Persoalan etika yang potensial selalu melekat dalam setiap bentuk komunikasi antarinsan sehingga komunikasi dinilai sangat berpengaruh terhadap manusia lain sehingga seorang komunikator secara sadar memilih cara-cara berkomunikasi guna mencapai tujuan yang diinginkannya. Tujuannya bisa berupa menyampaikan informasi, memengaruhi orang lain, meningkatkan pemahaman seseorang, atau mengubah tingkah laku orang.
Pentingnya etika dalam proses komunikasi bertujuan agar komunikasi kita berhasil dengan baik (komunikatif) dan terjalinnya hubungan yang harmonis antara komunikator dan komunikan. Hubungan akan terjalin secara harmonis apabila antara komunikator dan komunikan saling menumbuhkan rasa senang. Rasa senang akan muncul apabila keduanya saling menghargai, dan penghargaan sesama akan lahir apabila keduanya saling memahami tentang karakteristik seseorang dan etika yang diyakini masing-masing.
Dalam skema besar filsafat, etika terletak pada aspek aksiologi. Etika komunikasi dengan sendirinya merupakan bagian dari etika. Maka dalam hubungannya dengan filsafat komunikasi, aksiologi merupakan suatu kajian terhadap nilai-nilai dan kajian terhadap cara mengekspresikan dan melembagakan nilai-nilai tersebut.
Dalam persperktif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi yang berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Qur'an dan hadits. A. Muis (2001:720) mengatakan komunikasi islami memiliki perbedaan dengan non-islami. Perbedaan itu lebih pada isi pesan (content) komunikasi yang harus terikat perintah agama, dan dengan sendirinya pula unsur content mengikat unsure komunikator. Artinya, komunikator harus memiliki dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam menyampaikan pesan berbicara, berpidato, berkhotbah, berceramah, menyiarkan berita, menulis artikel, mewawancarai, mengkritik, melukis, menyanyi, bermain film, bermain sandiwara di panggung pertunjukan, menari, berolahraga, dan sebagainya.
Kemudian, seorang komunikator tidak boleh menggunakan simbol-simbol atau kata-kata yang kasar, yang menyinggung perasaan komunikan atau khalayak, juga tidak boleh memperlihatkan gerak-gerik, perilaku, cara pakaian yang menyalahi kaidah-kaidah agama.
Untuk lebih jelasnya, dapat ditemukan beberapa prinsip etika komunikasi dalam Al-Qur'an dan hadits, antara lain:
1. …. dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik (QS. Al-Baqarah: 83).
2. Perkataan yang baik dan pemberi maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan perasaan (QS. Al-Baqarah: 263).
3. ……sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…. (QS. Ali Imran: 154). - See more at:
Nabi berpesan "Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang….yaitu mereka yang menjungkir balikkan (fakta) dengan lidahnya seperti seekor sapi yang mengunyah-ngunyah rumput dengan lidahnya. Pesan Nabi saw tersebut bermakna luas bahwa dalam berkomunikasi hendaklah sesuai dengan fakta yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami. Jangan sekali-kali berbicara memutarbalikan fakta, yang benar dikatakan salah dan yang salah dikatakan benar. Bila ini terjadi, kita telah melakukan kebohongan besar, dan pantas disebut sangat tidak bermoral. Selain tidak etis dalam berkomunikasi, juga telah berbuat dosa besar.
Prinsip-prinsip etika tersebut, sesungguhnya dapat dijadikan landasan bagi setiap muslim – ketika melakukan proses komunikasi, baik dalam pergaulan sehari-hari, berdakwah, maupun aktivitas-aktivitas lainnya. Prinsip ini juga dapat membantu memelihara hubungan yang harmonis di antara sesama kita. Membangun komunitas sosial yang damai, tenteram dan sejahtera sehingga terbentuk peradaban manusia yang tinggi.
Daftar pustaka:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar