Selasa, 22 September 2015

Siti Maghfiroh_ Studi Kasus Kota Semarang_Tugas 2

"Sejarah Kota Semarang: Studi Kasus Kota Semarang"

Nama  Siti Maghfiroh

Nim 11140540000007

1.      Bagaimana Pembangunan kota dibangun

Perencanaan sendiri merupakan preseden modern yang melibatkan kemampuan untuk mengatasi masalah melalui intervensi yang sifatnya teknis dan rasional. Dalam hal tersebut, perencanaan kota di Indonesia tidak diawali dari sesuatu yang disebut "masalah perkotaan". Pengetahuan dan praktek lokal menentukan pola pengaturan ruang dalam upaya penyeimbangan antara kekuatan roh, alam, dan hubungan antarmanusia. masih sangat kental, untuk diterapkan semakin terbatas karena pengaruh kapitalisme ruang yang tidak dapat dibendung

Pergeseran kota-kota ke arah pesisir muncul seiring dengan interaksi dengan warga dari berbagai bangsa. Tumbuhnya kota-kota pesisir pada tahap awal dimulai oleh perdagangan antarbangsa yang kemudian menciptakan struktur penduduk baru yang didasarkan atas pola hubungan dagang. Penyebaran agama Islam yang intensif menciptakan pusat-pusat baru kekuasaan yang semakin mengurangi daya magis kekuasaan lama di Pedalaman. Perubahan struktur penduduk ini menciptakan elemen-elemen penting sebuah kota, terutama untuk mendukung kehidupan kota. Dibangunnya elemen-elemen utama, seperti pelabuhan, masjid, dan pasar yang lebih besar merupakan tanggapan atas perkembangan baru saat itu. Dalam banyak hal, perencanaan masih belum muncul dalam masyarakat Nusantara yang tengah berubah pesat dalam bidang ekonomi ini

 

Misalnya Sejarah  Berdirinya Kota Semarang

Sejarah Semarang berawal kurang lebih pada abad ke-6 M, yaitu daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota) dan merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno Daerah tersebut pada masa itu merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil. Akibat pengendapan, yang hingga sekarang masih terus berlangsung, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Bagian kota Semarang Bawah yang dikenal sekarang ini dengan demikian dahulu merupakan laut. Pelabuhan tersebut diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan memanjang masuk ke Pelabuhan Simongan, tempat armada Laksamana  Cheng Hou  bersandar pada tahun 1435 M. Di tempat pendaratannya, Laksamana Cheng Ho mendirikan kelenteng dan mesjid yang sampai sekarang masih dikunjungi dan disebut  Kelenteng Sam Kong (Gedung Batu).

Pada akhir abad ke-15 M ada seseorang ditempatkan oleh Kerajaan Demak, dikenal sebagai Pngeran Made Pandan (Sunan Pandanaran I), untuk menyebarkan agama Islam dari perbukitan Pragota. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu muncullah pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang. Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang . Sepeninggalnya, pimpinan daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II (kelak disebut sebagai Sunan Bayat atau Sunan Pandaran II atau Sunan Pandaran Dayat atau Ki Ageng Pandanaran atau Sunan Pandaran saja). Di bawah pimpinan Pandan Arang II, daerah Semarang semakin menunjukkan pertumbuhannya yang meningkat, sehingga menarik perhatian Sultan  Hadi Wijaya dari Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten. Pada tanggal 2 Mei 1547 bertepatan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 rabiul awal tahun 954 H disahkan oleh Sultan Hadiwijaya setelah berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga. Tanggal 2 Mei kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Semarang.

Kemudian pada tahun 1678 Amangkurat II dari Mataram, berjanji kepada VOC untuk memberikan Semarang sebagai pembayaran hutangnya, dia mengklaim daerah Priangan dan pajak dari pelabuhan pesisir sampai hutangnya lunas. Pada tahun 1705 Susuhunan Pakubuwono I menyerahkan Semarang kepada VOC sebagai bagian dari perjanjiannya karena telah dibantu untuk merebut Kartasura. Sejak saat itu Semarang resmi menjadi kota milik VOC dan kemudian Pemerintah Hindia Belanda.

Pada tahun 1906 dengan Stanblat Nomor 120 tahun 1906 dibentuklah Pemerintah Gemeente. Pemerintah kota besar ini dikepalai oleh seorang Burgemeester (Wali kota). Sistem Pemerintahan ini dipegang oleh orang-orang Belanda berakhir pada tahun 1942 dengan datangya pemerintahan pendudukan Jepang.

Pada masa jepang terbentuklah pemerintah daerah Semarang yang dikepalai Militer (Shico) dari Jepang. Didampingi oleh dua orang wakil (Fuku Shico) yang masing-masing dari Jepang dan seorang bangsa Indonesia. Tidak lama sesudah kemerdekaan, yaitu tanggal 15 sampai 20 Oktober 1945 terjadilah peristiwa kepahlawanan pemuda-pemuda Semarang yang bertempur melawan balatentara Jepang yang bersikeras tidak bersedia menyerahkan diri kepada Pasukan Republik. Perjuangan ini dikenal dengan nama Pertempuran Lima Hari.

Tahun 1946 Inggris atas nama Sekutu  menyerahkan kota Semarang kepada pihak Belanda. Ini terjadi pada tanggal l6 Mei 1946. Tanggal 3 Juni 1946 dengan tipu muslihatnya, pihak Belanda menangkap Mr. Imam Sudjahri, wali kota Semarang sebelum proklamasi kemerdekaan. Selama masa pendudukan Belanda tidak ada pemerintahan daerah kota Semarang. Namun para pejuang di bidang pemerintahan tetap menjalankan pemerintahan di daerah pedalaman atau daerah pengungsian di luar kota sampai dengan bulan Desember 1948. daerah pengungsian berpindah-pindah mulai dari kota Purwodadi, Gubug, Kedungjati, Salatiga, dan akhirnya di Yogyakarta. Pimpinan pemerintahan berturut-turut dipegang oleh R Patah, R.Prawotosudibyo dan Mr Ichsan. Pemerintahan pendudukan Belanda yang dikenal dengan Recomba berusaha membentuk kembali pemerintahan Gemeente seperti pada masa kolonial dulu di bawah pimpinan R Slamet Tirtosubroto. Hal itu tidak berhasil, karena dalam masa pemulihan kedaulatan harus menyerahkan kepada Komandan KMKB Semarang pada bulan Februari 1950. tanggal I April 1950 Mayor Suhardi, Komandan KMKB. menyerahkan kepemimpinan pemerintah daerah Semarang kepada Mr Koesoedibyono, seorang pegawai tinggi Kementerian Dalam Negeri di Yogyakarta. Ia menyusun kembali aparat pemerintahan guna memperlancar jalannya pemerintahan.

2.       Mengapa Kota tersebut Penting Saat ini.

 Karena Kota Semarang merupakan citra visual yang menyajikan kemegahan arsitektur Eropa di masa lalu. Banyak berdiri Bangunan-bangunan Kuno nan eksotis dan megah peninggalan Kolonial Belanda, seakan menyimpan segudang cerita yang tak kan pernah habis dikisahkan. Di sekitar Kota Lama dibangun kanal-kanal air yang keberadaanya masih bisa disaksikan hingga kini. Hal inilah yang menyebabkan Kota Lama mendapat julukan sebagai Little Netherland. Lokasinya yang terpisah dengan lanskap mirip kota di Eropa serta kanal yang mengelilinginya menjadikan Kota Lama seperti miniatur Belanda di Semarang.

Satu bangunan yang paling populer dan wajib dikunjungi saat mengunjungi Kota Lama Semarang yaitu Greja Blenduk yang sudah berusia lebih dari dua setengah abad. Gereja yang memiliki nama asli Nederlandsch Indische Kerk dan masih digunakan sebagai tempat ibadah hingga kini menjadi salah satu Landmark penting Kota Semarang. Disebut Gereja Blenduk karena masyarakat pribumi yang kesulitan mengucapkan nama dalam bahasa Belanda akhirnya menyebutnya blenduk (bulat besar melingkar) karena memiliki atap berbentuk kubah berwarna merah bata yang terbuat dari perunggu serta dua menara kembar di depannya. Perubahan nama juga terjadi pada Jembatan Berok yang dulu menjadi pintu gerbang menuju Kota Lama. Kata Burg yang berarti jembatan dilafalkan menjadi berok dan nama itu terus dipakai hingga kini.

Terdapat Bangunan Kuno di Kota Semarang

a.       Kota Lama Semarang, Little Netherland

b.      Masjid Besar Kauman

c.       Kantor Pos Besar Semarang

d.      Gedung Marabunta

e.       Lawang Sewu

f.       Gereja Gereformeerd

g.      Gedung Marba

h.      Gereja Blenduk

i.        Puri Gedeh

j.        Gedung Keuangan Negara Semarang

 

3.      Apa yang Membuat Kota tersebut Bertahan.

Terdapat suatu kawasan yang masih mempertahankan kebudayaannya sebelumnya, baik fisik berupa bentuk bangunan yang masih tradisional maupun non fisik yaitu kegiatan-kegiatan yang sejak zaman dahulu dilakukan masih dilakukan. Kawasan tersebut sering disebut dengan kampung. Kampung berbeda dengan desa, salah satunya ialah lokasi desa yang berada di luar kota sedangkan kampung berada di dalam kota. Oleh karena itu, kampung memiliki masalah yang lebih pelik daripada desa. Secara keseluruhan, permasalahan yang dihadapi oleh Kawasan Perkampungan Pedamaran Semarang ialah banjir, drainase yang buruk, padat akan bangunan, kumuh dan tingginya angka kemiskinan. Masalah utama sendiri ialah masalah kemiskinan dan banjir. Namun, walaupun dihadang masalah demikian, kampung ini masih eksis. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apa yang membuat Kampung Pedamaran di Kota Semarang bertahan hingga saat ini. Adapun metode yang digunakan ialah kualitatif desktriptif, dengan mengkaji karakteristik kampong melalui konsep elemen perancangan kota, mengkaji aspek fisik dan aspek non fisik kawasan. Pengumpulan data difokuskan kepada observasi lingkungan dan wawancara terhadap narasumber yang dianggap mengerti benar keadaan Kampung Pedamaran. Berdasarkan proses penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maka dapat dilihat bahwa yang membuat kampung dapat bertahan dari berbagai permasalahan terutama terhadap banjir dan kemiskinan adalah oleh karena keadaan sosial kampung yang baik, dan karena kemudahan dalam mencari nafkah.

4.      Bagaimana Pemimpin kota mengelola kota.

Para pemimpin dalam menyelesaikan persoalan dengan mengguanakan apresiasi warga. Teknologi dan informasi selain itu bisa juga dengan cara menggunakan apresiasi warga. Sebagai sosok pemimpin daerah yang melakukan berbagai gebrakan dalam mempimpin daerahnya. Satu di antaranya Ridwan Kamil, Walikota Bandung. Penulis pernah melihat tayangan salah satu media massa yang mempublikasikan hasil kerja walikota tersebut. Perlu diketahui, tugas dan tanggung jawab pemimpin daerah sangat banyak, sama halnya dengan pemimpin tingkat provinsi atau pemimpin nasional. Kalaupun ada bedanya, hanya soal cakupan wilayah kekuasaan. Selain masalah kesejahteraan sosial masyarakat, pendidikan dan budaya, pemimpin daerah mempunyai tanggung jawab lainnya yaitu terkait penataan kota yang dia pimpin. maka semua hal yang menyangkut desain dan tata kelola kota bergantung juga pada kepemimpinan kepada daerah tersebut. Penataan kota menjadi penting karena hal tersebut juga berdampak pada kenyamanan warganya.

Menata kota memang bukan hal gampang seperti membalikkan telapak tangan.
Perlu waktu dan proses dalam pelaksanaannya. Harus ada grand design dan konsep yang jelas terkait hal tersebut. Perlu perencanaan yang matang dalam mengelola, karena hal ini berkaitan dengan masalah kenyamanan warga dan fasilitas publik. Pemerintah merencanakan dengan matang terkait anggaran dana yang dipakai, jangka waktu penataan kota dan evaluasi terkait penataan tersebut.

Selain itu, yang patut menjadi perhatian dan fokus suatu pemerintah daerah terkait kotanya mengenai tata letak di dalamnya, karena lokasi dan penempatan sebuah bangunan mempunyai dampak bagi kota tersebut. Semisal lokasi pusat industri di pinggiran, sedangkan pusat pemerintahan letaknya di dalam kota. Hal tersebut untuk membangun sebuah kota dengan tatanan yang terkonsep secara baik. Poin penting lainnya yaitu terkait aturan mengenai administrasi perizinan mendirikan sebuah bangunan yang perlu di koreksi lagi, mengingat ruang kota yang semakin sempit. Jadi, kesimpulannya, perlu kecerdasan dan ketegasan dari pemimpin daerah dalam urusan menata kota.

 

Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Semaran

http://seputarsemarang.com/daftar-bangunan-kuno-di-kota-semarang-9220/

http://print.kompas.com/baca/2015/03/23/Kota-Cerdas-di-Era-Otonomi-Daerah-Bukan-Hanya-Butu

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini