Teori Max Weber
1. Teori Kapitalisme
Berdasarkan Tesis Weber Die protestantische Ethik und der Geist des Kapitalis bahwa tesisnya tentang etika protestan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kapitalis. Ini sangat kontras dengan anggapan bahwa agama tidak dapat menggerakkan semangat kapitalisme. Bukti keagamaan biasanya disertai dengan penolakan terhadap urusan duniawi, termasuk pengejaran ekonomi. Weber menyebutkan agama adalah salah satu alasan utama perbedaan antara budaya barat dan timur. Ia mengaitkan efek pemikiran agama dalam kegiatan ekonomi, hubungan antara stratifikasi sosial dan pemikiran agama serta pembedaan karakteristik budaya barat.
Karya Weber tentang The Protestan Ethic and Spirit of Capitalism menunjukkan dengan baik keterkaitan doktrin agama dengan semangat kapitalisme. Etika protestan tumbuh subur di Eropa yang dikembangkan seorang yang bernama Calvin, saat itu muncul ajaran yang menyatakan seorang pada intinya sudah ditakdirkan untuk masuk surga atau neraka, untuk mengetahui apakah ia masuk surga atau neraka dapat diukur melalui keberhasilan kerjanya di dunia. Etika Protestan dimaknai oleh Weber dengan kerja yang luwes, bersemangat, sungguh-sungguh, dan rela melepas imbalan materialnya. Dalam perkembangannya etika Protestan menjadi faktor utama bagi munculnya kapitalisme di Eropa dan ajaran Calvinisme ini menebar ke Amerika Serikat dan berpengaruh sangat kuat disana.
Menurut Max Weber bahwa suatu cara hidup yang teradaptasi dengan baik memiliki ciri-ciri khusus kapitalisme yang dapat mendominasi yang lainnya merupakan kenyataan yang real ketika masa-masa awal revolusi industri, ketika Weber hidup, kenyataan-kenyataan itu mejadi sesuatu yang benar-benar nyata dipraktekkan oleh manusia. Hidup harus dimulai di suatu tempat dan bukan dari individu yang terisolasi semata melainkan sebagai suatu cara hidup lazim bagi keseluruhan kelompok manusia.
2. Teori Tindakan Sosial
Menurut Max Weber tindakan sosial adalah suatu tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Weber dalam Ritzer 1975). Suatu tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati tidak masuk dalam kategori tindakan sosial. Suatu tindakan akan dikatakan sebagai tindakan social ketika tindakan tersebut benar-benar diarahkan kepada orang lain (individu lainnya). Meski tak jarang tindakan sosial dapat berupa tindakan yang bersifat membatin atau bersifat subjektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Bahkan terkadang tindakan dapat berulang kembali dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu (Weber dalam Turner 2000).
Ada 5 ciri pokok Tindakan sosial menurut Max Weber sebagai berikut:
· Jika tindakan manusia itu menurut aktornya mengandung makna subjektif dan hal ini bisa meliputi berbagai tindakan nyata
· Tindakan nyata itu bisa bersifat membatin sepenuhnya
· Tindakan itu bisa berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang, atau tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam dari pihak mana pun
· Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu
· Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain itu.
Selain kelima ciri pokok tersebut, menurut Weber tindakan sosial dapat pula dibedakan dari sudut waktu sehingga ada tindakan yang diarahkan kepada waktu sekarang, waktu lalu, atau waktu yang akan datang. Sasaran suatu tindakan social bisa individu tetapi juga bisa kelompok atau sekumpulan orang.
Weber membedakan tindakan sosial manusia ke dalam empat tipe yaitu:
1) Tindakan rasionalitas instrumental (Zwerk Rational)
2) Tindakan rasional nilai (Werk Rational)
3) Tindakan afektif/Tindakan yang dipengaruhi emosi (Affectual Action)
4) Tindakan tradisional/Tindakan karena kebiasaan (Traditional Action)
3. Teori Verstehen (Teori Pemahaman)
Selain sosiologi agama Max Webber juga terkenal dengan teori pemahaman "Verstehen", teori ini menekankan pada tingkah laku yang menurut Webber perbuatan si pelaku memiliki arti subyektif, kehendak mencapai tujuan, serta di dorong motivasi.
Aspek pemikiran Weber yang paling terkenal yang mencerminkan tradisi idealis adalah tekanannya pada Verstehen (pemahaman subyektif) sebagai metode untuk memperoleh pemahaman yang valid mengenai arti-arti subyektif tindakan sosial. Bagi Weber, istilah ini tidak hanya sekedar merupakan introspeksi. Introspeksi bisa memberikan seorang pemahaman akan motifnya sendiri, tetapi tidaklah cukup untuk memahami arti-arti subyektif dalam tindakan orang lain. Sebaliknya, apa yang diminta adalah empati, kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya hendak dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya ingin dilihat menurut perspektif itu. Proses tersebut mengacu pada konsep "take a role play" (mengambil peran) yang terdapat dalam interaksionisme simbol.
Tindakan Subyek harus dapat dipahami dalam hubungannya dengan arti subyektif yang terkandung didalamnya. Untuk itu, orang perlu mengembangkan suatu metode untuk mengetahui arti subyektif ini secara obyektif, akurat dan analitis.
Pendekatan obyektif hanya berhubungan dengan gejala-gejala yang dapat diamati (benda fisik atau perilaku nyata), sedangkan pendekatan subyektif berusaha untuk memperhatikan juga gejala-gejala yang sukar ditangkap dan tidak dapat diamati seperti perasaan individu, pikiran dan motif-motifnya.
Konsep Rasionalitas merupakan kunci bagi suatu analisa obyektif mengenai arti-arti subyektif dan juga merupakan dasar perbandingan mengenai jenis-jenis tindakan sosial yang berbeda.
4. Teori Kharisma
Karisma adalah kata dalam bahasa Yunani yang berarti "berkat yang terinspirasi secara agung atau dengan bahasa lain yakni anugerah", atau dalam bahasa Kristen yakni rahmat (grace), seperti kemampuan untuk melakukan keajaiban atau memprediksikan peristiwa masa depan, sehingga melahirkan suatu perubahan yang radikal. Konsep kharismatik (charismatic) atau kharisma (charisma) menurut Weber lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luarbiasa dan mistis. Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang kharismatik, yaitu : Adanya seseorang yang memiliki bakat yang luarbiasa, adanya krisis sosial, adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis tersebut, adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan luarbiasa yang bersifat transendental dan supranatural, serta adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan.
Tipe kharismatik merupakan salah satu dari tiga tipe yang dikemukakan oleh Weber sebagai postulat ideal dalam memandang peranan pemimpin-pemimpin keagamaan terhadap pola sosial di masyarakat. Apakah mereka juga masuk dalam tipe yang dirumuskan oleh Weber dalam konsep kharismatik, atau malah tidak. Sebenarnya Weber menjadikan tipe otoritas atau sistem kepercayaan yang mengabsahkan hubungan -hubungan dalam masyarakat menjadi tiga, yaitu dominasi hukum (legal-rasional), tradisional (estabilished), dan kharismatik (pemimpin).
Fitri Qomariah
1113054100034
Kwssos 2A
1113054100034
Kwssos 2A
Sumber Refrensi:
Ritzer, G. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Terjemahan Alimandan. Jakarta: Rajawali.
Ritzer, G dan Goodman Douglas J. 2005. Teori Sosiologi Modern. Terjemahan Alimandan. Jakarta: Prenada Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar