber melalui angka – angka statistik hasil penelitiannya. Weber menunjukkanbahwa sejak zaman reformasi, negara – negara yang mayoritas menganut agama protestan ekonominya lebih maju. Dia menunjuk beberapa Negara seperti Belanda, Inggris dan Amerika. Sementara Negara yang mauoritas menganut agama non-protestan pada umumnya ketinggalan dalam perkembangan ekonominya. Dengan demikian ia simpulkan bahwa etika ekonomi protestan telah mendidik penganutnya menjadi seorang kapitalis.

Pembuktian ketiga menggunakan hipotesa yang diajukan oleh Weber yang juga menggunakan angka – angka statistik yang dilakukan di Jerman. Menururtnya, di negeri Jerman penduduk yang menganut ajaran protestan lebih kaya dibandingkan dengan penduduk yang menganut ajaran non-protestan. Selanjutnya, anak – anak yang beragama protestan menunjukkan keberhasilan dalam bersekolah dagang dibandingkan dengan anak – anak yang beragama non-protestan.

Demikian Weber secara bertahap membuktikan bahwa setiap sekte dalam protestan memiliki kecenderungan yang sama dalam menunjang kehadiran kapitalisme modern. Adanya pembuktian tersebut membuat Weber meyakini bahwa spirit kapitalisme memang lahir dari etik protestan.   

    

C.     Wewenang / Authority

Max Weber mengemukakan beberapa bentuk wewenang dalam hubungan manusia yang juga menyangkut hubungan dengan kekuasaan. Menurut Weber, wewenang adalah kemampuan untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu yang diterima secara formal oleh anggota – anggota masyarakat.  Sedangkan kekuasaan dikonsepsikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain tanpa menghubungkannya dengan  penerimaan sosialnya yang formal. Dengan kata lain, kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi atau menentukan sikap orang lain sesuai dengan keinginan si pemilik kekuasaan.

 Weber membagi wewenang ke dalam tiga tipe berikut.

1.      Ratonal-legal authority, yakni bentuk wewenang yang berkembang dalam kehidupan masyarakat modern. Wewenang ini dibangun atas legitimasi (keabsahan) yang menurut pihak yang berkuasa merupakan haknya. Wewenang ini dimiliki oleh organisasi – organisasi, terutama yang bersifat politis.

2.      Traditional authority, yakni jenis wewenang yang berkembang dalam kehidupan tradisional. Wewenang ini diambil keabsahannya berdasar atas tradisi yang dianggap suci. Jenis wewenang ini dapat dibagi dalam dua tipe, yakni  patriarkhalisme dan patrimonialisme. Patriarkhalisme adalah suatu jenis wewenang di mana kekuasaan didasarkan atas senioritas. Mereka yang lebih tua atau senior dianggap secara tradisional memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Berbeda dengan patriarkhalisme, patrimonialisme adalah jenis wewenang yang mengharuskan seorang pemimpin bekerjasama dengan kerabat – kerabatnya atau dengan orang – orang terdekat yang mempunyai loyalitas pribadi terhadapnya.

Dalam  patriarkhalisme dan patrimonialisme ini, ikatan – ikatan tradisional memegang peranan utama. Pemegang kekuasaan adalah mereka yang dianggap mengetahui tradisi yang disucikan. Penunjukkan wewenang lebih didasarkan pada hubungan – hubungan yang bersifat personal/pribadi serta pada kesetiaan pribadi seseorang kepada sang pemimpin yang terdahulu.

Ciri khas dari kedua jenis wewenang ini adalah adanya sistem norma yang diangap keramat yang tidak dapat diganggu gugat. Pelanggaran terhadapnya akan menyebabkan bencana baik yang bersifat gaib maupun religious.

Contoh patriarkhalisme misalnya wewenang ayah, suami anggota tertua dalam rumah tangga, anak tertua terhadap anggota yang lebih muda, kekuasaan pangeran atas pegawai rumah atau istananya, kekuasaan bangsawan atas orang yang ditaklukannya.

3.      Charismatic authority, yakni wewenang yang dimiliki seseorang karena kualitas yang luar biasa dari dirinya. Dalam hal ini, kharismatik harus dipahami sebagai kualitas yang luar biasa, tanpa memperhitungkan apakah kualitas itu sungguh – sungguh ataukah hanya berdasarkan dugaan orang belaka. Dengan demikian, wewenang kharismatik adalah penguasaan atas diri orang – orang, baik secara predominan eksternal maupun secara predominan internal, di mana pihak yang ditaklukkan menjadi tunduk dan patuh karena kepercayaan pada kualitas luar biasa yang dimiliki orang tersebut.

 

D. Verstehen

                  Verstehen merupakan salah satu kelebihan sosiologi dibandingkan ilmu lain, pemahaman yang dilakukan sosiolog untuk memahami kondisi masyarakat tidak dapat digunakan untuk mengamati atom atau molekul-molekul. Konsep Verstehen bukan berarti suatu intusi yang dapat digunakan para peneliti sebagai metodologi riset yang lunak. Bagi Webber Verstehen merupakan metodologi riset yang rasional.

Verstehen sering di temukan dalam kalangan sejarawan jerman dalam bidang hermeneutika, yaitu pendekatan khusus terhadap penafsiran tulisan-tulisan atau teks. Sedangkan Webber mengembangkan gagasannya menyangkut kepada kehidupan sosial seperti memahami aktor, interaksi, dan seluruh sejarah manusia.

Teori Verstehen masih sangat relevan untuk digunakan dalam penelitian sosiologi hingga saat ini. Perubahan sosial yang dinamis dalam perkembangan masyarakat harus selalu diperbaharui dengan pengamatan dan pemahaman. Satu titik simpul yang membuat perubahan bukan hanya dari sudut pandang dimana kebanyakan orang melihatnya. Tetapi dari sudut pandang berbeda yang dapat kita kaji melalui penjelasan fakta tanpa mempersoalkan baik buruknya fakta yang terjadi (non-etis).

 

Sumber :

-          http://bayuwidyaswara.blogspot.com/2011/05/teori-max-weber.html

-          Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini