KONSTRUKTIVISM MENURUT WEBER & BERGER
A. MAX WEBER
Konstruktivis dapat ditelusuri dari pemikiran Weber yang menjadi ciri khas bahwa prilaku manusia secara fundamental berbeda dengan prilaku alam. Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkunstuksi realias social. Cara konstruksi yang dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna terhadap prilaku mereka sendiri. Oleh Karen aitu tuga ilmu social dalam hal ini mengamati cara agen melakukan penafsiran, memberi makna terhadap realitas. Makna berupa partisipan agen melakukan konstruk melalui proses partisipasi dalam kehidupan dimana ia hidup. Dalam tradisi konstruktivis mereka ingin keluar motif dan alasan tindakan individual guna memasuki ranah structural. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung).
Tindakan social yang dimaksudkan oleh Weber berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tinakan yang bersifat "membatin", tau bersifat subjektif yang mengkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Dari pandangan dasar yang dimiliki oleh Weber maka ia menganjurkan penelitiannya dalam bidang ilmu ini meliputi; tindakan manusia yang mengandung makna, tindakan nyata bersifat subjektif dan membatin, tindakan pengaruh positif dari situasi dan tindakan tu diarahkan kepada beberapa orang atau individu. Mempelajari tindakan social dan ia menganjurkan lewat penafsiran dan pemahaman (interpretative understanding). Peneliti menginterpretasikan tindakan si actor dalam artian mendasar dengan maksud memahami motif tindakan si actor. Cara memahami motif tindakan actor Weber memberikan dua cara, pertama melalui kesungguhan, mencoba mengenangkan dan menyelami pengalaman actor. Peneliti menempatkan diri pada actor dan berusaha memahai sesuatu yang dipahi oleh actor. Metode pemahaman yang ditawarkan oleh Weber bersifat pemberian penjelasan kausal terhadap tindakan social manusia. (George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda).
Perbedaan antara Weber dan Durkheim tentang kenyataan social. Bagi Durkheim bahwa ilmu social mempelajari fakta social yang bersifat eksternal, memaksa individu. Kenyataan social bagi Durkheim sebagai situasi yang mengtasi individu berada dalam suatu tingkatan yang bebas. Sedangkan bagi Weber keyataan social merupakan sesuatu yang didasarkan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan social. Durkheim memiliki pndangan berhubungan dengan realisme social, melihat masyarakat sebagai sautan yang riil, berada secara terlepas dari individu yang kemudian masuk didalamnya menurut prinsip-prinsip yang khas, tidak mencerminkan individu-individu yang sadar. Teori ini membandingkan masyarakat sebagai bentuk organis biologis dalam artian dalam menilai masyarakat merupakan suatu kenyataan yang lenih dari sekedar jumlah bagiannya. Sedangkan Weber berposisi nominalis, dengan artian bahwa individu yang riil secara objektif, dan masayarakat merupakan suatu nama yang menunjuk pada sekumpulan individu. Analisis Weber dalam memandang individu merupakan suatu yang ekstrim, dan ia mengakui bahwa dinamika sejarah merupakan besar dan pengaruhnya terhadap individu. Pandangan Weber bersifat subjekif dan tujuannya untuk masuk kedalam arti subjektif yang berhungan dengan kategori interaksi manusia. (Doyle Paul Jonshon, Teori Sosiologi Klasik dan Modern).
Pemikiran Weber dari tindakan social dan metode verstehende berkembang dibawa oleh beberapa ilmuan menjadi tradisi konstruktivisme. Tradisi ini dikembangkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman, mereka berangkat dari manusia mengkonstruksi realitas social dari perfektif subjektif dapat berubah menjadi objektif. Proses konstruk mulai pembiasaan tindakan yang memungkinkan actor-aktor mengetahui tindakan itu berulang-ulang dan memberikan keteraturan. Hubungan individu dengan institusi bersifat dialektik yang berisi tiga momen yakni,"masyarakat merupakan produk manusia, masyarakat merupakan realitas objektif, manusia produk masyarakat". Bahwa makna-makna umum dimiliki bersama dan diterima dilihat sebagai dasar dari organisasi social. Konstruksi social berusaha menyeimbangkan struktur masyarakat dengan individu. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung).
Aliran konstruktivis merupakan respon terhadap positivistic dan memiliki sifat yang sama dengan positivistic, sedangkan yang membedakan objek kajiannya sebagai star awal dalam memandang realitas social. Positivistic berangkan dari system dan struktur social sedangakan konstruktivis berangkat dari subjek yang bermakna dan memberikan makna dalam realitas sosial. Jika mau diturunkan dalam metodologi penelitian menjadi tujuan ilmu social ini memahami realitas social, ilmu bersifat neutral dan bebas nilai. Asumsi dasar yang digunakan bahwa manusia sebagai mahluk yang berkesadaran. Penelitian yang dipakai merupakan penelitian kualitatif dengan metode pencarian data dengan wawancara dan observasi. Dalam memandang masyarakat merupakan realitas yang beragam dan memiliki keunikatan tersendiri, sehingga dari hasil penelitian yang didapatkan tidak boleh untuk menggeneralkan pada objek yang lain.
B. PETER L. BERGER
Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa terlepaskan dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L Berger dan Thomas Luckmann. Peter L Berger merupakan sosiolog dari New School for Social Reserach, New York, Sementara Thomas Luckman adalah sosiolog dari University of Frankfurt. Teori konstruksi sosial, sejatinya dirumuskan kedua akademisi ini sebagai suatu kajian teoritis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan.
Sebagai catatan akademik, pemikiran Berger dan Luckmann ini, terlihat cukup utuh di dalam buku mereka berjudul "the Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge"[1]. Publikasi buku ini mendapat sambutan luar biasa dari berbagai pihak, khususnya para ilmuan sosial, karena saat itu pemikiran keilmuan termasuk ilmu-ilmu sosial banyak didominasi oleh kajian positivistik. Berger dan Luckmann meyakini secara substantif bahwa realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di seklilingnya, "reality is socially constructed".
Tentu saja, teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya dimana individu melalui respon-respons terhadap stimulus dalam dunia kognitif nya. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.
Dalam penjelasan Deddy N Hidayat, bahwa ontologi paradigma konstruktivis memandang realitas sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian, kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.[2]. Melihat berbagai karakteristik dan substansi pemikiran dari teori konstruksi sosial nampak jelas, bahwa teori ini berparadigma konstruktivis.
[1] Proses penyusunan buku oleh kedua sosiolog ini berlangsung kurang lebih 4 tahun dalam rentang waktu 1962-1966. Bukunya pertama kali terbit tahun 1966. Lihat, Peter L Berger and Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality A Treatise in the Sociology of Knowledge, (New York: 1966). Sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa termasuk ke dalam Bahasa Indonesia, lihat Peter L Berger dan Thomas Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan, (Jakarta : LP3S, 1990).
[2] Deddy Nu Hiadayat, Paradigma dan Perkembangan Penelitian Komunikasi dalam Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia,VolIII. (Jakarta: IKSI dan ROSDA, 1999), hlm. 39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar