Lisda Nur Asiah
1113054100030
Kesejahteraan Sosial 2A
Teori Max Weber
Berikut beberapa teori pemikiran Max Weber, diantaranya :
1. Teori Kapitalisme
Weber mengartikan kapitalisme sebagai upaya manusia untuk mendapatkan keuntungan melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang dikelola secara pribadi. Meski demikian usaha yang dimaksud bukanlah sekedar perdagangan dan pertukaran barang yang sudah ada sejak dahulu di masyarakat manapun.
Menurut Weber, kapitalisme harus mengandung aspek kunci, yakni rasionalisasi. Weber juga membuat analisis rinci dan canggih tentang rasionalisasi fenomena seperti agama, hukum, kota, dan bahkan musik. Kita dapat melukiskan cara berpikir Weber dengan satu contoh lain rasionalisasi institusi ekonomi. Diskusi ini tertuang dalam analisis Weber yang lebih luas tentang hubungan antara hukum dan kapitalisme. Dalam studi sejarah bercakupan luas, Weber berupaya memahami mengapa sistem ekonomi rasional (kapitalisme) berkembang di Barat dan mengapa gagal berkembang di masyarakat lain di luar masyarakat Barat. Dalam studi ini Weber mengakui peran sentral agama. Di satu bertentangan dengan keyakinan kebanyakan marxis di masa itu, agama bukanlah sebuah epifenomena semata. Agama telah memainkan peran kunci dalam pertumbuhan kapitalisme Barat, tetapi sebaliknya gagal mengembangkan kapitalisme di masyarakat lain. Weber menegaskan bahwa sistem agama rasionallah (Calvinisme)yang memainkan peran sentral dalm menumbuhkan kapitalisme di Barat. Sebaliknya, dibelahan dunia lain yang ia kaji, Weber menemukan sistem agama yang lebih irrasional (misalnya, Konfusianisme, Taomisme, Hinduisme) merintangi perkembangan sistem ekonomi rasional. Tetapi, pada akhirnya agama-agama itu hanya memberikan rintangan sementara, karena sistem ekonomi dan bahkan seluruh struktur sosial masyarakat pada akhirnya akan menjadi rasional.
2. Teori Kharisma
Kharisma adalahkata dalam bahasa Yunani yang berarti "berkat yang terinspirasi secara agung atau dengan bahsa lain yakni anugerah", atau dalam bahasa Kristen yakni rahmat (Grace), seperti kemampuan untuk melakukan keajaiban atau memprediksikan peristiwa masa depan, sehingga melahirkan suatu perubahan yang radikal. Konsep kharismatik menurut Max Weber lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistis.
Menurutnya ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang kharismatik, yaitu :
- Adanya sesorang yang memiliki bakat yang luar biasa
- Adanya krisis sosial
- Adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis tersebut
- Adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa sesorang itu memiliki kemampuan luar biasa yang bersifat transendental dan supranatural
- Adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan
Weber memasukkan diskusinya mengenai proses birokratisasi ke dalam diskusi yang lebih luas tentang lembaga politik. Ia membedakan antara tiga jenis sistem otoritas : tradisional, karismatik, dan rasional-legal. Sistem otoritas rasional-legal hanya dapat berkembang dalam masyarakat Barat modern dan hanya dalam sistem otoritas rasional-legal itulah birokrasi modern dapat berkembang penuh. Masyarakat lain di dunia tetap didominasi oleh sistem otoritas tradisional atau karismatik yang umumnya merintangi perkembangan sistem hukum rasional dan birokrasi modern. Singkatnya, sistem otoritas tradisional berasal dari sistem kepercayaan di zaman kuno. Contohnya adalah seorang pemimpin yang berkuasa karena garis keluarga atau sukunya selalu merupakan pemimpin kelompok. Pemimpin karismatik mendapatkan otoritasnya dari kemampuan atau ciri-ciri luar biasa, atau mungkin dari keyakinan pihak pengikut bahwa pemimpin itu memang mempunyai ciri-ciri seperti itu. Meski kedua jenis otoritas itu mempunyai arti penting di masa lalu, Weber yakin bahwa masyarakat Barat, dan akhirnya masyarakat lainnya, cenderung akan berkembangan menuju sistem otoritas rasional-legal. Dalam sistem otoritas semacam ini, otoritas berasal dari peraturan yang diberlakukan secara hukum dan rasional
3. Teori Tindakan Sosial
Tindakansosial menurut Max Weber adalah suatu tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti tindakan oranglain (Weber dalam Ritzer 1975). Suatu tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati tidak masuk dalam kategori tindakan sosial. Suatu tindakan akan dikatakan sebagai tindakan sosial ketika tindakan tersebut benar-benar diarahkan kepada oranglain (individu lainnya).
Adapun ciri-ciri pokok tindakan sosial menurut Max Weber, sebagai berikut :
- Jika tindakan manusia itu menurut aktornya mengandung makna subjektif dan hal ini bisa meliputi berbagai tindakan nyata.
- Tindakan nyata itu bisa bersifat membatin sepenuhnya 3
- Tindakan itu bisa berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu situasi, tindakan sengaja yang diulang, atau tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam dari pihak manapun.
- Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu
- Tindakan itu memeperhatikan tindakan oranglain dan terarah kepada oranglain itu.
Selain kelima ciri pokok tersebut, menurut Weber tindakan sosial dapat pula dibedakan dari sudut waktu sehingga ada tindakan yang diarahkan kepada waktu sekarang, waktu lalu, atau waktu yang akan datang.
Weber membedakan tindakan sosial manusia kedalam empat tipe yaitu :
- Tindakan Rasionalitas Instrumental (Zwerk Rational)
- Tindakan Rasional Nilai (Werk Rational)
- Tindakan Afektif atau Tindak yang Dipengaruhi Emosi (Affectual Action)
- Tindakan Tradisional atau Tindakan karena Kebiasaan (Traditional Action)
4. Teori Verstehen (Teori Pemahaman)
Pemikiran Weber tentang verstehen lebih sering ditemukan dikalangan para sejarawanJerman pada zamannya dan berasal dari bidang yang dikenal dengan hermeneutika. Herrneneutika adalah pendekatan khusus tentang pemahaman dan penafsiran tulisan-tulisan yang dipublikasikan. Tujuannya adalah memahami pemikiran pengarang maupun struktur dasar teks. Weber dan lainnya berusaha memperluas gagasannya dari pemahaman teks kepada pemahaman kehidupan sosial : memahami aktor, interaksi dan seluruh sejarah manusia. Satu kesalahpahaman yang sering terjadi menyangkut konsep verstehen adalah bahwa dia dipahami sekedar sebagai penggunaan intuisi, irasional dan subjektif. Namun secara kategoris Weber menolak gagasan bahwa verstehen hanya melibatkan intuisi, keterlibatan berdasarkan simpati atau empati. Baginya verstehen melibatkan penelitian sistematis dan ketat, dan bukannya hanya sekedar merasakan teks atau fenomena sosial.
Dengan kata lain, bagi Weber, verstehen adalah prosedur studi yang rasional. Sejumlah orang menafsirkan verstehen, pernyataan-pernyataan Weber, tampaknya terbukti kuat dari sisi penafsiran level individu terhadap verstehen. Namun sejumlah orang juga menafsirkan bahwa verstehen yang dinyatakan oleh Weber adalah sebagi teknik yang bertujuan untuk memehami kebudayaan. Sering dengan hal tersebut , W.G.runciman (1972) dan Muray Weax (1976) melibatkan verstehen sebagai alat untuk mempelajari kebudayaan bahasa tertentu.
Sumber Referensi
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
Ritzer, George dan Douglas J Goodman. 2009.Teori Sosiologi Modern. Yogyakarta : Kreasi Wacana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar